Mohon tunggu...
Santiswari
Santiswari Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger | Pemerhati Transportasi Kereta

Bukit tinggi kota idaman ~

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pensiunan Aparatur Sipil Negara Jangan Asal Klaim Tanah Milik Negara

24 Juli 2018   13:25 Diperbarui: 24 Juli 2018   14:00 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PT. KAI (Persero) kembali berurusan dengan pihak yang lagi-lagi berusaha menyerobot aset negara. Mereka adalah ratusan pensiunan pegawai PT. KAI (Persero) yang sudah puluhan tahun menempati lahan milik perusahaan transportasi tersebut. Lahan tersebut terletak di tujuh daerah yang meliputi Jalan Bima, Jalan Jatayu, Jalan Kiaracondong, Jalan Buah Batu, Jalan Teluk Buyung, Jalan Garuda, Jalan Rajawali, Jalan Rakata, Jalan Natuna dan Jalan Jawa.

Pada Jumat lalu (20/7/2018), ratusan pensiunan tersebut menemui Abdul Gafar selaku ketua DPD RI Jawa Barat serta anggota DPD RI lainnya yakni Ayi Hambali untuk menyampaikan keluhan mereka dan berharap mendapat pertolongan atas masalah mereka. Mereka merasa haknya tidak dipenuhi oleh pemerintah dan ingin memperjuangkan aspirasi mereka. Mereka juga menginginkan adanya kepastian hukum mengenai pemilik lahan yang ditinggalinya selama puluhan tahun.

Menanggapi keluhan tersebut, Abdul Gafar mengatakan bahwa DPD RI akan mengecek status tanah tersebut terlebih dahulu karena lahan yang ditempati oleh masyarakat selama puluhan tahun tersebut memang belum jelas status kepemilikannya. Rencananya DPD RI juga akan meminta penjelasan mengenai peralihan status dari Perum Jawatan Kereta Api (PJKA) ke PT. KAI (Persero). Mereka juga akan bertemu pihak BPN untuk memastikan status hukum lahan tersebut.

Baik pihak DPD maupun para pensiunan tidak mengetahui secara pasti tentang kepemilikan tanah tersebut sehingga permintaan mereka tentang hak atas tanah tersebut sangatlah konyol. Pada dasarnya lahan tersebut memang milik PT. KAI (Persero) dengan bukti kepemilikannya yakni Grondkaart. Sayangnya banyak pihak yang mengingkari Grondkaart sebagai bukti kepemilikan, salah satunya adalah anggota DPD RI asal Lampung yakni Andi Surya. Senada dengan kasus di Bandung, Andi Surya juga turut membantu warga Lampung yang sedang bersengketa dengan PT. KAI (Persero). Berbeda dengan Abdul Gafar yang berusaha untuk mencari fakta dan bukti terlebih dahulu, Andi Surya justru meminta warga Lampung untuk bersatu dan membentuk forum.

Ia juga berpendapat bahwa Grondkaart tidak dapat dijadikan sebagai bukti kepemilikan atas lahan negara. Pernyataan salah tersebut sering ia lontarkan kepada media massa maupun dalam kesempatan diskusi. Tindakan tersebut tentu sangat disayangkan karena ia berani mengeluarkan pendapat tanpa melihat sejarah tentang Grondkaart.

Grondkaart memiliki dasar hukum yang kuat yakni Staatsblad van Nederlandsch Indie tahun 1870 nomor 55 tentang Agrarische Wet dan nomor 118 tentang Agrarische Besluit dimana ditegaskan bahwa semua yang dianggap sebagai tanah negara (staatsdomein) dan diperuntukkan untuk fungsi khusus (bestemming) dibuktikan dengan Grondkaart. Adanya surat Menteri Keuangan Nomor B-II/MK.16/1994 tanggal 24 Januri 1995 yang ditujukan kepada kepala BPN juga turut memperkuat Grondkaart.

Dalam surat tersebut terdapat dua poin, pertama berbunyi tanah-tanah yang diuraikan dalam Grondkaart pada dasarnya merupakan kekayaan negara yang dipisahkan sebagai aktiva tetap Perumka. Berkenaan dengan hal itu maka tanah-tanah tersebut perlu dimantapkan statusnya menjadi milik atau kekayaan Perumka. Poin kedua menyatakan terhadap tanah perumka yang diduduki pihak lain yang tidak berdasarkan kerjasama dengan Perumka, suapaya tidak menerbitkan sertifikat atas nama pihak lain apabila tidak ada izin atau persetujuan dari Menteri Keuangan.

Mari menjadi warga negara yang bertanggungjawab untuk hal-hal kecil. Pengambil alihan hak yang bukan semestinya akan berdampak buruk pada kemajuan bangsa negara apalagi sebagai mantan aparatur sipil negara maupun sebagai wakil rakyat harus bijak didalam berbuat agar tidak menjadi contoh yang buruk bagi yang lain.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun