Pemerintah  menanggung semua biaya pengobatan dan kesehatan warga negara terdengar sangat masuk akal, bagus dan manusiawi. Para politisi, kaum sosialis dan manusia-manusia bermental gratisan terus menuntut agar pemerintah menanggung semua biaya kesehatan masyarakat, bahkan untuk penyakit panu dan kurap sekalipun.Â
Namun sistem ini mempunyai kelemahan yaitu uang yang masuk akan selalu lebih sedikit daripada uang keluar, lebih besar pasak daripada tiang, sehingga selalu terjadi defisit dan pemerintah (baca: pembayar pajak) harus selalu menanggungnya.Â
Silahkan gunakan matematika sederhana, biaya berobat lebih besar daripada iuran yang disetor, seseorang dengan penyakit katastropik akibat menjalani gaya hidup yang buruk bertahun-tahun cukup membayar iuran 80 ribu untuk bulan pertama dan BUMMMMM!!! beberapa bulan berikutnya akan menguras kantong BPJS jutaan rupiah.Â
Dulu untuk mempunyai anak ke 2 saja saya harus berpikir panjang dan menyiapkan diri dengan menabung minimal 20 juta rupiah, untuk mengantisipasi kemungkinan operasi sesar. Sekarang anak ke 4 dan ke 5 dan ke 6 biaya lahir ditanggung BPJS, hallo!!! kemana program KB?Â
Belum lagi orang-orang yang tidak pernah membayar iuran tapi ketika sakit mengakali sistem agar bisa berobat, atau iuran orang "miskin" yang ditanggung pemerintah (baca:pembayar pajak). Orang miskin dalam tanda kutip yaitu orang miskin yang punya rumah, punya motor, punya handphone dan memakai gelang emas (walau imitasi) tapi punya surat sakti yaitu surat keterangan miskin dari Pak Lurah yang kebetulan adalah saudaranya, atau pengangguran yang memang ingin menganggur padahal badannya sehat.
Selain itu, Sistem  BPJS juga memacu fraud ditempat lain yaitu fasilitas kesehatan. Karena tarif pengobatan diatur secara rigid, fasilitas kesehatan berlomba untuk mengakalinya, baik untuk bertahan hidup atau memang karena rakus.Â
Dengan cara memanipulasi proses pengobatan pasien, misalnya dengan memungut biaya tambahan yang tidak seharusnya, Â membayar biaya admin yang tidak perlu, atau tindakan medis yang tidak perlu. Saya tentu tidak mempunyai bukti atas tuduhan diatas, tapi cobalah sesekali dengarkan bisik-bisik tenaga kesehatan yang berhubungan dengan BPJS.Â
Sebagian tindakan tersebut diambil untuk menyelematkan keuangan rumah sakit atau faskes bersangkutan, karena dokter, dan perawat dibayar oleh BPJS dengan tarif terlalu murah. Kuliah lama dan mahal tapi dibayar zonk!!. Bro...! emang kuliah kedokteran engkong loe yang bayar...!!!!. Emnag kuliah perawat pemerintah yang bayar???Â
BPJS menghancurkan Industri kesehatan. Industri asuransi kesehatan kalah bersaing dengan BPJS, Rumah Sakit diwajibkan menerima pasien BPJS tapi tidak menerima pembayaran yang setimpal, pada akhirnya akan membebani keuangan industri kesehatan dan akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK).Â
Sekali lagi gunakan matematika sederhana, Faskes perlu uang untuk operasional, menggaji dokter dan karyawan, jika fasilitas kesehatan tidak mendapatkan profit yang cukup maka keuangan memburuk, tidak akan ada inovasi, kondisi kerja karyawan memburuk dan pelayanan kesehatan  memburuk.
Sistem BPJS seperti skema ponzi, untuk membiayai yang sudah berada dalam sistem diperlukan banyak anggota baru, jika tidak ada anggota baru yang masuk maka sistem ini akan runtuh dengan sendirinya. Cara lain adalah dengan membebankannya kepada pembayar pajak.Â