Belum cukup sampai di situ. Setelah sampai di jalan raya masih harus menunggu kendaraan angkutan yang menuju Bojonglopang dengan jarak 10 km.
Penderitaan itu lebih menyakitkan jika ada saudara yang hendak melahirkan, karena sudah ada kejadian yang terpaksa melahirkan di tengah perjalanan jalur ekstrem ini sebelum sampai ke puskesmas.
Terkait dengan pandemi saat ini, penderitaan justru dialami ratusan pelajar dari desa ini. Mereka kesulitan mendapatkan sinyal.
Para pengurus dusun dikomandoi Pak Ujang Syarief, selaku Ketua RT, yang merasa simpati dengan kondisi para pelajar ini berinisiatif untuk membuat gubuk internet di atas bukit yang terletak di pinggiran dusun, supaya anak-anak mereka tidak ketinggalan belajar.
Setiap pagi sampai siang anak-anak di Dusun Simpangsamid ini berbondong-bondong mendatangi gubuk internet ini, agar dapat mengerjakan tugas-tugasnya dan kemudian mengirimkan kembali tugas-tugas itu kepada gurunya.
Saira Bashir yang kebetulan saat ini sedang menempuh pendidikan Strata 1 Sastra Arab di Unpad, Bandung, terpaksa nongkrong di gubuk internet ini, bahkan bisa sampai jam 12 malam.
Ia tidak menghiraukan dingginnya malam menusuk tulang demi tertunaikan tugas-tugas perkuliahannya. Atas jerih payahnya, sejak di bangku SMA, ia mendapatkan beasiswa Bidikmisi dari pemerintah sejak 2019.
Sebuah keterkecualian memang selalu ada. Di tengah keterbatasan yang menyelimuti mereka, prestasi para pelajar di sini tidak bisa dianggap enteng. Beberapa diantaranya meraih prestasi yang membanggakan
Al-Mira, misalnya, yang menjuarai lomba calistung mewakili SD Simpangsamid tingkat kecamatan. Kemudian Masrur Ahmad yang hingga saat ini kelas 3 di SMP 1 Jampang Tengah selalu menjadi juara kelas. Dan ada juga saudari Khadijah mendapatkan juara tiga se provinsi Jawa Barat dalam lomba Desainer (busana) mewakili SMK N 3 Sukabumi.
Itulah deretan prestasi para pelajar yang telah mereka torehkan di sini. Keterbatasan tidak menghalangi mereka untuk mengukir prestasi sesuai bidang dan tingkatan akademik mereka.