Tanggal 1 Maret 2018 lalu, Komjen (Pol) Budi Waseso resmi digantikan oleh Irjen (Pol) Heru Winarko sebagai kepala BNN. Bapak Budi Waseso meninggalkan BNN dengan sejumlah prestasi yang patut diapresiasi.
Selama beberapa bulan terakhir sebelum pensiun, Bapak Budi Waseso seakan ingin meninggal legacy berupa kinerja maksimal dari BNN, puluhan artis ditangkap berturut-turut bahkan konon masih ada 100 artis lagi yang sudah ditarget.
Penyelundupan sabu berulang kali digagalkan di darat, di bandara, di laut, mulai dari yang hanya beberapa kilogram sampai yang hitungan ton, dari yang disembunyikan di celana dalam sampai di mesin cuci.
Menarik mengikuti pemberitaan penangkapan artis dan penyelundupan narkoba ini. Narkotika yang paling sering dikonsumsi oleh para artis adalah sabu, sementara penyelundupan yang paling sering ketahuan juga sabu. Mengapa tampaknya sabu favorit sekali di Indonesia?
Tahun 2015 Direktur Eksekutif Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Inang Winarso, mengatakan jumlah pengguna narkoba jenis heroin di Indonesia menurun. Menurut dia, selama enam tahun terakhir, jumlah pemakai heroin berkurang lebih dari separuh dari 25 ribu pada tahun 2008 menjadi 12 ribu pada tahun 2014.
Bapak Inang Winarso bisa jadi bangga dengan pencapaian ini. Tetapi usut punya usut ternyata penurunan pecandu narkoba bukan karena pecandu sudah insaf melainkan karena mereka berpindah ke produk lain yaitu narkotika sintetik alias buatan pabrik.
Kokain dan heroin adalah narkotika semi sintetis, berasal dari bahan alami kemudian diproses untuk didapatkan bahan aktifnya. Pilihan lainnya adalah narkotika organik yang murni berasal dari bahan alami contohnya: marijuana, mushroom, dan opium.
Memang sudah banyak dikembangkan juga ganja sintetik yang sempat heboh disebut "Tembakau Gorila" atau jamur sintetis atau dikenal dengan "Psilocybin" yang saat ini mulai dikampanyekan untuk terapi depresi di Amerika atau kokain sintetis yang nama jalanannya "Garam Mandi" tidak tahu apakah ada beredar di negara kita atau tidak.
Tetapi di Indonesia semua produk ini popularitasnya belum menyamai sabu. Sabu adalah narkotik sintetis murni, artinya murni dari bahan kimia, dibuat di laboratorium atau pabrik. Contoh lain dari narkotik sintetis adalah MDMA alias ekstasi.
Melalui artikel ini, saya ingin mengajak Kompasianer melihat peredaran narkotika di Indonesia dari segi bisnis, bukan dari sudut pandang medis, hukum maupun psikologis.
Seperti layaknya bisnis apapun di dunia ini, bisnis narkotika memiliki beragam segmen pasar, oleh karenanya jenis produknya sangat beragam. Tim research dan development-nya senantiasa berusaha mengembangkan produk baru untuk menangkap segmen pasar yang belum tersentuh, memperbaiki kualitas produk demi menjamin loyalitas konsumen, untuk menurunkan production cost, menyederhanakan proses produksi barang, dll.