Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.www.klinikdrwidodo.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

PUISI PILU ANAK GAZA: Dibawah Langit Penuh Mesiu

15 April 2025   06:03 Diperbarui: 15 April 2025   06:03 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
DOKUMENTASI EDITING PRIBADI

(Puisi untuk Anak-anak Gaza, Ramadhan, dan Idul Fitri yang Berdarah)

Dibawah Langit Penuh Mesiu

Di tanah yang pecah oleh duka,
di bawah langit yang berkabut asap rudal,
seorang anak kecil memeluk Al-Qur'an lusuh,
berbisik lirih:
"Ya Allah... aku masih ingin sujud,
walau lantai musala tak lagi utuh."

Tangisnya mengalun di antara dentuman,
bukan karena lapar yang tak tertahankan,
bukan karena mainan yang tak bisa dibeli,
tapi karena ia rindu ayah,
yang syahid dalam sujud terakhir,
saat takbir Id menggema tanpa pengeras suara---
hanya suara bom yang lebih lantang.

Ia bertanya,
"Ramadhan ini... apakah masih diberkahi,
jika sahurnya kami hanya dengan air mata,
dan buka puasanya dengan debu reruntuhan?"

Ia menangis dalam sujudnya,
namun tak pernah menyalahkan Allah.
Karena ia tahu,
ini perintah-Nya.
Jihad, sabar, dan bertahan---
bukan karena benci,
tapi karena cinta kepada surga.

Di setiap malam ganjil,
langit Gaza bukan bercahaya Lailatul Qadr,
tapi terbakar rudal-rudal zionis laknatullah.
Namun di hati anak-anak itu,
terbit cahaya yang tak pernah padam---
iman yang menyala, seperti pelita
yang dijaga oleh ayat demi ayat.

Di bawah langit penuh mesiu,

Wahai dunia,
kau rayakan Idul Fitri dengan kembang api,
mereka rayakan dengan peti mati.
Kau hiasi rumahmu dengan lampu warna-warni,
mereka tak punya atap lagi,
hanya langit,
tempat mengadu pada Rabbul 'Izzati.

Namun lihatlah...
mereka tetap shalat Id,
di atas puing-puing yang pernah jadi rumah,
dengan pakaian robek dan darah yang masih hangat.
Takbir mereka bukan protes,
tapi dzikir,
"Allah... Allahu Akbar... Allahu Akbar..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun