Mohon tunggu...
Madjid Lintang
Madjid Lintang Mohon Tunggu... Wiraswasta - Orang biasa yang masih terus belajar.

Di hadapan Tuhan aku hanya sebutir debu yang tak berarti. Pembelajar yg tak henti belajar, dan seorang hamba Tuhan yang penuh dosa.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Saya Memilih Introspeksi Diri

9 Agustus 2020   09:35 Diperbarui: 9 Agustus 2020   09:30 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sebuah pesan masuk di akun WA saya disertai lampiran sebuah video, yang menayangkan doa lintas agama. Teman yang mengirim pesan itu mempertanyakan keabsahan acara tersebut menurut agama Islam.

Tentu saya tidak bisa menjawab karena saya awam urusan hukum-hukum agama. Teman tersebut juga tahu bahwa saya tidak bisa menjawab. Pertanyaannya tak lebih dari sekedar ungkapan kegelisahan atau keluh-kesah semata.

Saya tidak menjawab pertanyaannya, tetapi merespon pesannya dengan saran agar di bertanya saya kepada ustad yang paham ilmu fiqih dan hadist. Menurut pandangan saya ulama yang demikian yang paling kompeten menjawabnya.

Saran saya tersebut dilaksanakan atau tidak saya tidak tahu. Teman itu tidak menjawab iya atau tidak.

Dari sepenggal pertanyaan teman tersebut saya mendapat bahan perenungan. Ya, saya merenungi diri sendiri. Sesaat saya membayangkan diri saya berada diantara jamaah yang melaksanakan doa lintas agama tersebut. Diri saya berada di barisan paling depan, lalu berdoa dengan tatacara agama Islam.

Pertanyaannya, adakah yang salah dengan diri saya? Saya muslim, berdoa memohon kepada Allah dengan tatacara Islam. Kemudian yang didoakan adalah keselamatan bangsa dan negara Indonesia.

Sampai di situ saya berganti peran. Kali ini membayangkan diri saya menjadi sosok teman saya yang gelisah tadi. Saya menjadi dia, menyalahkan orang-orang Islam yang mengikuti acara doa lintas agama.

Saya munculkan kegelisahan, marah, dan mrnyalahkan yang kian lama kian berkibar. Dengan posisi demikian saya munculkan pertanyaan, salahnya dimana? Kerugian saya dimana?

Buntu. Saya tidak menjawab pertanyaan saya sendiri. Malah muncul pertanyaan lain, jika demikian kenapa saya harus marah? Kenapa saya gelisah?

Setelah itu saya kembali ke diri sendiri. Memeriksa ulang dua adegan imajinatif tersebut. Saya telisik diri sendiri dalam-dalam dan semakin dalam. Saya telusuri relung-relung jiwa mencari dan terus mencari.

Tak terasa sudah berapa lama saya duduk terdiam di kursi. Saya tenggelam dalam sebuah kontemplasi yang senyap. Lantunan adzan subuh menggugah kesadaran saya. Saya terbangun. Satu jawaban sudah saya dapatkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun