Mohon tunggu...
Sandra Suryadana
Sandra Suryadana Mohon Tunggu... Dokter - 30 tahun lebih menjadi perempuan Indonesia

Memimpikan Indonesia yang aman bagi perempuan dan anak-anak. More of me: https://sandrasuryadana.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Konten Porno Whatsapp dan Pendidikan Seksualitas Sejak Dini

7 November 2017   12:11 Diperbarui: 7 November 2017   12:25 1530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Pagi ini saya menonton acara talkshow di televisi, membahas mengenai polemik adanya konten gif berunsur pornografi di Whatsapp. Yang menjadi kekhawatiran utama dari adanya konten seperti ini adalah perlindungan terhadap anak-anak yang menggunakan media sosial tersebut. Mudahnya akses dan penyebaran konten pornografi seperti ini dikhawatirkan akan merusak generasi muda bangsa kita, mengisi pikiran mereka dengan hal-hal yang belum saatnya diketahui atau dipahami atau dipelajari, dalam hal ini adalah pornografi atau secara luas dapat saya katakan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan seks dan kegiatan seksual.

Dalam talkshow tersebut diulas berbagai macam hal mulai dari bagaimana konten ini bisa diluluskan masuk ke dalam media sosial yang banyak digunakan oleh anak-anak dan berbagai tips bagi orang tua untuk mengatasi hal ini, bahwa orang tua harus mewaspadai bahkan mengontrol penggunaan media sosial bagi anak-anak, bila perlu melarang anak-anak memiliki akun media sosial sendiri bila mereka belum berusia 13 tahun. Tetapi tidak sekalipun dibahas bagaimana caranya orang tua berdialog dengan anak mengenai seks dan kegiatan seksual. Saya bukan psikolog, bukan pengacara, bukan juga ahli telematika dan informatika, sehingga dalam tulisan ini saya tidak ingin membahas mengenai bidang-bidang yang bukan ranah saya. Tetapi saya ingin mengutarakan apa yang saya rasakan sebagai seorang anak mengenai didikan orang tua tentang seks. Saya belum menjadi orang tua, tetapi saya adalah anak dari kedua orang tua saya, semoga tulisan saya ini tidak bernada menggurui apalagi menyinggung para orang tua.

Saya tumbuh dalam keluarga yang konservatif. Saya rasa pendidikan mengenai seks hanyalah sebagian super kecil dalam silabus pendidikan dari orang tua saya. Saat usia 7 tahun saya mulai memiliki keingintahuan mengenai seks. Saya menggambar alat kelamin perempuan sesuai dengan yang saya ketahui saat itu dan saya tunjukkan kepada adik saya saat saya bermain dengan dia. Gambar itu kemudian diketahui oleh ibu saya dan saya menghabiskan sisa hari itu dalam angkara murka ibu saya. Dalam benak usia 7 tahun saya, saya mengambil kesimpulan bahwa hal tersebut adalah salah. Mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan alat kelamin adalah hal yang salah.

Saya menstruasi pertama kali saat saya usia 12 tahun, kelas 6 SD. Sekali lagi saya tidak mendapat penjelasan yang proporsional dan menyeluruh mengenai seksualitas. Saya hanya mendapat penjelasan secara teknis bahwa sekarang saya sudah perempuan dewasa, setiap bulan saya akan mengalami hal seperti ini, saya harus menggunakan pembalut, menjaga kebersihan dan membuang pembalut bekas saya dengan tata cara yang spesifik. Saya lakukan saja yang diajarkan oleh ibu saya, saya bahkan tidak paham bahwa begitu saya mulai menstruasi, saya bisa hamil bila saya berhubungan seksual. Saya bahkan tidak tahu apa itu hubungan seksual, apa hubungannya dengan penis laki-laki, kenapa harus dengan penis, saya bahkan belum pernah tahu bagaimana bentuknya benda yang disebut penis itu.

Saat saya kelas 1 SMP, heboh beredar video Bandung Lautan Asmara. Ibu saya mulai berusaha terbuka, menunjukkan kepada saya video tersebut dengan prakata bahwa apa yang akan saya lihat adalah contoh buruk yang tidak patut untuk saya lakukan karena hal itu amoral dan memalukan. Saat saya melihat video tersebut saya lebih banyak menutup mata atau mengalihkan pandangan saya ke arah lain, karena seperti yang saya simpulkan saat saya usia 7 tahun, alat kelamin tidak boleh diumbar dan tidak boleh dilihat oleh orang lain. Lagipula menurut kalian, bagaimana rasanya menonton video porno bersama ibu kalian? Alhasil sampai saat itu saya masih belum melihat bagaimana bentuk penis laki-laki.

Pendidikan seksualitas di sekolah baru diadakan saat saya kelas 2 SMP, betapa terlambat. Yang diajarkan saat itu adalah biologi dan fisiologi organ reproduksi laki-laki dan perempuan, pentingnya menjaga keperawanan, betapa salahnya masturbasi, dan betapa indahnya hubungan seksual dilakukan dengan orang yang tepat di saat yang tepat yaitu suami/istri kita saat kita sudah menikah (sebagai informasi, saya bersekolah di sekolah Katolik). Saya akhirnya baru benar-benar melihat penis laki-laki saat saya kuliah di fakultas kedokteran, penis cadaver laki-laki.

Saya menjadi dewasa masih dengan rasa ingin tahu yang sama bahkan lebih besar dengan rasa ingin tahu saya saat saya usia 7 tahun tetapi dengan kesadaran yang lebih nyata bahwa seksualitas tidak sepatutnya dibahas dan dibicarakan karena seks itu tabu, sungguh tidak tahu malu sekali bila anak perempuan seperti saya, dari keluarga baik-baik, berprestasi di salah satu sekolah unggulan, bertanya-tanya apalagi membicarakan soal seks. Pikirkan hal yang lain lah, yang lebih produktif, dasar cabul! Zaman itu belum ada internet dan tidak mungkin bagi saya untuk meminjam buku di perpustakaan mengenai hal ini (jika buku itu ada di perpustakaan, saya bahkan tidak berani mencari), apalagi membeli buku mengenai hal ini. Syukurlah saya tumbuh di lingkungan yang baik, bayangkan bila saya tumbuh di lingkungan yang liar, rasa ingin tahu saya akan banyak mendapat 'masukan' yang tidak pada tidak tempatnya.

Saat ini saya berusia 30 tahun, saya tidak punya perilaku seks menyimpang, tetapi saya mempunyai masalah yang mendasar dalam hubungan seksual, dalam cara saya memandang tubuh perempuan saya, dalam interaksi seksual saya dengan laki-laki. Saya ingin menyalahkan ini kepada kelemahan orang tua saya dan ketidakdewasaan masyarakat, khususnya para edukator yang seharusnya bisa memberikan pencerahan mengenai seksualitas sejak dini.

Seks dan seksualitas bukanlah hal yang tidak pantas untuk dibicarakan dengan anak-anak. Seks sudah ada sejak zaman Adam dan Hawa dan akan tetap ada sampai akhir zaman. Tidak ada faedahnya berusaha menutup-nutupi mengenai hal ini, apalagi dengan derasnya arus informasi di zaman now, tanpa bimbingan dari orang tua dan guru pun anak-anak sudah bisa mengumpulkan data-data sendiri. Jadi menurut saya, pembatasan akses informasi sudah tidak tepat untuk dilakukan di zaman sekarang, lebih baik berkonsentrasi menyusun suatu pola dialog dan pendidikan yang proporsional mengenai seksualitas kepada anak-anak agar mereka memahami dasar-dasar seksualitas berdasarkan moral, agama dan lebih penting lagi cinta kasih.

Ajarkan anak-anak kita untuk bisa membedakan mana informasi yang benar dengan yang salah, informasi yang bermanfaat dan tidak bermanfaat. Didik mereka dengan kasih sayang, bangun kepercayaan diri mereka, lebih penting lagi harga diri dan nilai diri mereka. Seks hanyalah satu dari sekian banyak hal yang akan mereka hadapi di dunia nyata saat mereka dewasa dan sama seperti semua hal di dunia ini, seks mempunyai dua sisi mata uang, seks bisa menjadi suatu hal yang sangat indah dan membangun, tetapi bisa juga menjadi hal yang mengerikan dan menghancurkan. Ajari anak-anak kita mengekstrak hal-hal baik dari segala hal, termasuk seks.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun