Mohon tunggu...
Sang Santri
Sang Santri Mohon Tunggu... Guru - Santri suka menulis

Menulis sebagai hobi, bermanfaat sebagai harapan, sekses semoga terwujud

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Saya dan Nahwu

10 Desember 2018   06:34 Diperbarui: 10 Desember 2018   06:40 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Saya belajar nahwu sudah sejak kelas 1 mts. Waktu itu yang dibaca nahwu jurumiyah. Awal kelas tiga kitab ini sudahh saya khatamkan. Tapi sayang saya tidak paham sama sekali pembahasan yang ada didalamnya. Yang saya tahu hanya konsep idofah yang dijelaskan guru saya sebagai pergabungan 2 kata yang membuat makna baru. Kepala dan sekolah menjadi kepala sekolah. Penjelasan yang ini saya paham akan tetapi dalam nahwu ada sekian banyak hal yang perlu dipahami yang artinya keilmuan saya waktu itu benar2 nol.

Aliyah saya pindah di sekolah yang lebih bergengsi dalam nahwu sorof. Saya disana punya tekad pula " lulus harus bisa  nahwu shorof, baca kitab,"begitu ucap saya dalam hati. Tujuan ini Membuatku berjuang lebih keras dalam belajar nahwu. Menghafal nadhom gramatikal nahwu dan mendengar dengan sek sama dawuh guru-guru.

Sayangnya saya terlalu tergesa-gesa.  Nahwu yang dipakai di sana terlampau tinggi  untuk saya pahami. Ibnu aqil sebagai materi utama disana bukan lah kitab sembarang kitab. Kitab ini dikaji oleh para murid yang sudah mumpuni karena pembahasannya yang lebih detail dan mengemukakan beberapa pendapat yang berbeda. Saya waktu ituemang sok sokan. 

Karena merasa sudah 3 tahun mondok jadi tak mau lagi jika harus ikut dikelas persiapan. Tekadku memang terkabul. Tapi hasilnya belajar tanpa pondasi  seperti ini membuatku kesulitan dalam memahami ucapan. Guru. Kalaupun paham berikutnya banyak yang cepat terhilang.

Kelas 2 aliyyah semangatku yang membara pudar karna suatu hal. Masa pubertas menuntun saya mencari-cari tambatan hati yang akhirnya membuat saya abai akan pendidikan. Begitu juga didalamnya nahwu. Sepanjang 2 semester pada kelas 2  saya harus menerima kenyataan saya hancur dalam hal akademik. 

Peringkat benar- benar merosot. Membuat saya harus menahan malu menghadapkan nilai didepan orang tua. Dasar, memang selalu wanita racun dunia.

Untung peringkat itu mampu menjadi shock terapis untukku dalam belajar nahwu. Tekat saya membara lebih keras dan langkah saya lebih mantap dari sebelumnya. Saya di kelas tiga beralih ke bangku yang terdepan sebagai wujud semangat belajar nahwu. 

Setiapkali murid lain pergi keluar atau mengobrol diwaktu istirahat saya lebih memilih membaca buku sulamuttashil yangerupakan buku terjemah jawa alfiah ibnu malik. Bukan cuma itu, setelah saya pulang dari sekolah saya juga menambah belajar di diniyyah aekitar jam 2 sampai jam 4 shore. 

Pagipun saya sempatkan ikut ngaji ibnu aqil yang diampu yai aniq nafisah. Wal hasil di kelas tiga ini full 1 tahun itu saya gunakan untuk belajar dan belajar. yang salah satunya adalah nahwu yang menjadi pondasi utama dalam pembelajaran pesantren.

Ada satu moment yang biasa menjadi suatu wahana uji keahlian dalam ilmu kepesantrenan. Termasuk didalamnya nahwu.  seperti tahun2 sebelumnya pondok kami mengadakan bashul masail yang dilakukan hanya ditingkat regional pondok. 

Pada waktu itu para ahli bashul masail mengeluarkan hujjah-hujjahnya dengan nahwu yang  dipraktekkan tertata rapih dan jelas dalam membaca kitab. semua orang diam memperhatikan mereka mengambil panggungnya. 

Sungguh menyedihkan sekali bagi saya karena masih menjadi mereka(yang diam), yang mungkin jika mereka tidak hadirpun tidak ada yang merasa rugi. Itu artinya saya masih harus berusaha lebih giat lagi.

Akhir tahun pun datang alhamdulillah saya lulus agak memuaskan . Namun sayang ketika kembali saya melihat kitab yang hanya sekelas fathul qorib dalam mempraktekkan keilmuan nahwu  untuk membacanya saya masih kesusahan. Tapi  dalam hati saya  tetap bilang "no problem" semangatku masih terus berkobar. 

Selain itu motivasi dari beberapa masyayikh membuatku sudah membulatkan tekad terus menekuni jalan ini(Ilmu pesantren).

.gayung bersambut. Alhamdulillah tahun itu ada program beasiswa dari kemenag jateng untuk mengikuti program baca kitab kuning amsilati. 3 bulan kami disana dan alhamdulilah  pada waktu itulah rangkaian keilmuan nahwu  yang dulu sudah saya pelajari di pondok mulai tersambung. 

Mantul sekali. Amsilati sebenarnya memang hanya teori dasar namun apa yang dipelajari didalamnya sangat menyeluruh sehingga kebingungan yang biasanya dikarenakan tidak kafahnya(menyeluruh) pemahaman itu bisa di atasi

 Setelah selesai program saya mulai berani membaca dengan teori2 nahwunya (karena kalau pakek cara jawa harus memahami betul teori. Perkata harus tau kedudukannya.) Bermodalkan nahwu dan kitab khasiyyahnya secara otodidak saya berhasil membaca sampai selesai bab ubuiyyah. Dan itu tidak dengan terjemah atau makna jembrok. Alhamdulillah. Hal yang luar biasa bagi saya. Dan bagi penggiat nahwu.

Sampai hari ini di uin malang saya mulai merasa dampaknya. Beberapa teman kuliah dan pondok mulai menanyakan masalah nahwunya kesaya. Dipondok yang dulunya saya mencari guru untuk belajar sekarang diminta untuk mengajar di pondok.  

Bashul masail dipondok gading yang dulunya terdiam sekarang mulai berani berhujjah dengan standar nahwu yang diakui dan didengar pula. Padahal Orang ini(yang mereka dengar) adalah orang yang pada 3 tahun yang lalu bisa jadi lebih bodoh timbang mereka. Semoga tulisan ini tidak muncul dari dasar menyombongkan diri.

Dan begitulah, saya kira kejadiannya akan selalu sama. Semua orang yang kalian anggap diatas kalian pasti pernah pada masa tertentu sama tidak mampunya  seperti kalian. Penjuangan yang membuat mereka menderitalah yang membuat mereka pencapai posisinya.

 Sabar dan tidak gampang menyerah adalah senjata yang senantiasa di pegang walaupun menyayat hati. Oleh karena itu saya sarankan Tentukanlah, mulai sekarang dan berlarilah. 

Karena sesungguhnya sampainya orang di roma tidak pernah menghalangi kalian untuk bisa sampai ke tempat yang sama. Jangan merasa kalah atau malah banting stir karena (pasti) ada waktunya kalian sampai pada tingkat itu.

Sayapun sekarang masih terus berjuang. Kejadian tadi yang saya sebutkan bukan lah hal hebat dan masih banyak lagi hal yang bisa saya dapatkan dan saya cita-citakan. 

Saya punya bayak rival dikelas entah pondok atau kuliah atau dengan teman-teman pondokku dirumah.  suatu saat insyaAllah saya akan sampai level mereka. Atau saya lebih berharap bisa melewati mereka.(hehe). Intinya adalah menurutku hanya berlarilah maka kamu akan sampai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun