Mohon tunggu...
Sang Nanang
Sang Nanang Mohon Tunggu... -

Manungso tan keno kiniro!

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Pasir Digali, Harap Merapi Tetap Lestari

2 Januari 2014   14:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:14 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gunung Merapi di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan gunung api teraktif di dunia. Kalangan ilmuan, peneliti hingga para pelaku ajaran religi mempercayai bahwa Merapi senantiasa menyimpan sejuta misteri. Sangat tergantung bagaimana masyarakat memperlakukan Merapi, demikian halnya Merapi akan berlaku kepada mereka. Merapi adalah sahabat dan bagian tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat hingga di empat arah lima pusarnya yang meliputi gunung Merbabu, Andong, Sumbing, Sindoro dan pegunungan Menoreh.

Sebagai sebuah gunung api yang aktif, Merapi merupakan saluran keluaran material dalam bumi melalui aktivitas erupsi maupun efusifnya. Materi gas, uap, hingga debu, pasir, krikil, krakal, dan batuan mengalir dari kawah Merapi yang berbentuk kerucut strato. Batuan dan pasir Merapi terkenal sebagai material dengan kualitas nomer wahid. Struktur dan bangunan candi Borobudur merupakan salah satu bukti kualitas batuan Merapi yang masih gagah berdiri seolah tak lapuk ditelan jaman.

Abu vulkanik Merapi menebarkan pupuk alamiah yang tidak pernah diproduksi oleh teknologi manusia manapun. Kelebatan hutan di selingkaran Merapi juga merupakan daerah serapan air yang menghadirkan banyak mata air maupun sungai yang berhulu di sisi atas Merapi. Paduan antara pupuk vulkanik alami dengan kelimpahan air menjadikan Merapi sebagai kawasan yang sangat subur untuk kegiatan pertanian, perkebunan, maupun kehutanan. Merapi menyimpan sejuta sumber daya alam yang akan mampu menopang kehidupan manusia di sekitarnya.

Keberadaan material vulkanik hasil proses erupsi Merapi memang memiliki potensi risiko yang membahayakan penduduk di selingkaran Merapi dikarenakan kemungkinan terjadinya guguran lava, awan panas, hingga aliran lahar dingin. Namun demikian, di samping sisi bahaya, material-material tersebut juga menjadi berkah tersendiri bagi para penambang pasir dan batu Merapi. Pasir dan batu Merapi sangat terkenal memiliki kualitas terbaik untuk bahan bangunan. Tidak sedikit penduduk yang menggantungkan hidup dari aktivitas menambang pasir dan batu tersebut. Pada uraian selanjutnya, pemaparan lebih dikhususkan kepada perkembangan penambangan pasir di wilayah Kabupaten Magelang.

Pada awalnya kegiatan penambangan pasir hanya dilakukan secara tradisional dan terbatas di sepanjang aliran sungai yang berhulu di puncak Merapi, seperti kali Gendol, Bebeng, Krasak, Putih, Blongkeng, Lamat, Senowo, hingga Pabelan. Dengan peralatan sederhana, seperti cangkul, linggis, dan slenggrong, para penambang hanya mencari peruntungan dengan mengumpulkan endapan pasir yang terbawa air. Praktis material yang ditambang hanyalah material yang turun di bagian hilir sungai sebagai lahar dingin. Dengan demikian, pola penambangan pasir Merapi hanya dilakukan dalam skala terbatas dan dengan metode atau cara tradisional oleh para penambang perorangan.

13886796031227790764
13886796031227790764
Dalam perkembangan selanjutnya, seiring dengan pernanan pemerintah menggagas proyek "damisasi" sebagai upaya untuk mengurangi bahaya akibat dampak yang bisa ditimbulkan oleh terjadinya banjir lahar dingin di sepanjang aliran sungai, di samping memperkuat tanggul sungai, di sisi atas aliran sungai juga banyak dibangun bendungan pengendali yang dikenal sebagai check dam. Pembangunan check dam mengadopsi teknologi sabo yang digagas ilmuan dari negeri Jepang. Hal tersebut dilakukan pada dekade akhir tahun 80-an, semasa pemerintahan orde baru.

Keberadaan bendungan-bendungan pengendali lahar dingin yang mampu menampung ribuan meter kubik pasir dan batu menjadikan material tersebut tertampung atau terkonsentrasi di dalam bendungan-bendungan yang terdapat di sisi atas aliran sungai. Perlahan-lahan aktivitas penambanganpun beralih ke sisi hulu sungai yang sudah bersentuhan langsung dengan kawasan hutan lindung dan wilayah konservasi. Di samping hijrahnya para penambang pasir ke sisi atas, beberapa pengusaha besar mulai masuk untuk turut melakukan aktivitas penambangan dengan menggunakan peralatan berat, seperti traktor dan big hoe.

Sesuai dengan ruang lingkup pengaturan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 tentang Penggolongan Bahan-bahan Galian, material hasil aktivitas gunung Merapi tergolong sebagai bahan galian kelompok C. Meskipun tidak secara strategis atau vital bersinggungan langsung dengan kepentingan negara, tetapi aktivitas penambangan bahan galian kelompok ini juga sangat rentan menimbulkan kerusakan lingkungan hidup. Demikian halnya yang terjadi di wilayah lereng gunung Merapi.

Tatkala skala penambangan pasir dilakukan lebih masif dan mempergunakan berbagai peralatan berat yang lebih canggih, dimulailah masa keserakahan dan kerakusan manusia dalam mengeksploitasi sumbar daya alam tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan hidup. Yang banyak terjadi kemudian adalah penambangan secara liar, ilegal dan tanpa kendali. Tidak hanya cukup dengan menambang pasir di dalam check dam, penggalian pasir terus menerabas tebing-tebing sungai, bahkan tak sedikit yang memasuki tutupan hutan lindung. Lahan di seputaran lereng Merapi seolah telah dikapling-kapling oleh pihak-pihak tertentu sehingga mengesankan adanya mafia-mafia jahat yang tidak bertanggung jawab.

Dari sisi lingkungan hidup, yang terjadi adalah perusakan secara masif, terstruktur, dan tersistem. Hutan-hutan menjadi rusak, daerah resapan air berkurang secara drastis, mata air-mata air mulai mengering, sungai-sungai menjadi susut aliran airnya, kesuburan tanah berkurang, hingga akhirnya usaha-usaha di bidang pertanian, perkebunan, serta perikanan di seputar Merapi mengalami kemunduran yang sangat signifikan. Tidak hanya sampai di situ, sumur-sumur warga sebagai sumber air bersih yang menopang kebutuhan hidup sehari-hari juga lambat laun mengalami kekeringan. Merapi yang hijau royo-royo, Merapi yang subur makmur, Merapi yang indah pelan namun pasti hilang ditelan deru mesin penambang pasir.

Degradasi daya dukung lingkungan hidup masih ditambah lagi dengan rusaknya infrastruktur jalan dan jembatan akibat lalu-lalangnya ribuan truk yang mengangkut pasir Merapi setiap harinya selama hampir 24 jam tanpa henti. Lalu kendaraan angkut tersebut juga menimbulkan debu pasir dan tanah yang semakin menyesakkan akibat polusi udara yang sangat parah. Demikian halnya dengan deru mesin kendaraan angkut yang tiada henti juga menimbulkan kebisingan yang membuat warga desa semakin kehilangan ketentramannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun