Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bobroknya Mutu Pertelevisian dan KPI yang Kurang Peka

21 Januari 2019   10:29 Diperbarui: 21 Januari 2019   10:49 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anda tentu ingat prihal penghentian sebuah iklan e-commerce Shopee menjelang akhir tahun 2018 lalu. Menindaklanjuti petisi online yang dibuat oleh seorang warganet  Maimon Herawati, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) segera melayangkan surat peringatan kepada 11 stasiun TV berisikan larangan penayangan iklan Shopee bertajuk "Shopee Road to 12.12 Birthday Sales" yang dibintangi Girl Pop Band ternama asal Korea Blackpink karena berpotensi bertentangan dengan norma kesopanan yang dianut oleh masyarakat Indonesia secara umum.

Sontak pemberhentian iklan tersebut menuai pro-kontra di masyarakat. Ada yang menanggapi iklan tersebut memang melebihi batas kesopanan, namun di lain pihak tak sedikit pula masyarakat yang memaklumi Girl Pop Band Korea tersebut yang cenderung minim, seksi, dan glamor dalam setiap penampilannya.

Diluar pro kontra yang terjadi prihal iklan Shopee. KPI sebagai lembaga pengawas penyiaran (televisi dan radio) pun untuk kesekian kalinya kanal media sosial jadi sasaran tembak kekesalan masyarakat yang dinilai tidak profesional dalam menjalankan tugasnya. Mereka mengecam KPI yang seolah tutup mata dengan bobroknya kualitas pertelevisian nasional dimana banyak program tayangan yang tidak menyehatkan dapat dengan bebas bergentayangan. 

Apa yang dikeluhkan oleh sebagian masyarakat menurut pandangan Penulis memang wajar. Secara real memang kualitas pertelevisian nasional sudah sangat-sangat memprihatinkan jauh dari konteks informatif, menghibur, mendidik, dan bermartabat. Sebagai gambaran porsi program tayangan hiburan anak-anak yang sediakalanya hadir di akhir pekan dari pagi hingga tengah hari pun lambat laun berkurang. Di balik kefenomenalan industri gadget mobile, khususnya perangkat televisi tidak lagi dipandang sebagai media yang (memfasilitasi) menghibur.

KPI seolah tidak peka dengan membiarkan program tayangan tidak bermutu seperti program infotainment yang gemar menggembar-gemborkan aib ketimbang prestasi, sinetron-sinetron yang jalan ceritanya berlebihan dan melewati batas nalar, reality show yang jauh dari norma-norma yang berlaku di masyarakat, dan lain-lain sebagainya.

Bahkan yang lebih miris lagi, menurut Penulis beberapa stasiun televisi sudah overdosis dalam mengkomersialkan program tayangan yang mereka siarkan dimana setengah porsi program berisikan iklan-iklan yang membosankan. Para pengiklan pun seolah tak mempedulikan program tayangan yang mereka support, latar belakang tingginya rating program (layaknya penonton diminta berjoget ria sampai larut malam) hanya menjadi patokan agar produknya dikenal luas masyarakat dan laku di pasaran.

Tentu hal ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, ranah pertelevisian seharusnya jangan sampai kehilangan martabatnya. Era digitalisasi memang menciptakan terjadinya pergeseran runutan dimana sebelumnya televisi dan radio menjadi primadona kini seakan ditinggalkan. 

Namun demikian kedua kanal tersebut merupakan kanal yang seratus persen dapat diawasi ketimbang kanal digital yang dapat disusupi informasi bohong maupun konten bermuatan negatif. KPI seharusnya dapat lebih pro aktif dalam memperbaiki kualitas pertelevisian nasional melalui masukan-masukan yang setiap hari masyarakat sampaikan melalui kanal aduan maupun indepedensi profesional mereka selaku lembaga pengawas dan jangan hanya gertak sambal dengan melayangkan teguran semata. Masyarakat sudah letih terhadap bobroknya kualitas pertelevisian, KPI lebih peka (pedulilah) kepada kami. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun