Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Patuh kepada Ulil Amri

8 Mei 2019   13:37 Diperbarui: 9 Mei 2019   19:27 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Patuh Kepada Ulil Amri (learniseasy)

Apa sich yang dimaksud dengan Ulil Amri? Dalam istilah Islam, Ulil Amri berarti seseorang atau sekelompok orang yang mengurus kepentingan-kepentingan umat. Ketaatan kepada Ulil Amri (pemimpin) merupakan suatu kewajiban umat, selama tidak bertentangan dengan nash yang zahir (iman atau akidah). Adapun masalah ibadah, maka semua persoalan haruslah didasarkan kepada ketentuan Allah subhana wa ta'ala dan Rasul-Nya.

Berbicara mengenai pemimpin dalam Islam apabila terperinci maka akan luar biasa luasnya. Namun secara jelas sebagaimana dijabarkan dalam hadist riwayat Muslim maupun Bukhari bahwa setiap manusia adalah pemimpin dan masing-masing akan dimintai pertanggungjawabannya kelak oleh Allah subhana wa ta'ala.

Prihal pemimpin ini pun apabila Penulis tidak salah ingat pernah Penulis bahas dalam artikel Kompasiana. Bahwa konteks sebagai pemimpin lingkup yang paling kecil adalah pribadi dan semakin tinggi ia maka semakin besar tanggungjawabnya.

Sebagai Ulil Amri maka konotasinya mencakup yang lebih besar tanggungjawabnya karena cakupannya adalah umat atau secara awam disebut rakyat. Membahas rakyat maka otomatis kita akan berbicara mengenai negara, dan itu pun menurut Penulis masih terlalu luas. Oleh karena itu memperkecil skala penulisan mengenai Ulil Amri ini dalam kapasitas hidup berumahtangga yaitu hubungan antara suami dan istri.

Dalam hal berumahtangga maka jelas bahwa ada dua pemimpin disana, suami sebagai pemimpin "keluarga" dan istri sebagai pemimpin "rumah tangga". Konsepnya memang sama-sama pemimpin namun kedudukan suami secara kodrat lebih tinggi, karena suami adalah imam bagi keluarganya dan suami secara tanggungjawab pun jauh lebih besar (nasib keluarga baik dunia dan akhirat). Wajar bilamana ada perintah sebagai istri wajib patuh kepada suaminya, selama tidak mengarah kepada kemaksiatan.

Pertanyaannya adalah mengapa sebagai istri wajib patuh kepada suami? Secara sederhana kita boleh saja menjawab, ya memang sudah perintahNya demikian. Tetapi jika dipandang secara logika tentu ada sebab musabab dibalik anjuran tersebut.

Penulis akan berikan gambaran. Contoh kecilnya saja prihal istri ingin mencari nafkah tetapi dilarang atau tidak mendapat izin suami. Secara nalar tentu seperti tidak ada yang salah dengan istri mencari nafkah, toh itu hal yang lumrah bahkan kalau dibilang dapat membantu biaya hidup keluarga. 

Namun dalam konteks agama Islam, tidak adanya izin dari suami maka apa yang dilakukan istri tidak barokah (tidak baik) dan dapat menimbulkan perkara selayaknya pula menggambarkan istri yang tidak pada suaminya (pemimpin keluarga) maka dapat dikategorikan sebagai istri yang durhaka.

Perkara yang seperti apa? Tidak adanya izin suami bisa saja menimbulkan konflik diantara suami dan istri. Suami berpandangan istri cukup fokus mengurus rumah tangga dan anak karena sudah menjadi tugas wajib suami mencari nafkah dan dari nafkah tersebut kebutuhan hidup keluarga masih terpenuhi, sedangkan istri besikukuh ingin mencari nafkah dan tidak ingin dikekang dalam rumah. Alhasil konflik berkepanjangan menimbulkan perkara yang lebih besar, seperti pertengkaran, KDRT, perceraian, dan lain sebagainya.

Selayaknya patuh kepada pemimpin adalah hal yang wajib umat lakukan sekalipun pemimpin itu berbuat dzalim (tidak adil). Dalam pengertian seperti ini, boleh saja anda suka ataupun tidak suka dengan pemimpin tetapi jangan hal tersebut mempengaruhi keimanan anda untuk memberontak atau melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah subhana wa ta'ala. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun