Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.www.klinikdrwidodo.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mantan Presiden: Guru Bangsa atau Bayang Ambisi

5 Mei 2025   03:57 Diperbarui: 5 Mei 2025   04:10 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi editing pribadi

Mantan presiden bukan sekadar tokoh yang telah menyelesaikan masa jabatannya; ia adalah cermin sejarah yang hidup, yang keberadaannya mampu mempengaruhi arah masa depan bangsa. Dalam lanskap politik modern, ada dua wajah mantan presiden yang memilih menjadi guru bangsa, penyeru moral, penjaga nilai, dan sumber hikmah. Atau mantan presiden  yang masih terjerat dalam bayang-bayang ambisi, yang tetap ingin memengaruhi kekuasaan lewat jalur tak langsung. Artikel ini mengulas fenomena tersebut dalam perspektif etika kepemimpinan, pendidikan moral dan nilai-nilai Islam, serta menelusuri apakah seorang mantan presiden akan dikenang karena kebijaksanaannya, atau karena bayang-bayang ego yang tak selesai.

"Kepergian dari panggung kekuasaan bukanlah akhir peran, melainkan awal dari pengabdian sejati." Kalimat ini mencerminkan harapan besar terhadap para mantan presiden, bahwa ketika jabatan telah usai, peran sebagai penjaga nurani bangsa justru dimulai. Dalam tradisi luhur banyak bangsa, mantan kepala negara dijunjung sebagai figur bijak yang menjaga jarak dari kontestasi, namun mendekat kepada nurani rakyat menjadi penenang dalam badai, dan pelurus arah di tengah kabut kekuasaan.

Namun sejarah juga mencatat sebaliknya. Tak sedikit mantan presiden yang justru gagal mengakhiri masa jabatannya secara elegan. Alih-alih menjadi guru bangsa, mereka terjebak dalam narasi perpanjangan pengaruh, membayang-bayangi pemimpin selanjutnya, dan menabur benih kegelisahan dalam sistem politik. Dalam kondisi seperti ini, publik bertanya: apakah jabatan telah usai, ataukah hanya berganti bentuk? Maka dari itu, penting untuk menilai posisi mantan presiden bukan hanya dari kekuatannya di masa lalu, tetapi dari kebijaksanaan yang ia wariskan setelah kekuasaan dilepas.

Guru Bangsa

Mantan presiden yang berhasil menjadi guru bangsa dan sukses menjadi menjadi penyeru moral adalah sosok yang mampu menjaga marwah kepemimpinannya, bahkan setelah lengser dari jabatan. Mereka memilih untuk tidak lagi bermain di arena kekuasaan, tetapi berdiri sebagai penjaga nilai dan kebijaksanaan, berbicara hanya ketika moral bangsa dipertaruhkan. Di sinilah letak kemuliaan mereka tidak tergoda untuk kembali merebut panggung, namun tetap hadir sebagai pengingat arah dan nurani bangsa.

Contoh klasik dunia adalah Nelson Mandela, yang setelah memimpin Afrika Selatan pasca-apartheid, tidak mencalonkan diri untuk masa jabatan kedua meskipun masih sangat populer. Ia memilih jalan sunyi dan damai, menjadi suara rekonsiliasi dan keadilan sosial tanpa tergoda untuk kembali bermain dalam perebutan kekuasaan. Mandela dikenang bukan hanya karena kepemimpinannya, tetapi karena kesediaannya untuk mundur dan memberi ruang bagi generasi berikutnya.

Di Indonesia, Presiden BJ Habibie adalah contoh yang layak dikenang. Setelah menjabat di masa transisi, beliau tidak memaksakan diri untuk mempertahankan kekuasaan. Pasca-pemerintahan, Habibie lebih memilih mengabdi dalam dunia pendidikan, teknologi, dan moral kebangsaan. Ucapannya yang tenang dan pemikirannya yang dalam tetap dikenang sebagai suara kebijaksanaan di tengah kegaduhan politik nasional.

Demikian pula Jimmy Carter, mantan presiden Amerika Serikat, yang setelah masa jabatannya justru semakin dikenal karena kerja kemanusiaan dan perdamaian. Ia mendirikan Carter Center dan secara konsisten mendorong hak asasi manusia dan demokrasi di berbagai belahan dunia. Carter adalah contoh bahwa kejayaan moral bisa lebih abadi dibanding kejayaan politik.

Mereka yang berjalan di jalur ini mengajarkan bahwa warisan kepemimpinan sejati bukan pada lamanya berkuasa, tetapi pada jejak kebaikan yang ditinggalkan. Ketika suara mereka muncul, bukan untuk mengatur atau mengintervensi, melainkan untuk memperingatkan dengan kasih dan nurani. Inilah teladan yang dibutuhkan bangsa di saat krisis arah dan identitas.

Bayang Ambisi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun