Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Sengkarut BPJS Kesehatan, Langkah "Sudden Death" Jokowi

15 Mei 2020   08:36 Diperbarui: 15 Mei 2020   10:01 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo (Tribunnews)

Sebagai penerus tongkat estafet kepemimpinan, setelah dilantik maka Presiden Jokowi wajib menjalankan amanah yang tertuang dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dimana bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang layak kepada masyarakat baik kepada setiap orang yang telah membayar iuran maupun iurannya dibayar oleh pemerintah.

Bilamana kita telaah seksama maka bisa kita lihat bahwasanya maksud dari SJSN ini baik. Bertajuk "dengan gotong royong semua tertolong", program JKN berupaya mengedukasi warga khususnya kepada mereka yang masuk golongan mampu untuk saling membantu sesama agar mendapatkan akses layanan kesehatan yang layak. 

Sebagai contoh anggaplah pasien cuci darah yang masuk sebagai peserta JKN-KIS. Jika tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan, kiranya berapa nominal besaran biaya yang dikenakan kepada mereka selaku individu? Dengan masuk sebagai peserta JKN-KIS maka sejatinya biaya berobat mereka ditanggung bersama atau dibantu melalui akumulasi iuran-iuran peserta JKN-KIS yang sehat.

Namun dalam perjalanannya, pelaksanaan program JKN ini mengalami kendala dikarenakan minimnya manajemen resiko.

Kenapa Penulis bisa katakan minimnya manajemen resiko? Sebagaimana disebutkan, dalam konteks "mandatory" maka sistem asuransi kesehatan sosial ini bersifat wajib baik dilaksanakan oleh pemerintah tetapi juga diwajibkan pula bagi setiap warga Indonesia. Dalam cakupannya bisa kita lihat dalam data kepesertaan BPJS Kesehatan tercatat per 27 Desember 2019 telah mencapai 224,1 juta atau 83% dari total 269 juta jiwa penduduk Indonesia.

Dari besaran 83% itu ada besaran biaya peserta yang pemerintah tanggung. Namun permasalahan utamanya ialah resiko gagal bayar iuran oleh peserta berpenghasilan atau golongan mampu. Alhasil dari beberapa kasus yang pernah terjadi, pemerintah harus turun tangan guna menambal defisit yang dialami oleh BPJS Kesehatan.

Padahal dalam kapasitasnya, langkah penambalan defisit itu seharusnya langkah terakhir yang musti pemerintah lakukan. Dimana opsi pertama dan kedua sebetulnya ialah efisiensi baik internal dan eksternal dari sistem JKN dan lingkup BPSJ Kesehatan, barulah kenaikan iuran peserta.

Pada hakikatnya tujuan pemerintah menambal defisit BPJS Kesehatan ialah bertujuan agar program JKN-KIS dapat berjalan dan layanan kesehatan dapat dinikmati oleh setiap warga. Dilain sisi pula memberikan waktu kepada BPJS Kesehatan untuk mencari solusi agar dapat mengelola keuangan mereka dengan baik.

Dari sini mungkin kita semua bisa membaca, bahwasanya solusi akhir untuk menyelamatkan BPJS Kesehatan ialah dengan menaikkan iuran. Boleh jadi keputusan tersebut ditentang banyak kalangan dan sempat dibatalkan oleh MA, akan tetapi di situasi sulit seperti saat ini dimana pemerintah juga sedang fokus menangani pandemi Corona maka kenaikan iuran BPJS adalah jalan satu-satunya.

Penulis beri gambaran. Dengan cakupan kondisi normal saja atau sebelum pandemi, BPJS Kesehatan menghadapi resiko gagal bayar iuran oleh peserta. Bagaimana lagi dengan kondisi pandemi Corona seperti sekarang dikala persentase resiko gagal bayar iuran peserta semakin tinggi. Lantas berapa triliun lagi yang pemerintah harus gelontorkan?

Lalu apa kesimpulannya? Pada inti poinnya sengkarut prihal BPJS Kesehatan ini lebih tepatnya ditenggarai oleh permasalahan minimnya rasa empati yang terjadi di masyarakat dalam membantu sesama. Tidak mengherankan bilamana ada permasalahan resiko gagal bayar iuran. Tidak mengherankan banyak yang teriak bilamana iuran BPJS Kesehatan dinaikkan. Sedangkan opsi turun kelas semisal ke kelas 3 masih memungkinkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun