Mohon tunggu...
Muhammad Hasan
Muhammad Hasan Mohon Tunggu... Relawan - Mahasiswa

Menjadi orang yang berguna

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Penodaan dan Pelecehan Agama

24 Mei 2019   16:15 Diperbarui: 24 Mei 2019   16:18 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebaliknya dengan makian boleh jadi kebatilan dapat nampak dihadapan orang-orang awam sebagai pemenang, karena itu suara keras si pemaki dan kekotoran lidahnya tidak pantas dilakukan oleh seseorang muslim yang harus memelihara lidah dan tingkah lakunya.

Di sisi lain, makian dapat menimbulkan antipati terhadap yang memaki, sehingga jika hal itu dilakukan oleh seorang muslim, maka yang dimaki akan semakin menjauh. Ayat di atas menggunakan kata () alladzina yang menunjuk kepada berhala-berhala sesembahan kaum musyrik, satu kata yang hanya digunakan kepada makhluk berakal dan berkehendak. Agaknya kata tersebut sengaja dipilih disini untuk menunjukan betapa sembahan-sembahan jangan dimaki, karena kaum musyrik percaya bahwa berhala-berhala itu berakal dan berkehendak. Demikinan lebih kurang al-Biqa'i.

 Larangan memaki tuhan-tuhan dan kepercayaan pihak lain merupakan tuntutan agama, guna memelihara kesucian agama-agama dan guna menciptakan rasa aman serta hubungan harmonis antar ummat beragama. Manusia sangat mudah terpancing emosinya bila agama dan kepercayaannya disinggung. Ini merupakan tabiat manusia apapun kedudukan sosial atau tingkat pengetahuannya, karena agama bersemi di dalam hati penganutnya, sedang hati adalah sumber emosi. Berbeda dengan pengetahuan, yang mengandalkan akal dan pikiran. Karena itu dengan mudah seseorang mengubah pendapat ilmiahnya, tetapi sangat sulit mengubah kepercayaannya walau bukti-bukti kekeliruan kepercyaan telah terhidang kepadanya.

 Ayat ini dijadikan salah satu alasan untuk menguatkan pendapat tentang apa yang dinamai oleh penganut mazhab malik ( ) saddudz-dzari'ah yakni menampik peluang atau melarang sesuatu yang dibenarkan agama agar tidak timbul sesuatu yang dilarang agama. Atau mencegah segala macam faktor yang dapat menimbulkan kemudaratan. Paling tidak ayat ini dapat dijadikan dasar bagi gugurnya kewajiban amar ma'ruf dan nahi mungkar, apabila dikhawatirkan lahir mudarat yang lebih besar bila kewajiban itu dilaksanan.

 Kata () 'adwan dapat berarti permusuhan dan melampaui batas, dan dapat juga diartikan lari/tergesa-gesa. Penyebutan kata itu di sini memberi isyarat bahwa setiap pelecehan agama - apapun agama itu - merupakan pelampauan batas serta mengundang permusuhan. Ia bukan berarti bahwa kaum muslim yang mencaci berhala atau kepercayaan kaum musyrik tidak melakukan penganiayaan, sebagaimana diduga oleh sementara penafsir.

Lanjutan pada hakikatnya tidak memiliki pengetahuan. Kalau yang dicacinya adalah agama yang hak, maka kebodohannya sangat jelas, dan bila yang dicacinya agama yang sesat, maka ia pun tidak memiliki pengetahuan tentang larangan Allah ini.  Ada juga yang memahami kata tanpa pengetahuan ditujukan kepada kaum musyrik itu. Dalam arti bila mereka membalas makian dengan memaki Allah, maka ketika itu sebenarnya mereka lakukan tanpa sadar dan tidak tahu bahwa mereka memaki Allah.

Bukankah mereka juga mengakui keagungan Allah, walau dengan cara keliru, yaitu dengan menyembah berhala-berhala sebagai perentara? Kalau demikian, merekapun sebenarnya tidak memaki Allah. Jika sekiranya terjadi makian, maka itu karena tanpa pengetahuan dan kesadaran. Makian mereka ketika itu, boleh jadi hanya terdorong oleh emosi untuk menjengkelkan kaum muslim, yang mengagungkan Allah swt.

Firman-Nya: Demikianlah Kami perindah bagi setiap umat amal mereka dibahas panjang lebar oleh para mufassir, sesuai dengan pandangan mereka tentang hubungan antara perbuatan manusia dengan Allah swt.

Al-Alusi pakar tafsir dan tasawuf beraliran sunni menulis bahwa ayat ini merupakan argumentasi yang membuktikan bahwa Allah swt. Yang memperindah untuk orang kafir kekufurannya sebagaimana memperindah untuk orang mukmin keimanannya. Pendapat ini ditolak oleh banyak pakar khususnya penganut aliran Mu'tazilah, yaitu kelompok teolog muslim yang sangat mengandalkan rasio.

Sayyid Muhammad Thanthawi mengemukakan dalam tafsirnya bahwa ayat ini bermakna: "Seperti pengindahan itulah yang mengakibatkan kaum musyrik membela kepercayaan mereka yang sesat karena kebodohan dan pelampauan batas/permusuhan mereka, - seperti itulah -- Kami perindah untuk satu ummat dari seluruh ummat amal-amal mereka. Apakah baik atau buruk, keimanan atau kekufuran, karena telah berlaku ketentuan Kami menyangkut tabiat manusia bahwa mereka menganggap baik kebiasaan mereka serta mempertahankan tradisi mereka".

"Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan segala kesungguhan, bahwa sungguh jika datang kepada mereka sesuatu bukti pastilah mereka beriman. Katakanlah: 'Sesungguhnya ayat-ayat itu hanya berada di sisi Allah'. Dan apakah yang menjadikan kamu merasa bahwa apabila mukjizat telah datang mereka tidak beriman?" (Q.S. Al-An'am:109.)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun