Sampai pada akhirnya, pihak Xiaomi menjelaskan bahwa Redmi Note 10 dan Redmi Note 10 Pro menggunakan layar Super Amoled. Maka timbul pertanyaan, kalau memang gunakan layar "Super Amoled", lantas mengapa Xiaomi hanya menggunakan tagar "JawaranyaAmoled" saja? Apakah cukup jawaban agar tagarnya tidak kepanjangan?
Dalam kaitan apa yang terjadi, mayoritas orang akan beranggapan bahwa hal itu merupakan bentuk dari "gimmick" dalam strategi marketing.
Gimmick adalah istilah umum yang merujuk kepada pemanfaatan kemasan, tampilan, alat tiruan, serangkaian adegan untuk mengelabui, memberikan kejutan, menciptakan suatu suasana, atau meyakinkan orang lain.
Dari makna kata diatas Penulis yakin Anda-anda paham akan apa tujuan akhirnya, yaitu untuk semakin meningkatkan penjualan.
Kembali kepada tautan yang membuat Bos Xiaomi gerah ini, Penulis melihat apa yang Infinix lakukan tidak perlu ditanggapi secara serius. Terkecuali Xiaomi memang berpandangan bahwa Infinix sebagai kompetitor sepadan.
Apakah yang Infinix lakukan dapat dikategorikan sebagai "misleading information" atau informasi menyesatkan? Penulis nilai belum tentu.
Kenapa begitu? Bagi kami yang bergelut di dunia marketing, hal-hal yang marketing kompetitor lakukan harus terlebih dahulu dikaji apakah betul-betul mempengaruhi tingginya penjualan produk.Â
Dalam kasus ini, kami akan melihat terlebih dahulu apakah apa yang Infinix lakukan akan mempengaruhi penjualan Redmi 9T dalam kurun waktu tertentu, apakah dengan apa yang Infinix lakukan seketika calon konsumen beralih merk, dan lain-lain.
Dari apa yang Penulis analisis terhadap tensi tinggi antara brand atau kompetitor membuktikan bahwa atmosfer yang terjadi menjurus kepada "mutual marketing".
Penulis tidak akan menjelaskan apa itu mutual marketing, tetapi Penulis akan menggambarkan sebuah proses mutual marketing yang sangat fenomenal dan terjadi sampai detik ini.
Bagi Anda-anda penggemar dunia teknologi dan gadged kiranya sudah sangat hafal akan persaingan antara Samsung dan Apple bukan.