Sudahkah anda menonton film The Post? Film ini merupakan arahan sutradara ternama Steven Spielberg yang di adaptasi dari kisah nyata harian The Washington Post sekitar tahun 1960-an.Â
Berceritakan Katherine Graham (Merly Streep) sebagai pemilik The Washington Post dan dibantu oleh kepala editor Ben Bradlee (Tom Hanks) serta rekan lainnya bersama-sama menjadi pionir bangkitnya kebebasan pers dalam mengungkap skandal The Pentagon Papers.Â
Sebuah skandal yang sangat menghebohkan di negeri Paman Sam kala itu dimana membahas keterlibatan Amerika dalam perang Vietnam dan menggiring segelintir pejabat dalam pemerintahan.
Sebelum skandal Pentagon Papers itu tersebar ke publik oleh media, Katherine dan Ben mengalami beragam kendala. Sebagai tokoh terpandang, Katherine sangatlah dihormati dan disegani.Â
Posisinya sebagai pemilik The Washington Post (perusahaan yang dibangun oleh ayah-nya dan sebelumnya dipimpin oleh mendiang suaminya) punya banyak pengaruh dan memudahkannya bergaul dengan orang-orang penting tak terkecuali dalam pemerintahan.Â
Situasi ini menjadikan dilema bagi Katherine tatkala The Washington Post juga sedang menguatkan pondasi perusahaan dengan masuk ke bursa saham, namun Ben Bradlee melalui asisten editor Ben Bagdikian kekeuh berupaya mempublikasi dokumen rahasia terkait skandal Pentagon Papers.
Alhasil dibalik keraguan dan rancu, Katherine dengan bulat sepakat untuk mempublikasi dokumen rahasia tersebut ke publik dengan dalih kebebasan pers serta media berfungsi untuk mengungkapkan fakta dan kebenaran. Langkah yang idealisme The Washington Post pun diikuti oleh harian koran lainnya dan mengungkap terbongkarnya skandal Pentagon Papers.
Apa yang coba dibahas dalam film dengan durasi 2 jam ini memang sangatlah menarik, walau saat ini era media cetak telah memudar dan mulai tergantikan akan tetapi film tersebut seolah menggambarkan realita dibalik bisnis media.Â
Keberadaan orang-orang penting di sekitar media merupakan mutlak sebuah keniscayaan, segelintir orang-orang penting bukan saja bermanfaat pada kestabilan bisnis media tetapi juga memudahkan akses bagi media dalam mencari informasi sebanyak-banyaknya sebagai sumber nafkahnya
Tentu pertanyaannya sekarang adalah apakah di zaman now ini masih ada media yang mengagungkan idealisme layaknya apa yang The Washington Post lakukan?
Merujuk pada realita yang terjadi di Indonesia bisa dikatakan idealisme media-media yang ada terpantau samar. Hal ini didasari walau akses informasi lebih mudah dan cepat berkat hadirnya internet akan tetapi publik sulit sekali sekarang ini membedakan antara mana benar dan direkayasa.