Mohon tunggu...
Santi Titik Lestari
Santi Titik Lestari Mohon Tunggu... Penulis - Mari menulis!!

Menulis untuk mengawetkan ide dan berbagi ....

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menciptakan Budaya "Tidak Menyalahkan"

23 November 2019   12:56 Diperbarui: 23 November 2019   12:56 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Ketika hidup berdampingan dengan orang lain, pasti kita akan membina relasi, meski kualitas relasi tidak selalu sama. Ada orang-orang yang mudah membangun relasi dengan banyak , dan mng. Namun, ada pula yang sangat Namun, pulit untuk bisa memulai suatu relasi ketika bercakapmasalah dalam berelasibertemu dengan seseorang.

Kali ini, penulis ingin berbagi mengenai salah satu aspek dalam relasi. Baik di tempat kerja, keluarga, lingkungan masyarakat, media sosial, maupun komunitas-komunitas lain yang kita ikuti, kita perlu memiliki keterampilan dalam berelasi. Salah satunya adalah keterampilan menciptakan budaya "tidak menyalahkan". Tujuannya untuk menjaga relasi tetap sehat ketika ada konflik, kegagalan, bahkan perselisihan.

Diakui atau tidak, pasti kita pernah mengalami masalah dalam berelasi, dan masalah ini bisa disebabkan oleh banyak faktor. Namun, penulis tidak akan membahas faktor-faktor penyebab masalah dalam berelasi, melainkan akan berbagi hal-hal praktis yang bisa dilakukan untuk menjaga relasi tetap sehat di tengah-tengah kondisi yang tidak menyenangkan atau sedang ada masalah.

1. Berani Bertanggung Jawab terhadap Orang Lain

Setiap orang bertanggung jawab akan kehidupan dirinya sendiri dan orang lain. Bukan berarti kita bertanggung jawab sepenuhnya atas diri orang lain, melainkan kita punya andil pada bagian-bagian tertentu yang memang kita ditempatkan di sana, berdasar relasi yang membentuknya. Misalnya dalam dunia kerja. Ketika melihat ada kesalahan atau kegagalan yang diperbuat oleh rekan kerja kita, kita jangan langsung menghakiminya atau mendiskreditkannya karena kegagalan tersebut.

Namun, kita memiliki tanggung jawab untuk memotivasi rekan kerja kita supaya tidak terlarut dalam kesedihan atau kekecewaan. Sekalipun memang ada kesalahan yang diperbuat, jangan langsung menyerang pribadinya. Namun, kita bisa melihat (mengecek) tentang cara kerjanya, sistem yang dipakai, bahkan bisa ke data atau sumber bahannya, dan hal-hal lain yang menjadi unsur dari proses pengerjaan atau pekerjaan itu sendiri.

Jika kita (dan bisa bersama rekan kerja yang lain) sudah menemukan sumber masalahnya, segera dibenahi dan terus didukung untuk bisa kembali bekerja dengan baik.

2. Menciptakan Budaya "Tidak Menyalahkan"

Ketika dengan gampang seseorang menunjuk si A, si B, si C atas suatu kegagalan atau kesalahan yang sedang terjadi, berarti orang tersebut termasuk orang yang bergaya hidup suka menyalahkan. Biasanya, hal ini dilakukan supaya dirinya tidak disalahkan terlebih dahulu. Kebiasaan menunjuk orang lain ketika ada kesalahan yang terjadi memumpuk budaya yang tidak sehat dalam bekerja.

Ketika ada rekan kerja yang melakukan kesalahan, kita wajib untuk merespons kesalahannya dengan cara yang bijaksana. Kita bisa bersimpati dan mendekati dia untuk memberi motivasi dan semangat. Keadaan seperti ini bisa menjadi kesempatan bagi kita untuk belajar menciptakan budaya "tidak menyalahkan" dan mengisi kesempatan ini dengan menanamkan nilai-nilai kerja yang baik, dengan membangun kepercayaan dirinya untuk mau bangkit dan mencoba lagi.

3. Miliki Tolerasi yang Benar

Yang namanya berbuat salah tentu ada konsekuensinya. Meskipun kita berusaha untuk menciptakan budaya "tidak menyalahkan", bukan berarti kita bertoleransi terhadap kesalahan atau kegagalan itu sendiri. Kita harus memiliki toleransi yang benar. Jika rekan kerja kita berbuat kesalahan, kita memang punya tanggung jawab untuk menolongnya dengan cara yang benar supaya kesalahan itu tidak terjadi lagi dan rekan kerja kita tetap memiliki moral dan tanggung jawab dalam bekerja.

Namun, apabila suatu ketika kesalahan itu masih dilakukan lagi dan lagi, nah batasan toleransi harus diperhitungkan. Toleransi itu baik, tetapi juga harus ada batasannya. Jangan sampai toleransi malah membuat seseorang tidak mau belajar dari kesalahan dan tidak mau berubah menjadi lebih baik.

4. Tetap Pentingkan Relasi ketika Ada Masalah

Relasi itu penting. Tanpa relasi, kita akan mengalami kesulitan dalam bekerja, mencapai sesuatu, dan perkembangan aspek-aspek hidup lainnya akan menjadi lambat. Karena itu, ketika ada perselisihan, gesekan dalam bekerja, kegagalan dalam suatu proyek, kesalahan yang tidak disengaja, dan lain-lain, kita harus belajar mementingkan relasi. Memang tidak mudah, tetapi bisa diusahakan.

Sering kali, menjadi lebih mudah bagi kita untuk bisa berdamai dengan masalah atau situasi yang ruwet dengan cara memutuskan relasi dengan orang yang bersangkutan. Kita menganggap cara ini lebih membuat beban kita banyak berkurang karena kita tidak lagi memikirkan orangnya.

Memang sepertinya lebih baik dan menyenangkan bagi kita, tetapi secara rohani kita kurang bisa memenuhi tanggung jawab kita. Meski kesannya kita punya hak untuk memutuskan relasi karena kita merasa dirugikan atau disakiti, tetapi secara tidak langsung kita masih membudayakan "budaya menyalahkan". Karena itu, ketika kita berusaha untuk tetap mementingkan relasi dalam suatu kondisi yang tidak menyenangkan sekalipun, itu menjadi salah satu cara untuk menciptakan budaya "tidak menyalahkan". Bisa jadi kita tidak lagi bekerja bersama, tetapi relasi dengan rekan kerja kita tetap terjalin dan kita masih berkesempatan untuk menolongnya.

Mari kita mencoba dan terus berusaha ....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun