Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ada Apa dengan Independen?

26 Juni 2016   09:18 Diperbarui: 26 Juni 2016   09:30 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Semua polemik yang mengiringi PilGub DKI 2017 hanya disebabkan oleh kata "independen" dan saat ini yang bersangkutan sedang ramai dibicarakan adalah Basuki Tjahaja Purnama atau lebih akrab disapa Ahok. Publik seolah dipertontonkan sebuah sinetron dan semenjak tayang pada akhir tahun 2015 lalu rating sinetron berjudul PilGub DKI 2017 selalu tinggi, semua media bahkan lingkup Kompasiana pun setia menyimaknya. Apalagi ketika seri terakhir mengenai aliran dana 30 milliar ke Teman Ahok dan dugaan kecurangan yang Teman Ahok lakukan dalam mengumpulkan KTP dukungan pasangan independen Ahok - Heru, sontak atmosfer PilGub DKI 2017 kembali bergejolak.

Dari penalaran Penulis semua polemik ini kata kuncinya ada pada independen yaitu menyangkut keputusan Ahok mengambil jalur independen, pertanyaannya mengapa dan kenapa? Mohon maaf sebelumnya Penulis mengingatkan bahwa artikel ini hanyalah sebatas opini sehingga diharapkan jangan dianggap terlalu serius maupun dibawa baper. Dari apa yang Penulis amati bahwa setiap keputuan pastinya memiliki alasan begitupun langkah yang Ahok ambil menjelang PilGub DKI 2017.

Menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2014 menggantikan posisi Jokowi, tidak dapat disangkal bahwa dahulunya Jokowi dan Ahok adalah hasil kolaborasi dua partai yaitu PDIP dan Gerindra. Seiring naiknya posisi Jokowi menjadi Presiden Republik Indonesia maka posisi Ahok yang sebelumnya Wakil Gubernur naik (de jure) dan posisi wakil digantikan oleh Djarot Saiful Hidayat yang diusung oleh PDIP. Secara kasat mata publik sedang melihat adanya pergantian posisi akan siapa partai yang lebih dominan. Seiring perjalanan karir Ahok sebagai, hubungannya dengan dengan partai Gerindra pupus diakibatkan beragam alasan dan Ahok memutuskan keluar dari keanggotaan partai serta konsisten tidak akan masuk ke partai lain hingga masa jabatannya selesai.

Dengan demikian pondasi yang Ahok miliki saat ini adalah rakyat khususnya warga Jakarta, sebagaimana rasa percaya masyarakat kepada dirinya ia berusaha balas dengan kinerja membangun agar Jakarta lebih baik. Namun pondasi yang dimiliki Ahok tidaklah cukup bagi partai politik dimana umum sebagai partai akan mengusung kadernya sebagai calon, apalagi sampai meproklamirkan diri sebagai Gubernur tentu hal yang mustahil karena Ahok bukanlah siapa-siapanya partai maka tak ada cara lain selain mengambil langkah maju melalui jalur independen dan berharap ada partai yang ikut mensupportnya.

Keputusan yang Ahok buat tentunya sudah lebih dahulu diperhitungkan dengan matang, bermodal pamor nama tentu tidaklah cukup terlebih mayoritas warga Jakarta adalah kumpulan pribadi terdidik dan kritis. Warga Jakarta sudah jenuh dengan sosok-sosok pemimpin yang hanya gemar pencitraan tanpa hasil, makan gaji buta tetapi Jakarta tanpa ada perubahan selain sesak oleh padatnya kendaraan bermotor dan bangunan pencakar langit.

Keputusan Ahok tersebut bisa jadi dianggap pengkhianatan maupun ancaman bagi partai. Pengkhianatan dikarenakan tingginya elektabilitas Ahok seolah menggambarkan minimnya kepercayaan publik terhadap partai, sedangkan ancaman mengartikan jika Ahok benar-benar disokong oleh rakyat maka PilGub DKI 2017 bagi partai pesaing hanya tinggal kenangan. Oleh karena itulah bermunculan upaya-upaya "menjatuhkan" sebagai cerminan tidak sehatnya politik di Indonesia.

Kita ketahui bahwa DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan bisnis, namun dibalik itu kiranya Jakarta punya nilai lebih bahkan tercatat dalam sejarah baru seorang Gubernur dapat menjadi Presiden. Level yang Jakarta miliki kini sudah lompat berpuluh-puluh tingkat, berkali-kali lipat mahalnya, dan beragam cara menggapainya. Kini nasib Jakarta ditangan warganya, akan dibawa kemana? Saran Penulis, bijaklah memilah informasi dan pandai-pandailah memilih pemimpin. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun