Menopause merupakan fase alami dalam kehidupan wanita yang ditandai oleh berakhirnya siklus menstruasi dan penurunan tajam hormon estrogen dan progesteron. Perubahan hormonal ini tidak hanya mempengaruhi fisik, tetapi juga berdampak signifikan pada kesehatan mental, termasuk munculnya kecemasan, depresi, dan gangguan suasana hati. Seiring meningkatnya kesadaran tentang aspek psikis menopause, semakin banyak penelitian menyoroti hubungan antara transisi menopause dan gangguan mental pada wanita usia pertengahan. Untuk menangani masalah tersebut harus memahami mekanisme neurobiologis, temuan terkini, dan opsi penanganan berbasis bukti dari literatur medis terbaru.
Transisi menuju menopause (menopause transition/MT) dikenal sebagai periode kesehatan kompleks yang memengaruhi kualitas hidup wanita secara menyeluruh. Selain keluhan fisik seperti hot flashes, gangguan tidur, dan kelelahan, banyak wanita mengalami perubahan signifikan dalam suasana hati, munculnya gangguan kecemasan, dan peningkatan risiko depresi. Studi terbaru menggarisbawahi bahwa gejala psikis ini sering muncul lebih awal dibanding berhentinya menstruasi itu sendiri.
Dalam tinjauan sistematis terbaru yang dimuat dalam Curr Opin Obstet Gynecol (2025), disebutkan bahwa perubahan suasana hati dan gejala kognitif seringkali menjadi keluhan pertama yang muncul selama fase perimenopause. Faktor-faktor biologis, psikososial, dan gaya hidup turut memperkuat dampak menopause terhadap stabilitas emosi dan fungsi mental wanita usia pertengahan.
Definisi Menopause
Menurut definisi dari American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG), menopause adalah kondisi fisiologis yang ditandai oleh tidak adanya menstruasi selama 12 bulan berturut-turut akibat penurunan fungsi ovarium yang menetap. Umumnya terjadi antara usia 45--55 tahun, menopause merupakan peristiwa yang menandai berakhirnya masa reproduksi seorang wanita.
Lebih dari sekadar akhir siklus menstruasi, menopause mencerminkan perubahan sistemik, terutama berkaitan dengan turunnya kadar estrogen dan progesteron. Kedua hormon ini berperan penting tidak hanya dalam fungsi reproduksi, tetapi juga dalam regulasi emosi, neurotransmiter otak, metabolisme, dan keseimbangan neurokimia.
Mekanisme Hubungan Menopause dengan Gangguan Mental dan Emosional
Peneltian oleh Horst dkk dalam Current Opinion in Obstetrics and Gynecology menekankan bahwa transisi menopause memicu perubahan struktural dan fungsional otak akibat penurunan estrogen, yang berdampak pada kesehatan mental perempuan usia paruh baya. Gejala awal yang sering muncul meliputi gangguan mood, kecemasan, dan gangguan kognitif yang dapat mengganggu kualitas hidup secara signifikan. Penanganan yang efektif memerlukan kesadaran klinisi, khususnya dokter kandungan, untuk mengenali dan mengintegrasikan terapi hormon, farmakoterapi, psikoterapi, serta modifikasi gaya hidup dalam tatalaksana pasien.
Hogervorst  mengungkapkan  dalam jurnal Best Practice & Research Clinical Obstetrics & Gynaecology membahas peran biologis estrogen dalam fungsi otak, termasuk pengaruhnya terhadap aliran darah, neuroplastisitas, dan regulasi neurotransmiter. Meski secara teoritis menopaus dapat berdampak pada kognisi dan mood, bukti objektif jangka panjang masih belum konsisten. Namun, terapi hormon disarankan secara individual pada wanita dengan menopause dini atau gejala berat, terutama hingga usia menopause alami, asalkan tidak ada kontraindikasi.
Tanda dan Gejala Gangguan Mental pada Menopause