Mohon tunggu...
Sandy Gunarso
Sandy Gunarso Mohon Tunggu... Penulis - Praktisi Komunikasi

Berhenti memuaskan orang karena kepuasan tiada batasnya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

3 Cara Mencegah Kakak Cemburu pada Adiknya

15 Mei 2022   16:30 Diperbarui: 19 Mei 2022   08:11 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perselisihan antara adik dan kakak. Sumber: Klankhoon via Kompas.com

Kehadiran anak usai pernikahan memberi warna tersendiri di dalam kehidupan berkeluarga. Keluarga secara otomatis akan berubah dari semula statis atau monoton menjadi dinamis dengan bertambahnya beragam aktivitas lain yang menarik layaknya film laga.

Umumnya, orangtua sangat menantikan kelahiran anak pertama atau sulung dalam keluarga. Mereka bersedia melakukan segala macam cara mewujudkan keinginannya untuk memiliki keturunan. Hingga pada akhirnya, kehadiran si sulung tidak hanya penting bagi keluarga, melainkan sebagai simbol dari keberhasilan dan kebahagiaan.

Namun, kasih sayang orangtua pada si sulung akan berubah saat anak kedua hadir dalam keluarga sebagai anggota baru. Umumnya, orangtua mengubah arah perhatiannya pada anak kedua tanpa memberikan penjelasan pada si sulung. Bagi orangtua, perhatian pada anak kedua dianggapnya wajar mengingat anak kedua lebih kecil daripada si sulung. Perhatian dan keperdulian yang semula 100 persen untuk si sulung, sekarang harus diberikan 80 persen pada anak kedua.

Si sulung yang tidak mendapatkan penjelasan lengkap tentang arti persaudaraan dan nikmatnya memiliki saudara kandung, secara perlahan menganggap sang adik sebagai pesaing dalam memperebutkan perhatian dari orangtuanya. Sikap si sulung berubah menjadi lebih aktif supaya mendapatkan perhatian dari orangtua serta orang lain di sekitarnya.

Ironisnya, aktivitas si sulung yang cenderung berlebihan makin membuatnya kehilangan kasih sayang orangtua karena mereka dianggap nakal dan keras kepala. Anggapan nakal dan keras kepala membuat si sulung mengalami kesedihan di alam bawah sadarnya. Secara naluri, si sulung juga merasa ketakutan kehilangan kasih sayang dan perhatian dari orangtuanya. Apalagi saat si sulung melihat langsung perlakuan berlebihan dari orangtua saat menyayang sang adik.

Jika orangtua juga memberikan pelukan dan perhatian sama pada si sulung, maka dia akan membuang perasaan takutnya. Namun, saat orangtua memperlakukan si sulung lebih kasar dengan pukulan atau teriakan sejak adanya adik, maka si sulung akan membiarkan kecemburuan terus tumbuh dalam pikirannya.

Kecemburuan demi kecemburuan dari si sulung pada adiknya yang tidak segera disadari orangtua, secara perlahan akan tumbuh subur menjadi kebencian. Umumnya, kebencian ini diungkapkan oleh si sulung lewat perilaku kasar pada sang adik. Si sulung tidak segan untuk menendang sang adik atau mendorongnya hingga jatuh. Dia juga tidak segan untuk memukuli sang adik hingga mengalami lebam. Si sulung tidak menyesali tindakan kasarnya pada sang adik.

Melihat perilaku kasar kakak pada adiknya membuat orangtua langsung bereaksi membela sang adik karena dianggapnya masih kecil dan lebih lemah dibandingkan sang kakak. Umumnya, orangtua memukul sang kakak karena sudah berperilaku kasar pada sang adik. Reaksi orangtua yang membela sang adik, makin memupuk perasaan benci dari si sulung. Harusnya orangtua memberikan penjelasan pada si sulung bahwa tindakan kasar pada adik maupun orang lain akan merugikan mereka.

Orangtua harus memberi tahu bahwa si sulung pastinya akan merasakan kesakitan yang sama saat dipukul atau didorong orang lain sampai jatuh. Berikan pengertian pada si sulung tanpa harus bertindak kasar padanya. Dengan pengertian dan penjelasan berulang-ulang pada si sulung, maka dia akan mengerti serta tidak akan mengulanginya lagi pada sang adik. 

Lalu, ajari juga agar si sulung bersedia untuk bermain serta berbagi makanan atau apapun itu dengan adiknya. Jangan biarkan si sulung menganggap sang adik sebagai musuh abadinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun