Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.www.klinikdrwidodo.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Tips Memilih Hewan Kurban Menurut Islam dan Kesehatan

23 Mei 2025   21:52 Diperbarui: 24 Mei 2025   19:47 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi dan editing pribadi

Ibadah qurban merupakan salah satu syiar Islam yang dilakukan umat Muslim setiap Idul Adha sebagai bentuk ketakwaan kepada Allah SWT. Dalam melaksanakan ibadah ini, memilihan hewan Kurban menjadi hal yang sangat penting, tidak hanya dari sisi syariat tetapi juga kesehatan hewan. Artikel ini mengulas syarat-syarat hewan qurban menurut sunnah Nabi dan mazhab-mazhab fiqh klasik, disertai pandangan tujuh ulama kontemporer, serta mempertimbangkan aspek kesehatan hewan. Tujuannya agar umat Islam mampu melaksanakan ibadah qurban secara sah, sehat, dan maslahat.

Ibadah qurban merupakan salah satu bentuk ketakwaan tertinggi dalam Islam yang dilakukan setiap tahun pada hari raya Idul Adha dan hari-hari tasyrik. Ia bukan sekadar menyembelih hewan, melainkan bentuk kepasrahan dan kecintaan kepada Allah SWT, sebagaimana ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim dan putranya, Nabi Ismail 'alaihimassalam. Oleh karena itu, pelaksanaan qurban harus memenuhi syarat-syarat tertentu, baik dari segi syariat maupun kesehatan, agar nilai ibadahnya sempurna dan manfaat sosialnya maksimal.

Dalam konteks modern, memilih hewan kurban tidak hanya berlandaskan pada ketentuan fikih semata, namun juga harus mempertimbangkan aspek kesehatan dan etika hewan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa hewan yang disembelih benar-benar layak secara fisik, mental, dan medis, serta dagingnya aman dikonsumsi oleh masyarakat. Dengan memahami panduan dari para ulama dan ahli kesehatan hewan, umat Islam dapat menjalankan ibadah qurban secara optimal, penuh makna, dan bertanggung jawab.

Syarat Memilih Hewan Qurban Menurut Sunnah dan Hadis 

Memilih hewan kurban yang sah menurut syariat Islam harus memenuhi beberapa kriteria penting yang ditegaskan dalam Al-Qur’an dan hadits Nabi Muhammad ﷺ. Hewan yang sah dijadikan qurban adalah binatang ternak seperti unta, sapi, kambing, atau domba, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Hajj ayat 34. Rasulullah ﷺ juga menegaskan dalam hadits riwayat Abu Dawud dan At-Tirmidzi bahwa hewan yang cacat jelas seperti buta sebelah, sakit parah, pincang berat, dan sangat kurus hingga tidak memiliki sumsum, tidak sah dijadikan qurban. Selain itu, usia hewan pun menjadi syarat: minimal 1 tahun untuk kambing (musinnah), dan jika tidak tersedia, boleh kambing berusia 6 bulan (jadza’ah) sebagaimana dijelaskan dalam hadits riwayat Muslim.

Di samping kriteria fisik dan jenis, keikhlasan niat juga merupakan syarat penting dalam berqurban. Qurban bukan hanya ritual penyembelihan hewan, tetapi bentuk ibadah dan pendekatan diri kepada Allah dengan mempersembahkan harta terbaik yang dimiliki. Karena itu, tidak pantas mempersembahkan hewan yang cacat atau kualitas rendah hanya demi menggugurkan kewajiban. Semangat qurban adalah ketakwaan dan kepatuhan, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an bahwa "daging dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu..." (QS. Al-Hajj: 37).

  • Jenis Hewan yang Diperbolehkan Hewan qurban yang sah menurut syariat Islam adalah hewan ternak dari jenis unta, sapi, dan kambing/domba. Ini berdasarkan firman Allah SWT dalam QS. Al-Hajj ayat 34: "Dan bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka." Ulama sepakat bahwa selain ketiga jenis hewan tersebut, tidak sah dijadikan qurban, seperti ayam, kelinci, atau hewan liar. Hadis Nabi ﷺ juga memperkuat hal ini, seperti riwayat Muslim dari Jabir bin Abdullah RA bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: "Jangan kalian menyembelih kecuali musinnah (hewan dewasa), kecuali jika kalian sulit mendapatkannya maka sembelihlah jadza’ah dari domba." Ini menunjukkan batasan syariat dalam memilih jenis hewan qurban harus sesuai dengan jenis yang telah ditentukan.
  • Usia Hewan Sesuai Ketentuan Syarat sah qurban adalah hewan telah mencapai usia tertentu. Untuk kambing, minimal berumur satu tahun dan masuk tahun kedua (jadza’ah), sedangkan domba boleh berumur enam bulan jika sudah gemuk. Untuk sapi minimal dua tahun, dan unta minimal lima tahun. Ini disebutkan dalam banyak hadis, termasuk riwayat Muslim dan Abu Dawud. Ulama menyebutkan bahwa tujuan dari ketentuan usia adalah agar hewan yang dikurbankan benar-benar matang dan memberikan manfaat daging secara maksimal. Oleh karena itu, memilih hewan yang masih terlalu muda atau belum cukup umur menjadikan qurban tersebut tidak sah, meskipun tampak sehat dan besar.
  • Hewan Harus Bebas dari Cacat Nabi ﷺ secara tegas melarang berqurban dengan hewan yang cacat. Dalam hadis riwayat Ahmad dan Abu Dawud disebutkan: "Empat jenis hewan yang tidak sah dijadikan qurban: hewan yang jelas buta matanya, hewan yang jelas sakitnya, hewan yang pincang, dan hewan yang sangat kurus sampai tidak berlemak." Ini adalah panduan penting dalam pemilihan hewan qurban. Maksud dari larangan ini adalah agar ibadah qurban dilakukan dengan hewan yang sempurna dan layak. Menunjukkan bentuk ketaatan dan ketulusan kepada Allah SWT. Oleh sebab itu, sebaiknya hewan qurban diperiksa terlebih dahulu sebelum dibeli, untuk memastikan tidak ada cacat fisik yang nyata.
  • Hewan Qurban Harus Milik Sendiri Hewan qurban harus berasal dari harta milik sendiri, bukan hasil curian, pinjaman, atau yang masih dalam sengketa. Rasulullah ﷺ bersabda dalam hadis sahih: “Sesungguhnya Allah itu Mahabaik dan tidak menerima kecuali yang baik.” (HR. Muslim). Maka qurban dari harta yang haram atau tidak jelas statusnya, tidak diterima oleh Allah. Memastikan hewan yang akan dikurbankan adalah milik sendiri juga mencerminkan prinsip tanggung jawab dalam beribadah. Jika seseorang mewakilkan pembelian hewan kepada orang lain (panitia atau keluarga), maka akad dan niatnya harus jelas dan dilakukan dengan penuh kejujuran.
  • Tidak Sedang dalam Keadaan Gadai atau Hutang Terikat Hewan yang masih berada dalam status gadai, atau sedang menjadi jaminan hutang, tidak boleh dijadikan qurban sebelum statusnya bebas. Ini karena kepemilikannya belum sempurna secara syariat. Dalam fiqih, hak milik sempurna menjadi syarat sah pengorbanan dalam ibadah qurban. Selain itu, jika seseorang berhutang untuk membeli hewan qurban, maka menurut sebagian ulama, hal ini makruh bahkan bisa menjadi tidak dianjurkan, kecuali jika ia yakin mampu melunasi hutangnya tanpa memberatkan. Ibadah qurban bersifat sunnah muakkadah, tidak wajib sampai harus berhutang berat untuk melakukannya.
  • Hewan dalam Keadaan Sehat dan Tidak Sakit Berat Hewan qurban sebaiknya dalam kondisi sehat, tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit serius. Sakit berat membuat hewan menjadi lemah, kurus, dan dagingnya pun tidak optimal. Ini juga dilarang dalam hadis yang menyebut hewan yang jelas sakitnya termasuk yang tidak sah untuk dijadikan qurban. Pemeriksaan kesehatan oleh dokter hewan atau petugas yang berkompeten sangat dianjurkan. Selain untuk memastikan syarat sahnya qurban, hal ini juga menjaga keamanan pangan dari segi kesehatan masyarakat. Hewan yang sehat juga mencerminkan penghormatan terhadap sunnah Rasul dalam berqurban.
  • Hewan Tidak Bunting (Jika Betina) Hewan betina yang sedang bunting tidak dianjurkan untuk dijadikan qurban, meskipun sebagian ulama tidak menyatakannya haram. Alasannya adalah karena hewan bunting mengalami kondisi lemah, dan penyembelihannya berpotensi menyiksa serta menyebabkan kehilangan dua nyawa sekaligus (induk dan janin). Dalam konteks maslahat, menjauhi hewan bunting untuk qurban lebih utama. Imam Malik dan sebagian fuqaha menyatakan makruh jika menyembelih hewan betina yang sedang mengandung. Oleh sebab itu, saat memilih hewan betina, sebaiknya dipastikan tidak sedang dalam kondisi hamil.
  • Tidak Terpotong Telinga atau Ekornya Secara Berat Hewan yang kehilangan sebagian besar telinganya, ekornya, atau tanduknya secara permanen (bukan karena pertarungan atau kecelakaan ringan), menurut mayoritas ulama tidak sah dijadikan qurban. Hal ini masuk dalam kategori cacat nyata yang disebut dalam hadis Nabi ﷺ.  Namun, jika kehilangan hanya sebagian kecil dan tidak mempengaruhi kondisi umum hewan, maka masih sah. Prinsip dasarnya adalah menjaga kesempurnaan bentuk fisik hewan sebagai bentuk penghormatan terhadap ibadah qurban. Maka dari itu, perhatikan baik-baik kondisi tubuh hewan sebelum dibeli.
  • Disembelih pada Waktu yang Ditetapkan Syariat Meskipun ini lebih ke aspek pelaksanaan, namun waktu penyembelihan juga menjadi syarat sahnya qurban. Hewan harus disembelih pada tanggal 10 Dzulhijjah setelah shalat Id hingga hari tasyrik terakhir (13 Dzulhijjah). Jika disembelih sebelum atau sesudahnya, maka tidak dihitung sebagai qurban. Rasulullah ﷺ bersabda: “Siapa yang menyembelih (sebelum shalat Id), maka sembelihannya itu hanya daging biasa, dan bukan qurban.” (HR. Bukhari dan Muslim). Oleh karena itu, meskipun hewan sudah memenuhi semua syarat fisik, jika disembelih di luar waktu yang ditetapkan, maka tidak sah sebagai ibadah qurban.

Pandangan Ulama Mazhab dan Ulama Kontemporer:

Keempat mazhab sepakat bahwa memilih hewan kurban harus sehat dan memenuhi kriteria fisik yang telah ditentukan. Dalam mazhab Hanafi, Imam Abu Hanifah menekankan pentingnya usia hewan dan menilai bahwa hewan yang tidak cukup umur tidak sah dijadikan qurban. Dalam mazhab Syafi'i, Imam Asy-Syafi'i juga menekankan tidak bolehnya hewan yang mengalami cacat berat, dengan pengecualian kecil bila tidak memengaruhi fungsi dasar.

Imam Malik dalam mazhab Maliki memberi kelonggaran pada beberapa cacat ringan jika tidak mengurangi daging hewan. Sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal dari mazhab Hanbali cenderung lebih ketat terhadap kondisi fisik hewan dan merekomendasikan memilih hewan terbaik yang dimiliki.

Ulama kontemporer seperti Syekh Yusuf al-Qaradawi menekankan pentingnya kesejahteraan hewan dalam proses qurban, termasuk sebelum, saat, dan setelah penyembelihan. Menurut beliau, Islam adalah agama rahmat, dan menyakiti hewan secara tidak perlu bertentangan dengan prinsip dasar Islam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun