Mohon tunggu...
Santo Masse
Santo Masse Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ngopi sepanjang hari

Gemar Futsal. Personality Waktu dan tempat

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hedonisme dan Sekularisme

8 Agustus 2022   21:10 Diperbarui: 8 Agustus 2022   21:16 1695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Hedonisme dan Sekularisme

   Sebagai pengantar baca tentunya kita membuat sebuah pengantar singkat, padat, dan jelas. Di mana dua kata di atas bukan semata-mata di artikan sakral secara definsi, melainkan sedikit mengarah kepada kisah salah seorang manusia, dan sebetulnya alur konsep ini ialah cerpen. Namun untuk memperjelas kesan kecil peristiwa tersebut, saya sedikit menggolangkan sifat berfikir bagi para pembaca. "Meskipun kita bukan pakar Filsafat, Paling tidak kita jadi calon pemikirnya"

   Yang terpenting dalam sebuah kehidupan selain relasi hebat ialah keluarga dekat. Keluarga yang akan memberi motivasi, tempat berkeluh kesah, bahkan yang pertama ada ketika ada sebuah problem tak terkendali. Memang tidaklah selamanya hidup manusia itu harus selalu dengan keluarga, apalagi orang tua, saudara. Dan sebagai penggantinya ialah teman kerabat yang di dapati dalam seuatu perkumpulan atau komunitas berarah. Misalnya sebuah organisasi. Akan tetapi atas nama oraganisasi sesangkut paut berada dalam organisasi pun, tidak menjamin kehidupan kita sepenuhnya. Meskipun ada, paling tidak hanya sepintas dan seala kadarnya.

   ketika berbicara seputar organisasi dan pelaku yang terlibat di dalamnya, tentu secara ril akan ada perbedaan-perbedaan yang di temui. Sadisnya tidak akan bisa diduga olek akalia kita. Mengapa.? maka jawabannya ialah dalam konsep Hedonisme dan Sekularisme. Sekarang analisis analoginya ialah, kita patut memberi apresiasi dengan belasungkawan dan penuh progresif dalam hal positif. Sebagai orang yang bisa di katakan AKTIVIS, tapi tidak secara mutlak kita hanya melihat itu secara visual bahwa tindakan itu membuat warna kepada masyarakat-masyarkat yang di atas namakan oleh seorang aktivis. Tidak demikian.

   Nah, relevansinya antara keluarga dan organisasi misalnya. Di lapangan secara terang-terangan, konsep kekeluargaan (lebih utamalah yang dinamakan keluarga) dan organisasi itu jelas perbedaan ihwal nepotisme. Nepotisme yang dimaksudkan ialah lebih memprioritaskan organisasi ketimbang keluarga. Memang ketika kita meresa ada kekurangan organisasilah yang menjadi tulang punggung dalam kesusahan tersebut. itu kita anggap realistis. Tetapi yang menjadi sudut pandang ialah ketika disisi lain seseorang aktivis jatuh sakit, maka yang pertama ada di sampingnya adalah keluarga atau tetangga jika bisa kita berkata. Orang oraganisasi berada pada nomor urut dua atas perhatiannya.

   Lantas hubungannya dengan Hedonisme dan Sekularisme apa.? Nah, di dalam pribadi seseorang kita jumpai ketika dalam privat pribadinya tanpa disadari itu mereka bersifat hedonis. mereka menghabiskan beberapa waktu dalam kegiatan organisasi selain tujuan yang tertentu, mereka menikmati kesenangan yang tak terhingga lalu menempatkan keluarga bagian belakang. Contoh parahnya, misalkan adik atau seorang ayah memanggil dan menunggu kehadiran seorang anak (aktivis). Aktivis itu dengan lugasnya memberi sebuah jawaban dengan alasan bahwa "saya masih diluar sedang ada kegiatan", dan bahkan bukan cuma itu pengejewahantannya tentang penolakan atas panggilan tersebut.

   Mereka akan bersihkeras melakukan tindakan untuk tidak bisa menjumpai panggilan itu, sebab ketika bersama teman-teman itu jauh menyenagkan, terkhusus lagi seputar organisasi. Sudut pandang lain, atas hedonis yang acap kali sudah mendara daging dalam jiwa dan raga berbagai cara ia perbuat kepada teman akrab kiranya dengan alasan kesenangan agar tidak terlihat murung. Sangat-sangat bahasa yang tercela. Bisa jadi, menurut pandangan egois itu estetik atau pas. Tetapi tentulah tidak akan sama dengan seorang korban yang kita berlakukan dengan hal yang tidak sewajarnya menurut pandangannya pula.

   Selanjutnya, dalam siklus sekularisme lebih kejam lagi. Saya yakin dalam sebuah organisasi pasti lebih tau apa itu ada agama dan adab, mestinya tidak ada hal yang nantinya saya takutkan. Sebetulnya jika kita mengatakan bahwa mereka itu adalah juru dalam sekularisme pastilah tidak logis, namun bahasa ini bisa saja terbantahkan dengan yang terjadi di lapangan. Sesuai realitasnya, apakah logis dan bersesuai dengan agama jika salah seorang meminta ijin dan ijin belum di iyakan lalu dia melakukan hal tersebut tanpa restu ijin.? tegasnya tidak.!! Karena jika di landaskan pada agama tadi tentu akan bertentangan. Kalau mereka mengatkan bahwa sudah dalam keadaan darurat, mudah-mudah saja kita memahami. Namun bagaimana lagi jika tidak dalam kondisi darurat.? saya yakin dan percaya itu perbuatan menyimpang dalam pandangan agama.

   Atas peristiwa itu masih inginkah kita memarginalkan sekularis pada orang aktivis. Kenyataannya tidak semua para aktivis berlaku sedemikian rupa. Sayapun sepakat. Akan tetapi Seolah-olah mereka itu ingin di aku-akuan, perfeksionisme, dan hebatnya di puji dalam bahasa bernada satire. Lelucon keterlaluan tingkat dewa. Bisa jadi probabilitasnya atas perannya terhadap organisasi, kita secara paksa harus tunduk, alih-alih hak sepenuhnya kita terbagi sebagian dalam diri masing-masing sebagian lainnya dia miliki. Apa tidak salah probabilitas yang di kejewantahkan ini.?

   Dengan pengaktualisasian mereka ini layak dinyatakan bahwa mereka tidak ada ubahnya penganut sekularisme. Segala perbuatan dan perlakuan itu tanpa di sadari benar-benar sekularis. Oleh sebab itu, kita lah nanti yang akan jadi orang altruisme. Mengapa.? Bukankah sudah tidak sepantasnya kita menegur atas ulah itu, yang nantinya mereka akan merasa malu, terkecilkan, alih-alih membuat mereka serba salah. Memanglah tidak salah jika kita saling mengingatkan, tetapi yang menjadi persoalan adalah mereka ini hari-hari di dalam organisasi masih saja tidak terfikir kepada hal tersebut. Lucunya sudah beranjak dewasa, dapat ilmu cukup, tapi tidak tahu-menahu sedikit tentang adab. Jika benar semua yang kita nyatakan disini itu keliru atau salah sekalipun, lalu mengapa tidak ada kesadaran sedikitpun?

   Jadi untuk mengatakan diri sendiri bahwa kita adalah orang altruisme itu tidak salah. Sebaliknya atas manusia yang tidak ingin ada kontradiktif, kesalahpahaman, dan pertengkaran antar sesama. Maka mereka manusia menjadi budak-budak seterusnya di atas orang aktivis, hanya karena mereka lebih mengedepankan memahami dan mengerti. Dari pada menjadi orang yang bersikap semaunya tanpa timbal balik mengetahui. saya secara pribadi sangat-sangat berterimakasih, memberi apresiasi, dan menjunjung tinggi manusia yang bermartabat. Rela mengambil sikap seperti ini, meskipun ada banyak orang yang tidak terlalu suka dengan tindakan macam ini.

   HUMANISME, Manusia memanusiakan Manusia

   

   

   


   


Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun