Mohon tunggu...
Sandi sastra
Sandi sastra Mohon Tunggu... Lainnya - Pemulung kata yang tercampak

Bebas rasa bebas bersuara Bebas kata bebas berkarya

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Jangan Panggil Aku Pelakor

8 Juli 2020   07:32 Diperbarui: 8 Juli 2020   07:28 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sandi soru

Perempuan,

itu meringkuk di sana dari matanya melepas pandangan ingin sepintas ada suara yang bisa di amanah

Dari langkah sore yang tunduk ditepi langit melepas penat hanya napasnya tergesa-gesa menulis selembar kisah kenang

Pernah hanya ada sebersit bayangan memahat dibawah lampu yang pura-pura menyimpan perih 

Kuterbungkam sebagai perempuan yang lupa luka lama mengangga dipenggal hingga udara berdesakan di tenggorokan

Dunia seakan menjelma jadi pementasan pelan-pelan melintas dan terhunus kengerian suara terhanyut di batas kesepian

 

Tiupan kekerasan tanpa henti tanpa berirama mengalungi seribu lariknya tergaduh dikuping telinga bara

Musim malam bila larut di susur laju lembaran -lembaran kisah yang terbuka 

"aku, ini perempuan bernapas dengan godaan dan kekuasaan, tradisi mengikat kuterbengkalo nasib semasih masih terbiasa. Hanya kubelum menyadari lantunan kini mulai mempersoalkan kembali ranah kembali bergelora"

Kini aku hanya latah menyimpan perangkap untuk dituduh sebagai pengkhianat.

Temanku perempuan .

Tak bukan perempuan.

Hanya terbiasa mencintai...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun