Penempatan anak dengan perilaku menyimpang atau disebut "anak nakal" dalam barak militer atau program pelatihan disiplin tinggi telah menjadi strategi intervensi kontroversial dalam penanganan kenakalan remaja. Artikel ini mengkaji dampak buruk dan potensi keuntungan dari metode tersebut berdasarkan bukti ilmiah dalam bidang kesehatan psikologi perkembangan, neuropsikiatri, dan pedagogi militer. Disimpulkan bahwa meskipun terdapat potensi pembentukan disiplin dan peningkatan kontrol diri, pendekatan militer dapat memperparah gangguan psikososial jika tidak diiringi pendekatan psikoterapi yang mendalam dan empatik.
Kenakalan remaja adalah fenomena sosial di Indinesia yang kompleks dan sering kali merefleksikan kegagalan sistem pendidikan, pengasuhan, serta ketimpangan sosial. Salah satu pendekatan korektif yang banyak diadopsi di beberapa negara adalah program barak militer atau boot camp, di mana anak-anak atau remaja dengan perilaku menyimpang dikenalkan pada kehidupan disiplin keras khas militer.
Namun demikian, pendekatan ini menuai perdebatan. Sejumlah penelitian menunjukkan adanya risiko gangguan psikologis lebih lanjut jika penanganan tidak mempertimbangkan kondisi emosional dan kognitif anak. Maka, perlu evaluasi menyeluruh terhadap efektivitas, etika, dan keberlanjutan dampak dari program ini, terutama jika diterapkan secara umum di lembaga pembinaan.
Apakah Anak Nakal ?
Secara umum, istilah "anak nakal" merujuk pada anak-anak atau remaja yang menunjukkan perilaku menyimpang dari norma sosial, seperti membolos, mencuri, terlibat perkelahian, atau menolak otoritas. Dalam ilmu psikologi, perilaku ini sering dikaitkan dengan gangguan perilaku (conduct disorder) atau gangguan oposisi menantang (oppositional defiant disorder).
Dalam kehidupan sehari-hari, anak nakal sering kali terlihat tidak dapat dikendalikan oleh orang tua atau guru. Mereka cenderung impulsif, keras kepala, dan memiliki kesulitan besar dalam menerima batasan atau peraturan. Misalnya, seorang anak SMP yang terus-menerus membangkang perintah guru, berkelahi di lingkungan sekolah, dan berani melawan aparat adalah contoh yang sering muncul.
Masalah utama yang muncul di masyarakat terkait dengan anak nakal adalah stigma sosial yang menempel. Mereka sering dianggap "tidak punya harapan," dan akibatnya tidak diberikan kesempatan untuk berkembang dalam lingkungan yang suportif. Ini berisiko memperkuat siklus kenakalan yang berkelanjutan.
Permasalahan juga diperparah ketika institusi pendidikan dan sosial tidak memiliki program rehabilitasi perilaku yang memadai. Akibatnya, beberapa pihak memilih pendekatan represif, termasuk pengiriman anak-anak ini ke program pelatihan ala militer, meskipun efektivitas jangka panjangnya belum sepenuhnya terbukti.
Penyebab Anak nakal
Penyebab perilaku nakal pada anak telah menjadi fokus banyak penelitian ilmiah, yang menunjukkan bahwa faktor genetik, lingkungan, dan psikologis dapat saling memengaruhi dalam pembentukan perilaku anak. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik, seperti predisposisi terhadap gangguan perilaku atau impulsif, dapat berperan dalam perkembangan sikap nakal. Anak yang memiliki riwayat keluarga dengan masalah perilaku, seperti gangguan perhatian atau hiperaktivitas (ADHD), cenderung memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk menunjukkan perilaku nakal atau agresif.