Mohon tunggu...
Hidayat Doe
Hidayat Doe Mohon Tunggu... -

Lahir di Kamaru, Buton. Alumnus Ilmu Hubungan Internasional Unhas....

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menagih Janji Pembaharuan Agraria

21 Februari 2013   14:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:56 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa hari lalu, para akademisi, peneliti, aktivis, dan pemerhati agraria mendeklarasikan terbentuknya Forum Indonesia untuk Keadilan Agraria. Pembentukan forum ini didasari oleh keprihatinan dan kegalauan atas meluasnya konflik agraria yang merugikan petani, komunitas adat, nelayan dan masyarakat kecil di pedesaan. Forum ini juga membuat petisi kepada presiden SBY untuk segera menyikapi dan menuntaskan persoalan dan konflik agraria di tanah air.

Konflik agraria belakangan ini memang kian marak. Data Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyebutkan ada sekitar 8000 kasus konflik pertanahan yang belum terselesaikan. Sementara menurut Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menemukan 1700-an konflik agraria di seantero Indonesia.

Bersamaan dengan itu, masyarakat jadi korban kekerasan konflik agraria. Tahun 2012 lalu, misalnya, KPA mencatat ada 25 orang tertembak, 55 orang mengalami luka-luka penganiayaan, dan 156 petani ditangkap polisi tanpa proses hukum yang benar.

Konflik-konflik tersebut kalau tidak segera diselesaikan akan menjadi bom waktu bagi negara ini. Indonesia akan dilanda konflik besar-besaran jika persoalan dan konflik agraria tidak secepatnya ditangani. Konflik agraria tersebut malah bisa menjadi pemicu terjadinya disintegrasi bangsa. Masyarakat, utamanya petani, komunitas adat dan masyarakat kecil lainnya yang terlibat langsung dalam konflik agraria tersebut akan melakukan perlawanan serta pembangkangan sosial pada negara jika kasus-kasus agraria yang menimpa mereka tidak diselesaikan dengan adil. Apalagi, kalau selama ini masyarakat selalu dirugikan dalam banyak negosiasi penyelesaian sengketa tanah.

Kekecewaan masyarakat pada pemerintah yang tidak memihak pada mereka, suatu saat, bisa membuncah menjadi perlawanan pada negara. Fenomena itu tentu amat berbahaya bagi keutuhan republik ini. Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) selaku kepala pemerintahan harus segera mengambil sikap dan tindakan nyata dengan melakukan pembaharuan atau reforma agraria.

Pembaharuan agraria merupakan upaya merombak struktur kepemilikan tanah secara adil. Tanah beserta kekayaan alam di dalamnya tidak boleh dikuasai oleh perseorangan, perusahaan atau korporasi tertentu tetapi dikuasai oleh negara lalu dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sebagaimana tercantum dalam Pancasila dan UUD 1945 Pasal 33.

Dengan demikian pembaharuan agraria adalah amanat konstitusi yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Malah, pembaharuan agraria telah secara jelas diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria atau UUPA. Amanat ini kemudian diperkuat lagi dalam TAP MPR No IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Namun semua amanat konstitusi tersebut tidak pernah dilaksanakan oleh pemerintah.

Dalam beberapa kesempatan Pak SBY pernah berjanji akan melaksanakan pembaharuan agraria. Ketika meresmikan peluncuran kendaraan Larasita (Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Pertanahan) pada awal 2010, SBY berjanji akan melaksanakan pembaharuan agraria. Kemudian pada akhir Oktober 2010, di Istana Bogor, Pak SBY di depan para petani mengaku terharu melihat fenomena banyak petani tidak memiliki tanah sehingga perlu melaksanakan pembaharuan agraria.

Hanya saja, sampai sekarang janji tersebut tidak pernah dipenuhi. Malah sebaliknya, belum lama ini, pemerintahan SBY menerbitkan Undang-Undang (UU) No 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, yangjustru bertentangan dengan amanat dan semangat pelaksanaan pembaharuan agraria. Bahkan UU baru ini seolah melegalkan perampasan tanah milik rakyat atas nama pembangunan untuk kepentingan umum. Sehingga bukan malah menyelesaikan persoalan agraria tetapi memperparah munculnya konflik-konflik agraria yang lebih massif lagi.

Pembaharuan agraria tampaknya tinggal janji belaka. Janji yang diimpikan oleh para petani, komunitas adat dan masyarakat pinggiran. Entah sampai kapan mereka berharap janji tersebut bisa dipenuhi oleh pemerintahan SBY. Yang jelas, saat ini, publik semakin getol menagih janji SBY tersebut sebelum masa jabatannya berakhir.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun