Ketika pertama kali bergabung di Kompasiana beberapa tahun silam, saya membawa sejumlah keangkuhan, merasa pandai menulis, menganggap remeh orang lain. Bahkan, saya memandang enteng para senior yang berada di belakang layar Kompasiana.
Saya tidak menyadari bahwa dengan kesombongan itu sesungguhnya saya adalah orang paling bodoh. Itu terbukti dari dideletnya tulisan saya karena terlalu banyak copasnya.
Bukti kebodohan saya yang lain adalah jumlah point saya segitu-gitu aja. Kalah jauh dibanding point yang diraih Fatmi Sunarya yang sudah mencapai 25 ribu lebih dalam waktu satu tahun. Suatu pencapaian yang luar biasa dan patut mendapat dua jempol.
Dan, saya merasa semakin bodoh ketika membaca postingan para kompasianer senior dan yunior. Kompasianer senior yang membuat saya kagum diantaranya Krishna Pabicara, Tjiptadinata Effendi, tentu saja tidak ketinggalan Kang Pepih Nugraha dan Ramelan Prayitno.
Semakin sering saya membaca tulisan para kompasianer semakin nyata terlihat bahwa saya masih perlu banyak belajar. Tentu saja pokok pertama yang harus saya lakukan adalah mengakui kebodohan diri sendiri.
Setelah itu pelan-pelan saya mulai mengenali kekurangan diri sendiri. Kemudian menatanya agar menjadi baik. Saya belajar lagi teknik menulis yang baik dari berbagai literatur, membaca tulisan-tulisan terbaik di Kompasiana dan berbagai media lain.
Maka kemudian jadilah saya seorang pembelajar. Dan, jadi pembelajar itu enak karena bisa menikmati tulisan orang lain sekaligus menyerap kemampuannya.