Lucu, apa yang terjadi sangatlah lucu. Pidato Anies Baswedan usai pelantikannya menjadi Gubernur DKI Jakarta jangka waktu 5 tahun kedepan mengundang kontroversi. Secara utuh berdasarkan penafsiran yang Penulis terima pidato Anies memiliki kontekstual yang baik, hanya saja dari pandangan Penulis pidato Anies yang sampaikan dimana terdapat pesan tersirat didalamnya mengundang interpretasi yang majemuk dan terlalu beresiko dengan menggunakan istilah "pribumi".
Lalu pertanyaannya adalah salahkah Anies Baswedan dengan pidatonya tersebut? Sebenarnya tidak ada yang salah mengenainya, hanya saja Anies kurang berhati-hati (dari apa yang Penulis tafsirkan) dalam menyampaikan makna dari pembaharuan akan adanya pergantian kepemimpinan dari pemimpin DKI Jakarta yang dahulu (Ahok-Djarot) kepada dirinya. Relevansi dari masa kolonialisme dimana Jakarta sebagai kota yang paling terkena imbasnya walau dinyatakan sesuai dengan perjalanan sejarah bangsa juga berkesan kurang elok, dimana seperti menunjukkan kepemimpinan sebelumnya tidak baik dan menunjukkan (ego) dirinya dengan istilah "pribumi" akan lebih baik.
Diluar hal tersebut pun, sepengetahuan Penulis bahwa Indonesia menganut sistem kewarganegaraan "isu sanguinis" (asas keturunan atau pertalian darah) yaitu hak kewarganegaraan yang diperoleh seseorang berdasarkan kewarganegaraan ayah atau ibu biologisnya dan tidak menganut kewarganegaraan ganda maupun non-kewarganegaraan. Istilah pribumi maupun non pribumi akan terasa janggal manakala negeri yang sudah merdeka 72 tahun lamanya masih saja mempeributkan asal muasal atau dari keturunan apa seseorang.
Kejadian seperti ini seharusnya baik Anies dan Sandi sudah wanti-wanti sejak lama, diluar faktor pasca Pilgub DKI Jakarta 2017 yang panas lalu bahwa tindak tanduk mereka berdua akan menjadi sorotan media maupun publik. Kemudian Anies dan Sandi pun seharusnya paham karakteristik publik saat ini (tidak hanya lingkup masyarakat Jakarta) yang begitu kritis serta bagaimana mudahnya informasi tersalurkan dengan berkembangnya teknologi.
Menurut hemat Penulis, ketimbang menggunakan makna tersirat akan lebih baik jika Anies dalam menyampaikan segala sesuatu secara tersurat agar mudah dipahami dan tidak terjadi mispresentasi yang menimbulkan polemik. Sejatinya seorang pemimpin yang dipandang memiliki latar belakang terpelajar, Anies seharusnya mampu menempatkan diri bahwasanya ia kini seorang Gubernur bukanlah seorang Dosen. Seseorang yang mampu merangkul segala kalangan, seseorang yang mampu mempersatukan, seseorang yang mampu mengutarakan sesuatu secara universal agar warganya paham apa yang ditujukan.
Semoga ada hikmah yang bisa kita dapatkan dari kejadian ini. Dan sebaiknya pula polemik pidato ini segera diakhiri agar tidak meruncing kemana-mana. Jangan sampai terjadi kekonyolan berikutnya, anggaplah ini sebuah pembelajaran berharga dan jangan menjadi mahal dikarenakan timbul perpecahan kembali hanya karena sebuah kata. Masih banyak pekerjaan rumah (Jakarta) menanti, mari bersatu bahu membahu membangun Jakarta, mari tingkatkan kedisiplinan agar Jakarta lebih teratur, dan mari tingkatkan kepedulian antar sesama. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.