Mohon tunggu...
Sanusi at Maja
Sanusi at Maja Mohon Tunggu... Penulis - Da'i/ Alumni Pasca Unira Malang

Love for All Hatred for None

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Damai dalam Perbedaan

19 September 2020   06:06 Diperbarui: 19 September 2020   13:33 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berbagi itu indah ya teman-teman, teringat masa kecil dulu ketika hidup di kampung, kami anak-anak kecil biasa bermain dan berbagi, sepotong roti biasa dibagi dengan teman, kadang jadi tiga atau empat tergantung berapa teman bermain saat itu, tidak pernah memandang apakah itu saudara atau bukan, seagama atau beda keyakinan yang penting berbagi dengan teman bermain, memang tidak mengenyangkan sih tapi mengasyikan,  merekatkan dan membahagiakan, mungkin istilah pak Kyai itu tahaddu tahabbu (saling berbagi menimbulkan kecintaan).


Memori berbagi roti dengan teman bermain yang berbeda-beda tidak pernah terlupakan karena dengan itu  suasana bermain kami menjadi asyik, damai dan harmoni. Padahal permaian yang ada hanyalah permainan tradisional, seperti petak umpet, bentengan, layangan atau sekedar bermain egrang. Itulah yang merekatkan kami generasi 80 atau  90-an, dan suasana bermain seperti itu terbawa dalam lingkungan rumah, sekolah maupun lingkungan masyarakat tempat di mana kami tinggal.


Tahun 1994, saya masuk SMP dan saya tergolong kaum muhajiriin, hijrah dari desa ke kota untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik, hidup di kota sebagai muhajirin merasakan atmosfer yang berbeda di mana pergaulan lebih luas dan lebih beragam, saya masih mengingat dengan baik berteman dengan Mr. Yohan dan Mr. Mikhael Yovianus yang notabene mereka adalah Kristiani, diriku termasuk yang beruntung karena mereka adalah pribadi-pribadi yang baik, ketika bermain ke rumahnya dan waktu shalat tiba mereka menyiapkan sajadah dan mempersilahkan shalat, dan ternyata oh ternyata Bhineka Tunggal Ika slogan yang diperdengarkan pertama kali ke telingaku oleh guru SD ketika mengajar PMP (Pendidikan Moral Pancasila) menemukan titik benarnya, kami berbeda-beda tetapi satu jua, satu kesatuan sebagai bangsa Indonesia.


Setelah lulus kuliah tahun 2005 untuk sebuah misi, saya harus berada di daerah Solo-Jawa Tengah, kebetulan waktu itu berada diantara masyarakat kejawen yang biasa memelihara punden dan mempersembahkan banyak sesaji, mungkin menurut fatwa teman-teman yang biasa berfikiran ekstrim “ diriku ini berada di neraka – karena berada dipusat kemusyrikan “, eit saranku jangan menghisabku begitu, sebelum anda memahami keadaan dengan baik, sebab kenyataannya karena punden terpelihara maka sumber air tetap ada, dan soal sesaji sebetulnya adalah simbol harus berbagi, rizki jangan dimakan sendiri kawan, harus mau berbagi baik dengan sesama manusia maupun non manusia, itu bagiku tidak aneh karena waktu kecil sering berbagi roti, dan islampun mengajarkan bersedekahlah karena sedekah menghapuskan amarah.


Tahun 2009 saya harus bergeser ke kabupaten Banjarnegara, di kota kecil inipun saya terus melanjutkan kebiasaan out of the box, merajut persahabatan dengan lintas iman dan lintas komunitas, pengalaman berharga diperoleh ketika bersilaturahim dengan Ketua Budha Windusari, sedang asyik berdiskusi adzan magrib berkumandang, Pak Waridi selaku tuan rumah amatlah memahami, beliau mengatakan obrolan kita belum selesai, kita akan lanjutkan setelah maghrib, silahkan bapak naik ke kamar pribadi saya di situ ada sajadah dan silahkan shalat....Alhamdulilah Yaa Rabbi inilah nikmatku untuk kesekian kalinya merasakan kedamaian dalam perbedaan. Wahai jiwa-jiwa yang masih dikuasai nafsu liar, bertaubatlah dan perbaiki akhlakmu, janganlah berprasangka buruk terhadap orang diluar dirimu, karena kebaikan itu milik semua orang, bukankah mendiang Gusdur pernah berucap “ tidak penting apa agamamu atau sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu”.


Maafkan beta sahabat kompasiana, beta tidak pernah berhenti mengagumi orang-orang seperti Gusdur karena merekalah yang memberi ruh bagi tubuh kebhinekaan kita, dengan semangat merawat kebhinekaan yang ditularkan mereka, kegiatan ter-anyarku di Jawa Timur adalah mengunjungi sahabat-sahabat GKJW di dusun Paleran Desa Cumedak kecamatan Sumberjambe Kabupaten Jember,  jemaat GKJW di sini merupakan bagian dari jemaat Sumberpakem, mereka terkenal karena telah berhasil membangun desa toleransi dengan mengembangkan kearifan lokal, Odi Atretanan (Madura : Urip Seduluran) adalah keyword mereka dalam merajut harmoni sosial, tidak diragukan lagi sekalipun komunitas GKJW Paleran berada di tengah komunitas Muslim mereka dapat hidup rukun saling berdampingan, Kaum Muslim ikut serta membangun Gereja mereka, begitu juga yang mengecat mesjid adalah pemuda Gereja, hidup damai dalam perbedaan itu indah kan teman-teman?.


Semalam bersama komunitas GKJW Paleran adalah malam terindah, karena kami berbeda tapi mesra, setelah lama berbincang-bincang dengan Pdt. Fajar Wicaksono, beliau adalah penggembala komunitas ini, kami sepakat untuk tidak sekedar merawat kebhinekaan ini, tetapi sangat berhasrat untuk mewariskannya kepada generasi muda kami, agar di masa yang akan datang tidak ada lagi noda-noda intoleransi.


Wah teman-teman ternyata dari awal tulisanku bercerita tentang kisahku sendiri ya, tapi mungkin lebih baik ya daripada menceritakan orang lain, intinya banyak mutiara kebaikan di komunitas manapun, karena memang manusia diciptakan dalam frekuensi yang sama menginginkan kebaikan dan kedamaian, karena itu wahai sobat semua berhentilah memikirkan bahwa segala kebaikan itu milikmu sehingga tidak bisa melihat kebaikan orang lain, tetapi berbuat baiklah sebanyak-banyaknya jangan sampai tidak bisa berbuat baik karena tertutupi oleh banyaknya kebaikan orang lain, dan kalau surga belum pasti menjadi milikmu kenapa harus repot mengurusi nerakanya orang lain, Salam super......

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun