Mohon tunggu...
Sandra Suryadana
Sandra Suryadana Mohon Tunggu... Dokter - 30 tahun lebih menjadi perempuan Indonesia

Memimpikan Indonesia yang aman bagi perempuan dan anak-anak. More of me: https://sandrasuryadana.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Bubar Sarang Semut Lokalisasi

29 November 2017   12:04 Diperbarui: 29 November 2017   12:06 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Akhir-akhir ini gonjang-ganjing pemberitaan tentang hendak ditutupnya salah satu tempat hiburan di Jakarta di mana diduga terjadi praktek prostitusi di dalamnya. Beberapa tahun sebelumnya, heboh penutupan salah satu lokalisasi terbesar di Indonesia (katanya..) oleh Walikota Surabaya Bu Tri Risma Harini. Sebelum-sebelumnya ada juga berita tentang praktek prostitusi online. Persoalan mengenai praktek prostitusi memang selalu menjadi topic yang menarik untuk diperbincangkan, selalu menimbulkan polemic mengenai solusi apa yang terbaik.

Saya adalah alumnus salah satu universitas negeri di Surabaya. Saat saya berkuliah beberapa kali saya melewati gang Dolly yang famous itu. Harus saya akui, bagi saya yang tidak pernah terlibat dalam kegiatan malam seperti itu, situasi yang saya lihat di gang Dolly memang cukup menakutkan, seperti memasuki dunia yang sama sekali lain.

Saat siang hari gang Dolly hanyalah gang biasa, tidak ada yang istimewa di sana tetapi bila malam mulai datang, gang itu seakan bertransformasi menjadi panggung yang berbeda. Saya tidak perlu mendeskripsikan secara detil apa yang saya saksikan di sana tetapi yang pasti ada hawa dan suasana yang tidak menenangkan hati di sana, entah mengapa. Mungkin perasaan ini juga yang dirasakan oleh Bu Risma saat melewati gang Dolly. Bu Risma bercerita tentang anak-anak yang tinggal di gang Dolly yang mengeluh tentang kesulitan mereka belajar selama tinggal di sana. Mungkin ini salah satu alasan Bu Risma pada akhirnya mengambil keputusan besar untuk menutup gang Dolly.

Saya sangat bisa memahami apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh Bu Risma dan pejabat-pejabat lainnya saat mempertimbangkan hendak menutup suatu lokalisasi. Bagaimana kehidupan para pekerja di sana, kualitas hidup anak-anak mereka, pengaruh lokalisasi tersebut terhadap area sekitarnya, belum lagi pertimbangan agama, moral dan kesusilaan. Saya bisa membayangkan betapa kacaunya seorang anak harus tumbuh dalam lingkungan yang sedemikian rupa, bukan suatu hal yang aneh kalau di masa dewasanya nanti mereka akan segera terjun ke dunia prostitusi juga. Belum lagi soal penyebaran penyakit, tidak adanya perlindungan pekerja, rentannya mereka terhadap eksploitasi, maraknya human trafficking, dll.

Tetapi sebagai tenaga medis dan hanya dalam konteks medis, saya sebenarnya menyesalkan penutupan lokalisasi ini. Alasan saya hanya satu yaitu sulit bagi kami, tenaga medis untuk mengontrol permasalahan kesehatan bagi warga dan pengunjung lokalisasi. Praktek prostitusi adalah praktek abadi, yang sudah ada sejak dahulu kala dan akan terus ada sampai akhir zaman. Dengan menutup lokalisasi, tidak serta merta praktek prostitusi menjadi hilang, melainkan hanya berpindah tempat, tersebar, berpencar ke area-area tertutup yang tidak kami ketahui dan sulit ditelusuri jejaknya, seperti sarang semut yang diobrak-abrik, seketika itu juga semut-semut bubar morat-marit ora karuan.

Bila semua pekerja seks dan pengunjungnya terlokalisasi dalam 1 area yang sudah menjadi rahasia umum, jauh lebih mudah bagi kami untuk mengenali faktor resiko mereka, memetakan permasalahan kesehatan apa saja yang potensial muncul, mengadakan pemeriksaan secara rutin dan berkala. Di lain pihak, lebih mudah dan nyaman bagi mereka untuk menemukan petugas kesehatan untuk meminta bantuan, mereka lebih tidak malu untuk terbuka mengenai permasalahan kesehatan mereka karena kami yang mendatangi tempat mereka, mereka dikelilingi oleh teman-teman mereka sendiri.

Hal ini sangat memudahkan kami untuk menekan penyebaran penyakit dan pada akhirnya membantu meningkatkan kualitas hidup mereka juga. Bila praktek prostitusi kemudian menjadi tersebar dan menjadi praktek di lingkungan yang tertutup, sulit bagi kami untuk mendatangi mereka, mencari dan mengenali orang-orang mana yang beresiko tinggi, karena mereka tentunya juga menjadi lebih tertutup, malu dan enggan untuk mendatangi tenaga medis akhirnya sulit bagi kami menentukan assessment dan planning yang tepat sasaran.

Bagi saya akan jauh lebih baik bila pemerintah menyusun regulasi mengenai lokalisasi ini. Tentukan lokasi mana yang paling tepat, sterilkan area dari lingkungan perumahan di mana banyak anak-anak tinggal, jadikan tempat tersebut bersih, pastikan setiap pekerja terdaftar, lolos seleksi, berikan jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan bagi mereka, pastikan mereka mendapat pelayanan kesehatan yang memadai, wajibkan pelanggan menggunakan kondom, susun aturan yang tegas dan berikan sanksi bagi pengunjung, manager atau pekerja yang melanggar hukum, berikan penghidupan yang layak bagi semua pekerja, pastikan anak-anak mereka bersekolah, berikan pengamanan memadai di lingkungan tersebut, dll. Menurut saya ini solusi yang lebih baik bagi semua, pekerja seks dimanusiakan, pengunjung merasa nyaman, anak-anak aman dari lingkungan yang tidak baik.

Saya bukan penentu kebijakan, bukan pula pemangku kepentingan, saya hanya menyampaikan pendapat dari 1 sisi yaitu menurut hemat saya sebagai tenaga medis. Bila ini mengenai agama dan moralitas saya bisa paham, negara kita masih banyak dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan agama tetapi saya bisa jaminkan kepada pembaca semua, bahkan di tempat yang paling religious sekalipun, pasti tetap ada praktek prostitusi. Di mana ada kebaikan, di situ juga pasti ada keburukan. Terima kasih kepada para penentu kebijakan karena sudah mengikutsertakan aspek kesehatan dalam pertimbangan penutupan lokalisasi!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun