Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.www.klinikdrwidodo.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pengalaman Penanganan Sulit Makan dan Pilih Pilih Makanan di Picky Eaters Clinic Jakarta

16 April 2025   20:06 Diperbarui: 16 April 2025   20:16 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi dan editing pribadi

Kesulitan makan, gangguan kenaikkan berat badan dan stunting merupakan keluhan umum yang sering disampaikan orang tua kepada dokter anak di Picky Etaers Clinic Jakarta. Meskipun sebagian besar kasus tergolong ringan, sebagian kecil menunjukkan gangguan makan yang serius dan memerlukan intervensi. Kesulitan makan dikategorikan dalam dua perilaku utama: nafsu makan terganggu dan pola makan selektif (pilih pilih makanan). Setiap kategori mencakup spektrum dari kondisi normal yang disalahpahami hingga gangguan berat organik maupun perilaku. Peran gaya pengasuhan makan oleh orang tua yang responsif, Parenting VOC, kontrol berlebihan, permisif, dan abai  bukan penyebab utama gangguan, Tetapi mungkin bisa memperparah atau memperbaiki kondisi anak. Dengan pemahaman klasifikasi ini, dokter anak diharapkan mampu mengevaluasi secara efisien berbagai jenis kesulitan makan, merencanakan terapi yang sesuai, serta merujuk ke spesialis bila diperlukan.

Kesulitan makan pada anak merupakan masalah yang umum terjadi pada masa kanak-kanak awal dan dapat menimbulkan stres yang besar dalam keluarga serta berdampak negatif terhadap pertumbuhan dan kesehatan anak. Anak-anak dengan penyakit kronis, terutama gangguan neurodisabilitas, memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan makan. Picky Eaters Clinic muncul sebagai respons terhadap kebutuhan akan pendekatan multidisiplin yang terstruktur dan menyeluruh dalam menangani berbagai spektrum gangguan makan, baik pada anak dengan maupun tanpa penyakit penyerta. Meskipun telah banyak pendekatan multidisiplin yang dikembangkan, masih terbatas bukti ilmiah yang mendokumentasikan efektivitas intervensi yang dilakukan di Picky Eaters Clinic.

Gangguan makan pada anak adalah kondisi kompleks yang ditandai dengan kesulitan dalam mengonsumsi makanan atau cairan yang cukup untuk pertumbuhan dan perkembangan yang sehat. gangguan makan pada anak dapat berasal dari berbagai penyebab, seperti gangguan medis, psikososial, perilaku, hingga oral-motor. Sekitar 95% anak dilaporkan mengalami gangguan makan dalam beberapa manifestasi klinis, namun hanya 5% memerlukan intervensi klinis intensif. Penanganan gangguan makan pada anak secara bertahap dan terpadu sangat penting untuk memastikan anak mendapatkan intervensi yang tepat dan efektif.

Manifestasi Klinis

Kesulitan makan pada anak merupakan masalah yang sering mencemaskan orang tua dan menjadi alasan kunjungan ke praktik dokter anak. Keluhan ini dapat berkisar dari kekhawatiran ringan terhadap kebiasaan makan yang tampak pilih-pilih hingga kondisi medis yang signifikan seperti gangguan tumbuh kembang atau failure to thrive. Tantangan utama dalam menghadapi keluhan ini adalah membedakan antara variasi normal dalam pola makan dan kondisi yang memerlukan perhatian klinis lebih lanjut. Kerzner dan rekan (2015) menawarkan pendekatan praktis dan sistematis yang mempermudah klasifikasi gangguan makan berdasarkan tiga perilaku makan yang paling mengkhawatirkan orang tua, yaitu:

  • Nafsu makan terbatas (limited appetite) , Penderita yang datang di Picky Eaters clinic hampir 95% mengalami gangguan nafsu makan terbatas atau hilang nafsu makana, Tampak pada anak yang tampak kenyang atau tidak merasa lapar meskipun waktu makan sudah tiba. Anak-anak dengan kondisi ini sering kali menolak makanan yang ditawarkan kepada mereka, bahkan setelah waktu makan yang terjadwal. Mereka mungkin mengunyah makanan dengan lambat atau mengemutnya tanpa menelan, yang menunjukkan kurangnya minat terhadap makanan. Dalam beberapa kasus, mereka akan mengeluarkan makanan dari mulut atau menolak makanan dengan cara menampiknya menggunakan tangan. Reaksi ini bisa sangat frustrasi bagi orang tua, yang berusaha untuk memberi anak mereka asupan gizi yang cukup. Selain itu, anak yang memiliki nafsu makan terbatas sering kali menutup mulut rapat-rapat saat makanan coba dimasukkan, atau bahkan berlari menjauh saat disuapi. Gejala ini bisa disertai dengan ekspresi wajah yang menunjukkan penolakan terhadap makanan atau ketidaknyamanan. Jika kondisi ini berlanjut, anak dapat mengalami penurunan berat badan atau gangguan pertumbuhan karena asupan makanan yang tidak mencukupi. Hal ini dapat memerlukan perhatian medis untuk mencari tahu apakah ada faktor lain seperti masalah pencernaan, gangguan psikologis, atau masalah perkembangan yang mempengaruhi nafsu makan mereka.
  • Pola makan selektif (selective intake),  Sekitar 75% anak yang ditangani di Picky Etaers Clinci mengalami pola makan selektif (selective intake) yang lebih dikenal dengan istilah picky eating atau pilih pilih makanan, adalah kondisi di mana anak menolak berbagai jenis makanan tertentu dalam jangka waktu yang lama. Anak-anak dengan pola makan ini biasanya sangat selektif terhadap makanan padat, terutama yang berserat atau kasar. Mereka lebih cenderung memilih makanan yang lembut, licin, atau krispi seperti mie, telur, atau kerupuk, sementara makanan seperti daging empal, sayur tertentu, atau nasi kasar sering kali ditolak. Makanan krispi yang disukai adalah kerupuk atau biskuit ata daging tips, tempe tips. Keterbatasan preferensi makanan ini membuat orang tua harus menghadapi tantangan dalam memastikan anak mendapatkan variasi gizi yang cukup untuk mendukung pertumbuhannya. Selain itu, anak dengan pola makan selektif sering kali menghindari makanan yang memiliki bau tajam, berbau amis, atau tekstur yang lengket. Misalnya, mereka cenderung tidak menyukai makanan yang memiliki bau amis seperti ikan atau makanan yang memiliki bau tajam seperti sayuran mentah tertentu. Karena itu, makanan yang diberikan harus selalu dalam kondisi hangat, karena bau tajam dan bau amis akan berkurang saat makanan masih panas. Hal ini menambah tantangan bagi orang tua dalam merencanakan dan menyajikan makanan yang dapat diterima anak, serta meningkatkan kebutuhan akan pendekatan yang lebih kreatif dalam memenuhi kebutuhan gizi anak yang pilih-pilih makan.

Penyebab. Kesulitan makan dan gangguan berat badan pada anak merupakan kondisi yang multifaktorial, artinya disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi. Gangguan pola asuh, Parenting VOC, feeding rules ternyata bukan penyebab utama gangguan. beberapa penyebab gangguan  sulit makan dan gangguan berat badan di antaranya adalah

  1. Penyebab Utama. Salah satu kelompok penyebab yang cukup umum namun sering kurang dikenali adalah gangguan fungsional saluran cerna, termasuk hipersensitivitas saluran cerna dan alergi makanan yang memicu gangguan sistem pencernaan. Picky Etaers Clinic jakarta ditemukan hampir sebagain besar sekitar 95% penyebab utama adalah gangguan fungsi saluran cerna, dengan rincian 65% alergi saluran cerna atopi (Tipe  IgE) dan 35% tipikal non atopi (non IgE). Anak-anak dengan kondisi ini sering mengalami keluhan seperti nyeri perut, mual, muntah, diare, sembelit, atau rasa tidak nyaman setelah makan, yang menyebabkan mereka menolak makanan secara konsisten. Respons tubuh terhadap alergen makanan atau iritasi saluran cerna yang berulang dapat menimbulkan asosiasi negatif terhadap makanan, mengganggu pola makan, dan berdampak pada pertumbuhan serta berat badan anak.
  2. Penyebab Organik Penyebab organik yang meliputi gangguan struktural, neurologis, atau metabolik. Gangguan organik sangat jarang, mungkin hanya terjadi kurang dari 3% kasus Misalnya, adanya kelainan anatomi pada saluran pencernaan seperti celah langit-langit (palatoskisis), gangguan menelan (disfagia), gangguan gastroesofageal reflux (GERD) yang berat, serta kondisi neurologis seperti cerebral palsy yang mengganggu koordinasi otot saat makan. Selain itu, penyakit kronik seperti penyakit jantung bawaan, gagal ginjal, atau gangguan metabolik juga dapat menyebabkan kebutuhan energi meningkat, nafsu makan menurun, dan kesulitan mempertahankan berat badan yang adekuat. Pada kasus seperti ini, kesulitan makan lebih disebabkan oleh keterbatasan kemampuan fisik atau gangguan sistem tubuh yang memengaruhi proses makan secara langsung.
  3. Gangguan psikologis Gangguan psikologis, yang sebenarnya jarang menjadi penyebab utama kesulitan makan pada anak. Gangguan ini lebih sering berperan sebagai faktor yang memperberat kondisi yang sudah ada, terutama jika anak mengalami trauma makan berulang, stres lingkungan, atau pola asuh yang tidak mendukung. Anak dengan gangguan cemas, depresi, atau riwayat pengasuhan yang kaku dan penuh tekanan terhadap makan, dapat mengembangkan perilaku makan yang bermasalah. Meskipun demikian, gangguan psikologis biasanya bukan penyebab primer, melainkan memperburuk kondisi akibat gangguan fungsional atau organik yang belum ditangani secara optimal. Pendekatan psikologis tetap penting dalam penanganan menyeluruh, namun perlu disesuaikan dengan evaluasi klinis yang komprehensif.

Dampak

  • Gangguan Berat dan Tinggi Badan. Dampak dari sulit makan dan gangguan kenaikan berat badan pada anak sangat signifikan terhadap kesehatan dan pertumbuhannya. Salah satu dampak utama adalah stunting, di mana anak tidak mengalami pertumbuhan tinggi badan yang optimal akibat kekurangan gizi dalam jangka panjang. Sekitar 45% anak mengalami gangguan pertumbuhan atau tinggi badan tidak optimal, 60% terjadi gangguan berat badan dan 22% mengalami stunting.
  • Kekebalan Tubuh rentan. Penderita Picky Eaters Clinic jakarta, mengungkapkan sekitar 54% anak alergi saluran cerna dengan gangguan sulit makan dan gangguan berat badan terutama dengan keluhan mudah mual, mudah muntah atau GERD seringkali mengalami kekebalan tubuh rentan, mudah sakit , mudah demam, batuk lama, mudah pilek, sehingga bila berkepanjgan berdampak bronkitis, bronkopnemoni, infeksi telinga, sinustitis, adenoid membesar, tonsil membesar (amandel) dan gangguan lainnya. Hal ini terjadi karena kekebalan tubuh, 70-80% dibentuk di saluran cerna saat saluran cerna tergaggu kekebalan tubuh terganggu.
  • Perkembangan, perilaku dan kognitif anak. Gangguan makan yang berkelanjutan dapat menyebabkan masalah perilaku yang lebih kompleks khususnya anak dengan gangguan pencernaan, mekanisme Gut Brain Axis membuat gangguan pencernaan bisa merangsang ke otak, anak tampak cerdas terjadi peningkatan  gangguan emosi, gangguan mood, kecemasan, perubahan suasana hati yang tajam, atau menjadi sangat rewel, hiperkinetik meningkat sehingga tampak anak sangat aktif, gangguan tidur, gangguan motorik kasar anak jalan terburu buru mudah jatuh, gangguan sensoris anak mudah geli, jalan jinjit. Anak juga mengalami gangguan tidur  seperti kesulitan tidur atau sering terbangun di malam hari, tidur bolak balik gelisah, mimpi buruk. Selain itu juga sering menunjukkan penurunan kemampuan dalam berfokus atau gangguan koensntrasi anak tampak anak suka melamun, suka terburu buru, belajar tidak lama, membaca tidak lama, sering tidak teliti, mewarnai tidak lama, mudah bosan, sering tidak fokus, bila dipanggil beberapa kali baru menoleh, anak sering lupa tapi anak biasanya cerdas.
  • Overdiagnosis TB, ISK dan Alergi Susu sapi. Kesulitan makan yang terus-menerus juga berisiko menyebabkan overdiagnosis (salah diagnosis atau diagnosis berlebihan) kondisi lain, seperti overdiagnosis alergi susu api, overdiagnosis tuberkulosis (TB) atau ISK (infeksi Saluran kencing) padahal tidak mengalami gangguan tersebut. Banyak anak dengan gangguan makan dengan gejala seperti batuk berkepanjangan, berat badan yang tidak naik, dan sering sakit, yang membuat mereka didiagnosis dengan TB, padahal penyebab utama masalahnya adalah alergi dan penurunan daya tahan tubuh. Ini sering menyebabkan perawatan yang salah arah, di mana anak justru mendapatkan pengobatan untuk TB, meskipun yang mereka alami sebenarnya adalah infeksi saluran pernapasan berulang seperti bronkopneumonia, bronkitis, atau asma yang sering terjadi pada anak-anak dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah khususnya penderita alergi. Kesalahan diagnosa ini dapat memperburuk kondisi anak karena pengobatan yang tidak sesuai dengan masalah yang mendasar.

Pendekatan Bertahap (Stepwise Approach) Picky Eaters Clinic Jakarta

Gangguan makan pada anak merupakan masalah kompleks yang melibatkan aspek medis, nutrisi, perilaku, dan oral-motor. Meskipun cukup umum ditemukan, sekitar 10% kasus memerlukan penanganan intensif. Pendekatan bertahap dalam penanganan, manajemen interdisipliner, intervensi disfungsi menelan (disfagia), terapi perilaku, serta dukungan dietetik. Dengan penanganan yang tepat dan kerja sama lintas disiplin, prognosis jangka panjang anak dengan gangguan makan pada anak dapat membaik secara signifikan.

Kesulitan makan pada anak mencakup berbagai bentuk gangguan, mulai dari gangguan perilaku makan hingga gangguan makan yang berhubungan dengan kondisi medis kronis atau gangguan neurologis. Masalah ini dapat menyebabkan kegagalan tumbuh, kekurangan gizi, serta beban psikososial yang signifikan bagi keluarga. Penanganan yang tidak memadai dapat memperburuk kondisi anak dalam jangka panjang. Dalam menghadapi kompleksitas ini, dibutuhkan pendekatan tim yang melibatkan berbagai disiplin ilmu seperti dokter anak, ahli gizi, psikolog, terapis okupasi, dan terapis wicara. Klinik spesialis makan bertujuan untuk memberikan penilaian dan intervensi komprehensif terhadap masalah makan anak. Pendekatan Bertahap (Stepwise Approach) meliputi

  1. Evaluasi Awal Penanganan dimulai dengan anamnesis menyeluruh dan pemeriksaan fisik lengkap, termasuk penilaian parameter pertumbuhan dan pola makan. Gejala "red flag" seperti disfagia, nyeri saat menelan (odinofagia), aspirasi, malnutrisi berat, dan defisiensi nutrien harus ditangani segera. Evaluasi awal juga mencakup pemeriksaan perkembangan oral-motor, stabilisasi asupan nutrisi, serta evaluasi praktik pemberian makan yang merugikan oleh orang tua. Bila ditemukan gejala seperti hipersalivasi, gangguan tonus otot, tersedak berlebih, atau keterlambatan tahapan tekstur makanan, maka rujukan untuk evaluasi oral-motor diperlukan. Tindakan nutrisi awal meliputi: Suplementasi kalori untuk gagal tumbuh, Suplementasi multi-nutrien bila variasi makanan terbatas, Suplementasi nutrien tunggal bila terbukti kekurangan zat gizi
  2. Evaluasi Penyebab Utama. Penyebab utama gangguan atau hipersensitivitas saluran cerna pada anak sering kali berkaitan dengan alergi makanan, khususnya alergi saluran cerna non-IgE maupun IgE-mediated, yang melibatkan respons imun terhadap protein tertentu dalam makanan. Identifikasi kondisi ini memerlukan riwayat klinis yang cermat, termasuk hubungan antara gejala dengan konsumsi makanan tertentu, serta respons terhadap eliminasi makanan dan uji tantangan makanan oral (Oral Food Challenge). Tanda dan gejala alergi saluran cerna dapat mencakup mual, muntah, GERD, muah diare, konstipasi, nyeri perut berulang, perut kembung, . Gejala alergi lainnya di luar saluran cerna juga sering menyertai, seperti eksim atopik, batuk kronis, pilek alergi, mengi, serta iritabilitas atau gangguan tidur yang berkaitan dengan ketidaknyamanan saluran cerna.
  3. Intervensi dengan Oral Food Challenge. Penanganan alergi makanan pada gangguan saluran cerna tidak cukup hanya mengandalkan tes alergi laboratorium karena tes tersebut sering kali tidak akurat untuk mendeteksi alergi non-IgE, sehingga pendekatan yang menjadi gold standard adalah oral food challenge (tantangan makanan oral) yang dilakukan secara bertahap dan terkontrol di bawah pengawasan dokter. Prosedur ini melibatkan eliminasi makanan yang dicurigai sebagai alergen dari pola makan anak selama beberapa minggu, kemudian pemberian kembali secara bertahap untuk melihat respons tubuh. Jika gejala membaik selama eliminasi dan muncul kembali saat reintroduksi, maka diagnosis alergi makanan saluran cerna dapat ditegakkan. Dengan menghindari makanan pemicu yang telah teridentifikasi, gejala gangguan pencernaan seperti diare, konstipasi, atau nyeri perut akan membaik, disertai peningkatan nafsu makan, pertambahan berat badan, dan kualitas hidup anak secara keseluruhan.
  4. Intervensi Lanjutan Jika dalam beberapa minggu tidak ada perbaikan, intervensi yang lebih spesifik berdasarkan perilaku makan anak dan gaya pemberian makan orang tua harus dilakukan. Perilaku umum meliputi: Nafsu makan rendah, Selektivitas makanan, Takut makan (feeding fear), Ruminasi dan pica
  5. Pendekatan terapi antara lain:
    • Stimulasi nafsu makan: melalui pendekatan perilaku dan farmakologis (mis. cyproheptadine, megestrol acetate)
    • Mengatasi selektivitas makanan: dengan paparan makanan baru secara bertahap, modeling oleh orang tua, integrasi sensori, dan terapi perilaku
    • Mengurangi kecemasan makan: dengan mengubah suasana makan, alat makan alternatif, atau medikasi anxiolitik jika perlu
  6. Manajemen Interdisipliner. Manajemen interdisipliner menjadi pendekatan yang sangat penting dalam menangani masalah makan kompleks pada anak. Ketika kesulitan makan disertai dengan gangguan tumbuh kembang, disfagia, atau stres psikososial keluarga, diperlukan kolaborasi tim profesional dari berbagai bidang. Tim ini biasanya terdiri dari dokter anak subspesialisasi gastroenterologi dan tumbuh-kembang, terapis wicara dan okupasi, psikolog perilaku, ahli gizi, dan pekerja sosial. Setiap anggota tim memiliki peran spesifik dalam menilai dan menangani aspek medis, sensorik, perilaku, dan sosial dari kesulitan makan, dengan pendekatan holistik dan berpusat pada keluarga.
  7. Intervensi untuk Disfagia.  Dalam kasus disfagia atau pilih pilih makan atau gangguan oral motor, terapi oral-motor merupakan intervensi penting yang dapat mempercepat kemampuan makan yang aman dan efisien. Intervensi ini meliputi modifikasi ukuran bolus, penggunaan dot atau botol khusus, pemberian cairan kental (thickener), pengaturan posisi makan yang tepat, serta latihan desensitisasi dan stimulasi oral-motor. Terapi juga bisa melibatkan variasi suhu dan tekstur makanan untuk menstimulasi fungsi oromotor. Penggunaan thickener umum dilakukan, tetapi harus hati-hati pada bayi prematur karena berisiko menyebabkan nekrotisasi enterokolitis (NEC). Alternatif seperti dot aliran lambat atau posisi makan menyamping juga dipertimbangkan, meskipun data efektivitasnya masih terbatas. Pendekatan inovatif seperti stimulasi listrik neuromuskular pada otot faring juga mulai digunakan. Terapi oral-motor dapat mempercepat perkembangan kemampuan makan secara efisien.
  8. Terapi Perilaku. Terapi perilaku diperlukan ketika kondisi medis dan nutrisi anak sudah stabil. Pendekatan ini bertujuan memperbaiki perilaku makan yang positif, mengurangi perilaku maladaptif seperti menolak makan, serta menciptakan suasana makan yang menyenangkan antara anak dan pengasuh. Selain itu, terapi ini membantu menurunkan stres pengasuh dan mendorong pencapaian asupan gizi yang sesuai dengan tahap perkembangan anak. Terapi dapat dilakukan dalam berbagai setting, mulai dari rawat jalan hingga rawat inap penuh, tergantung tingkat keparahan kasus. Penting juga untuk menilai gaya pengasuhan makan, karena gaya yang tidak responsif seperti kontrol berlebihan atau pengabaian dapat memperburuk gangguan makan. Dokter anak perlu mengenali pola ini agar dapat memberikan edukasi yang tepat serta rujukan ke spesialis bila diperlukan.
  9. Gaya pengasuhan makan  Gaya pengasuhan makan yang diterapkan oleh orang tua atau pengasuh, seperti gaya responsif (yang ideal), kontrol berlebihan, permisif, atau bahkan pengabaian, sangat memengaruhi perilaku makan anak. Gaya pengasuhan yang tidak tepat dapat memperburuk gangguan makan dan menciptakan lingkaran masalah yang sulit diputus, seperti penolakan makan yang semakin memburuk atau kecemasan saat waktu makan. Dengan memahami dan mengklasifikasikan gaya pengasuhan ini, dokter anak dapat mengevaluasi konteks keluhan secara lebih komprehensif, membedakan apakah gangguan makan bersifat perilaku atau disebabkan oleh masalah organik, serta merancang intervensi yang tepat. Pendekatan ini juga memungkinkan dokter memberikan edukasi dan bimbingan kepada orang tua agar mereka menerapkan strategi yang lebih responsif, serta melakukan rujukan tepat waktu ke ahli nutrisi, psikolog anak, atau spesialis lain sesuai kebutuhan.
  10. Intervensi Nutrisi Intervensi nutrisi harus segera dimulai ketika anak teridentifikasi memiliki risiko kekurangan gizi atau penurunan berat badan, dengan tahapan yang dimulai dari suplementasi oral dan peningkatan densitas kalori, hingga pemberian makan melalui selang enteral (NGT/g-tube) jika asupan oral tidak mencukupi. Jika pemberian makan oral dan enteral tidak memadai, nutrisi parenteral menjadi pilihan terakhir. G-tube lebih disukai untuk kebutuhan jangka panjang (lebih dari enam minggu), sementara pemberian makanan secara bolus dianggap lebih fisiologis daripada continuous feeding. Pada anak yang mengalami GERD berat atau gangguan pengosongan lambung, jejunal feeding menjadi opsi yang layak. Transisi dari pemberian makan melalui selang ke makan oral adalah proses bertahap yang memerlukan dukungan tim interdisipliner, dimulai dengan pengalihan metode feeding, seperti dari continuous feeding ke bolus, serta pemberian makanan oral terlebih dahulu untuk menstimulasi rasa lapar. Terapi sensorik dan oral juga dilakukan secara paralel untuk memperbaiki respons anak terhadap makanan. Program transisi ini disesuaikan dengan kondisi medis dan kemampuan makan anak, dengan tujuan akhir untuk mencapai kemandirian makan secara oral dan optimalisasi pertumbuhan serta kualitas hidup anak dan keluarganya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun