Mohon tunggu...
Dhul Ikhsan
Dhul Ikhsan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pribadi

"Confidence is fashion" Follow, coment, and like IG : @sandzarjak See you there.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kacau "Friendshit" sebagai Miniseri

4 Maret 2021   22:42 Diperbarui: 6 Maret 2021   06:33 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu adegan "Friendshit". Sumber : sindonews.com

Saya mengikuti tiap episode miniseri ini seperti halnya turis yang mendatangi suatu lokasi. Tanpa asumsi macam-macam. Enam episode tanpa jeda dengan total keseluruhan satu jam saya habiskan saat itu juga via platform  Genflix. Ketika pertama kali melihat judulnya saya langsung tertarik untuk membuka serial ini.

"Friendshit" dalam bayangan saya dipenuhi adegan berantem-berantem manja dua insan yang mengaku sahabat. Sebuah hubungan ambigu antara cinta dan tak mau kehilangan. Tapi saya tidak menemukan itu secara eksplisit di sepanjang episode yang saya tonton. Saya lebih banyak melihat dampak yang dihasilkan persahabatan mereka kepada orang-orang disekitarnya.

Pertemanan yang kacau justru tidak terfokus antara Arlan dan Kana. Saya malah melihat mereka baik-baik saja. Apalagi kedua orangtuanya merestui Arlan tidur disamping Kana, dan selalu mengajak keduanya untuk menikah.

Solusi selalu tersedia bagi Arlan-Kana, namun tidak bagi hubungan keduanya dengan teman-teman, kekasih, maupun tetangganya. Sehingga bagi saya, filler cerita "Friendshit" tampak kasar dan dipaksakan.

Dibalik kekurangan tentu ada kelebihan. Serial yang dibintangi Ian Meyer dan Sonya Soraya ini kuat pada bagian colour palette yang dipilih sang sutradara. Pewarnaannya tampak cermat dan terasa segar.

Sudut pengambilan gambarnya juga dibuat sedemikian rupa agar para pemeran menampilkan ekspresi maksimal kepada penonton. Konsepnya jauh lebih baik dibandingkan sinetron kejar tayang Indonesia, meski dari segi audio masih minim.

Dibalik masih banyaknya kekurangan di dalam miniseri ini, setidaknya masih ada kemungkinan industri hiburan Indonesia mulai mengalami pergeseran selera, yang menurut saya lebih sinematis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun