Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.www.klinikdrwidodo.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kajian Ilmiah Kesehatan Remaja Nakal: Militer, Pesantren atau Rehabilitasi Sosial

10 Mei 2025   06:26 Diperbarui: 12 Mei 2025   04:30 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
DOKUMENTASI DAN EDITING PRIBADI

Fenomena kenakalan remaja yang meliputi tawuran, geng motor, penyalahgunaan narkotika, dan perilaku kriminal di kalangan anak-anak dan remaja menjadi tantangan besar bagi pemerintah daerah. Dalam upaya penanganan, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memunculkan kebijakan kontroversial dengan menempatkan anak-anak nakal masuk barak militer sebagai bentuk pembinaan karakter dan disiplin. Kebijakan ini mendapat penolakan dari Gubernur Jawa Tengah yang menilai pendekatan tersebut terlalu represif dan tidak sesuai dengan prinsip perlindungan anak, sementara Gubernur Bengkulu justru mendukung langkah tersebut dan mulai menjajaki kerja sama dengan TNI. Tulisan ilmiah kesehatan psikologi ini mengkaji tiga pendekatan yang kini ramai diperbincangkan dalam penanganan anak bermasalah: barak militer, pesantren khusus, dan rehabilitasi sosial melalui Kementerian Sosial. Melalui tinjauan kebijakan, pendapat pakar, dan hasil penelitian. Kajian ilmiah kesehatan ini berupaya menimbang kelebihan dan kelemahan masing-masing pendekatan dalam konteks pembinaan anak-anak dengan perilaku menyimpang, serta merumuskan arah kebijakan yang lebih manusiawi dan efektif untuk masa depan mereka.

Kenakalan remaja bukan hanya problem sosial, melainkan juga krisis nilai dan keteladanan. Di berbagai daerah, peningkatan kasus tawuran pelajar, peredaran narkoba di kalangan siswa, serta keterlibatan anak-anak dalam kejahatan jalanan mendorong pemerintah daerah mencari solusi yang cepat dan tegas. Salah satu pendekatan yang menimbulkan pro dan kontra adalah usulan dari Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi untuk membina anak-anak nakal di barak militer. Gagasan ini bertujuan untuk membentuk karakter dan kedisiplinan melalui lingkungan yang keras dan terstruktur.

Namun, pendekatan ini tidak diterima secara seragam di tingkat nasional. Gubernur Jawa Tengah secara terbuka menolak gagasan tersebut dengan alasan pendekatan keras berpotensi melanggar hak anak dan justru memperburuk kondisi psikologis mereka. Di sisi lain, Gubernur Bengkulu menunjukkan dukungan terhadap model militer ini, bahkan memulai komunikasi dengan aparat TNI untuk melibatkan mereka dalam pembinaan remaja. Perbedaan pandangan ini memunculkan pertanyaan besar: apakah barak militer, pesantren khusus, atau rehabilitasi sosial berbasis Kementerian Sosial yang paling efektif dan sesuai prinsip perlindungan anak dalam menangani kenakalan remaja?

Penyebab Kesehatan Psikologis

Kesehatan psikologis remaja yang terlibat dalam kenakalan sering kali dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti trauma, ketidakstabilan emosional, dan kurangnya dukungan sosial yang memadai. Anak-anak yang terjerumus dalam perilaku negatif sering kali berjuang dengan masalah internal, seperti rasa rendah diri, kecemasan, atau bahkan depresi, yang berakar dari pengalaman negatif di rumah, sekolah, atau lingkungan sekitar. Oleh karena itu, penanganan yang efektif harus melibatkan pendekatan psikologis yang mendalam, dengan memberikan ruang bagi remaja untuk mengungkapkan perasaan mereka, mengatasi trauma, dan belajar keterampilan sosial serta pengelolaan emosi yang sehat. Pemulihan psikologis bukan hanya soal mengubah perilaku, tetapi juga memperbaiki kesejahteraan mental mereka secara menyeluruh agar mereka bisa berkembang menjadi individu yang lebih stabil dan positif.

 Penelitian yang dilakukan oleh Journal of Adolescent Health (2015) menunjukkan bahwa kenakalan remaja sering kali berkaitan erat dengan gangguan psikologis yang mendalam, seperti depresi, kecemasan, dan gangguan stres pasca-trauma (PTSD). Remaja yang mengalami pelecehan fisik atau emosional, baik di rumah atau lingkungan sosial, berisiko lebih tinggi untuk terlibat dalam perilaku negatif. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan mereka untuk mengelola perasaan yang intens, yang seringkali membuat mereka mencari pelarian dalam bentuk kenakalan. Oleh karena itu, penanganan kenakalan harus memperhatikan kondisi psikologis mereka secara lebih holistik, dengan fokus pada pemulihan emosi dan mental.

Sebagai tambahan, penelitian oleh American Journal of Psychiatry (2017) menekankan pentingnya dukungan sosial dalam mengurangi perilaku menyimpang pada remaja. Anak-anak yang merasa tidak memiliki dukungan dari keluarga atau teman sebaya lebih cenderung untuk mencari perhatian melalui kenakalan. Dukungan emosional yang positif, baik dari keluarga, teman, atau konselor, dapat memainkan peran kunci dalam proses pemulihan psikologis remaja. Program rehabilitasi yang efektif tidak hanya mengatasi perilaku negatif mereka, tetapi juga membekali mereka dengan keterampilan sosial dan cara yang sehat untuk mengelola stres serta emosi mereka.

Sebuah studi dalam Journal of Child and Adolescent Psychology (2018) menyoroti bahwa penanganan yang menggabungkan terapi kognitif-perilaku (CBT) dan dukungan keluarga memiliki hasil yang lebih baik dalam rehabilitasi remaja nakal. Terapi ini membantu remaja untuk mengenali dan mengubah pola pikir negatif yang mengarah pada perilaku destruktif. Ketika pendekatan ini dipadukan dengan dukungan keluarga yang intens, remaja dapat lebih mudah mengatasi masalah internal mereka, memperbaiki hubungan sosial mereka, dan meningkatkan kesejahteraan mental secara keseluruhan. Ini menegaskan pentingnya pendekatan psikologis yang menyeluruh dalam membantu remaja untuk kembali ke jalur yang lebih positif.

Penanganan asrama militer

Nakal masuk barak asrama militer menuai pro dan kontra di kalangan psikolog dan praktisi anak. Menurut Dr. Seto Mulyadi, psikolog anak dan Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), pendekatan militeristik berisiko menimbulkan tekanan mental yang besar, terutama bagi anak-anak yang memiliki riwayat trauma atau berasal dari keluarga bermasalah. Ia menegaskan bahwa anak yang menunjukkan perilaku menyimpang seringkali adalah anak yang terluka dan tidak mendapatkan perlindungan atau perhatian yang cukup dari lingkungan terdekat. Oleh karena itu, pendekatan empatik dan psikososial dianggap lebih tepat dibandingkan dengan pola disiplin keras dan hukuman fisik yang diterapkan di lingkungan militer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun