Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.www.klinikdrwidodo.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

SURAT UNTUK PRESIDEN: Antara Harapan dan Kekecewaan, Suara Rakyat Untuk Presiden Tercinta

10 April 2025   23:03 Diperbarui: 11 April 2025   06:18 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kepada Yth.
Bapak Presiden Republik Indonesia
di Tempat

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Bapak Presiden yang kami cintai,

Kami menulis surat ini tidak dengan marah,
tapi dengan hati yang rindu akan keberpihakan sejati.

Masih terngiang di telinga kami,
saat Bapak berdiri gagah---
lantang dan tegas menyatakan:
"Stop impor beras, jagung, daging sapi, dan semua komoditas pangan!"
Saat itu dada kami membuncah bangga.
Petani bersorak, nelayan bersujud syukur,
dan rakyat kecil menaruh harap di ujung doa mereka.

Kami kira, hari itu, Indonesia kembali kepada akarnya,
kepada tanahnya, kepada peluh anak bangsanya.
Kami kira, itu adalah azan kebangkitan kedaulatan pangan,
bukan sekadar retorika pemanis layar kaca.

Namun belum juga semusim berlalu,
angin kebijakan berubah arah.
Suara yang dulu lantang itu kini melemah,
diganti teriakan baru:
"Hapus semua kuota impor,
bebaskan semua impor tanpa batas!"

Ah, betapa cepat janji berubah jadi bayang.
Betapa miris melihat arah yang dahulu lurus,
kini belok ke jalan yang sama
dengan presiden-presiden sebelum Bapak:
Sen kiri, belok kanan.
Bergerak, tapi kehilangan arah.

Bapak Presiden,
Ini bukan sekadar soal ekonomi,
ini soal harga diri.
Apa guna merdeka tujuh puluh delapan tahun,
jika petani masih kalah bersaing di tanahnya sendiri?
Apa arti berdikari,
jika nasi di piring anak kita datang dari pelabuhan luar negeri?

Kami takut, Pak.
Kami takut negeri ini jadi pasar tanpa pagar.
Kami takut anak-anak kami tumbuh tanpa sawah,
tanpa ladang,
tanpa harapan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun