Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Apakah Kompas Kepribadian Anda Rusak?

10 Oktober 2018   14:45 Diperbarui: 10 Oktober 2018   20:45 2894
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Broken Compass (dheerajsinha)

Coba apakah anda sering memperhatikan mereka yang senang berswafoto ketika mengunjungi keluarga atau kerabat yang sedang dirawat di Rumah sakit? Penulis yakin anda-anda sudah terbiasa melihat hal ini, bahkan mungkin juga turut serta melakukannya.

Dikala dahulu menjenguk kerabat di Rumah Sakit menjadi sesuatu yang umum, maka di era zaman now orang akan memadukan menjenguk berikut berswafoto dengan kerabat yang sakit.

Tujuan berswafoto tidak lebih upaya orang menjenguk bersimpati kepada kerabatnya atau untuk memberikan dukungan moral agar kerabatnya dapat segera sehat kembali. Acapkali mereka yang melakukan ini mempublikasi hasil swafoto disertai support berupa doa.

Secara nalar boleh apa yang diatas dapat dikata semua nampak normal dan lumrah dipadukan dengan kondisi dan situasi saat itu serta zaman now. Namun akan berbeda bilamana dipadukan kondisi yang lebih memprihatinkan dimana kerabat yang sedang dijenguk dalam keadaan sekarat (antara hidup dan mati).

Maka pertanyaannya apakah pantas kita berswafoto disaat kondisi demikian? Dimana rasa empati pribadi ketika orang lain sedang diambang hidup dan kematian? Dimana rasa empati pribadi ketika keluarga kerabat yang bersedih justru kita dengan ceria berswafoto?

Di mana rasa empati pribadi dimana ketika orang lain sedang mengalami kesusahan kita justru berupaya menarik simpati orang lain (menunjukkan bahwa pribadi seolah peduli) dengan mempublikasi hasil swafoto tersebut (derita yang kerabat alami) di medsos?

Anehnya banyak yang tidak sadar bahwa apa yang sedang dilakukannya itu adalah salah besar. Memadukan berswafoto disaat orang sekarat sama saja memperlihatkan bahwa nalar anda sedang bermasalah.

Pada saat itu anda tidak bisa memposisikan apa tindakan benar yang dapat dilakukan. Bukankah ada hal yang lebih baik dilakukan ketimbang berswafoto, semisal mengalihkan perhatian dengan cara berdoa meminta pertolongan Allah?

Jadi pada kesimpulannya, pada hakikatnya simpati dan empati merupakan tindakan responsif pribadi terhadap keadaan pada saat itu (present) atau pada saat kejadian. Namun ketika simpati dan empati tersebut dipadukan dengan upaya publikasi ke muka umum (dalam upaya agar disanjung dan diperhatikan oleh orang lain), maka hal itu menandakan bahwa kompas kepribadian anda sedang sakit dan anda membutuhkan pertolongan psikiater. 

Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun