Menjadikan angka 212 sebagai penanda gerakan yang memiliki dampak sosial, ekonomi, status sosial, politik, persatuan, dan juga penanda dengan segala aktifitas yang menjadi bagian pelaku, pengamat adalah sebuah upaya manusia. Penelisikan menggunakan kaidah sebab akibat yang berputar seperti pergantian siang dan malam atau pergantian sel tubuh yang membelah dan memperbaharui.
Menggunakan pakaian putih dan menggunakan peci dan hitam masyarakat bergerak menuju monas sebagai sentral berkumpul. Sebagian memakai ikat kepala berwarna hitam bertuliskan kalimat agung "Laa ilaaha illallaah Muhammadarrasulullaah" dan termasuk juga bendera Rasulullaah Saw. Soal jumlah yang hadir berbagai prediksi hadir dengan kemampuan analisa masing-masing dan argumen.
Kesadaran untuk berhimpun dan berkumpul adalah kesadaran fitrah manusia sebagai ciptaan Allaah Swt. Kesadaran yang bergerak dari dalam menuju luar. Tentang berbeda suku, bangsa, laki dan perempuan adalah bagian dari ketetapan Allaah Swt. Ada segenap alasan untuk ikut terlibat dan termasuk untuk tidak terlibat sama sekali.
Semua berpulang pertama soal niat. Ukuran sebuah amalan dari perintah dan larangan adalah niat. Ukuran niat berpulang kepada setiap individu. Sedangkan urusan niat adalah urusan seseorang dengan RabbNya. Niat yang kemudian menggerakkan aktivitas anggota tubuh untuk melakukan banyak hal.Â
Reuni Akbar 212 yang digagas bersama lahir dari upaya membentuk kesadaran individu dan menjadi kesadaran kolektif dan menjadi sebuah gerakan kolektif adalah keniscayaan. Maka akan muncul tokoh yang ditokohkan, muncul pro dan juga kontra. Bermunculan harapan dan juga ketakutan. Â Muncul solidaritas, kebersamaan dan pengorbanan. Semua berpulang pada tataran personal tentang membentuk kesadaran peran lebih luas.
Sedangkan narasi yang mencoba untuk membungkus dan memaparkan tentang reuni 212 dengan berbagai macam daya ungkap menjadi tanda-tanda tentang keberpihakan yang tidak terlepas dari pertanggungjawaban baik secara konstitusional perundang-undangan, maupun menjadi amal kebaikan bagi setiap orang.Â
Kesadaran simbol dengan rangkaian kegiatan dengan bendera liwa, peci yang bertuliskan, maupun bentuk simbol lainnya adalah bagian dari kesadaran peran ummat Islam. Teringat pesan beberapa orang pejuang kemerdekaan yang tidak memerankan diri sebagai tokoh dan tidak ingin ditokohkan.Â
Bahwa NKRI adalah baju yang ditenun oleh masyarakat lintas generasi. Tenunan itu baju itu disepakati dengan nama Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mampu menampung multi etnis, multi suku, multi agama. Sedangkan tubuh yang berasal dari akumulasi saripati yang berasal dari tanah dan air serta udara yang terbanyak adalah Indonesia. Dan sedangkan jiwamu tempat ruh adalah fitrah kehambaan kepada Allaah Swt.
Kesadaran peran mesti selalu diiringi dengan kesadaran simbol simbol dengan adab-adab yang meliputinya. Dan semoga kesadaran berkumpul, dan menjadikan 212 sebagai penanda merajut memaksimalkan peran setiap muslim dalam setiap ucap yang mengelontor dalam bahasa ucapan, tulisan diberbagai media.Â
Termasuk peran muslim yang saat ini menjabat amanah sebagai penguasa dan calon penguasa NKRI. Kemuliaan terletak dari kemampuan artikulasi mewujudkan alQuran dan Sunnah Rasulullaah Saw dalam setiap ucap, perbuatan tangan, langkah kaki, yang berasal dari pemikiran dengan alat penerima berupa telinga, mata dan hati nurani.