Mohon tunggu...
Samuel Edward
Samuel Edward Mohon Tunggu... Seniman - Pecinta dunia literatur, pecinta kopi, pecinta satwa khususnya anjing, pecinta alam. Dan semua itu dalam stadium 4 dan grade 4!

Tugas yang kuemban adalah membawa dan membuat mulia nama Bos-ku di mana pun aku hidup, apa pun yang aku lakukan, kepada siapa pun yang aku temui, kapan pun waktu dan kesempatannya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Gelap

2 September 2018   15:54 Diperbarui: 2 September 2018   16:04 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber foto: http://natbg.com)

Belum sempat lelaki itu pulih dari keterkejutannya melihat kejadian aneh tadi, sekonyong-konyong seluruh ruangan itu mengabur bagai asap ditiup angin, kemudian berubah menjadi sebuah ruangan yang sama sekali berbeda....

Lelaki itu mendapati dirinya tengah duduk di salah satu kursi di antara sekian banyak kursi yang berderet-deret. Kursi-kursi itu penuh terisi orang-orang yang sedang takzim mendengarkan seorang lelaki berjubah putih yang tengah berkhotbah di atas mimbar di ujung ruangan. Tokoh kita ini takjub melihat si pengkhotbah. Suaranya terdengar lemah lembut namun penuh kewibawaan seorang pemimpin yang amat berkuasa. Sorot mata dan wajah si pengkhotbah yang selalu tampak menyungging senyuman tulus memancarkan kehangatan dan keikhlasan, sekaligus memperlihatkan dengan jelas garis-garis kebangsawanan seperti seorang pangeran. Pengkhotbah itu tampak masih muda, namun juga amat bijaksana. Ia tidak tampan, tetapi siapapun yang melihatnya tidak dapat untuk tidak tertarik padanya dan dengan mudah melupakan dan mengabaikannya. Tetapi tokoh kita sangat kaget dan heran, mengapa kedua tangan pengkhotbah itu berlubang?!

"Di sini kaulihat masa remajamu, manusia. Perhatikanlah!" terdengar bisikan lembut sang awan mengganggu tokoh kita yang sedang terbengong-bengong menatap lubang tangan sang pengkhotbah. Merasa sepertinya suara itu datang dari sisi kirinya, tokoh kita menoleh. Yang disangka awan, ternyata yang ia lihat adalah seorang anak muda yang nampaknya baru berusia belasan tahun. Penasaran karena tidak mendapati sang awan, tokoh kita menengok ke sekelilingnya mencari sumber suara tadi.

Tetapi tunggu! Ada sesuatu yang ganjil.

Tokoh kita berpaling cepat, menoleh ke arah anak muda tadi. Ya, ada sesuatu yang aneh pada anak ini, batinnya. Ah, tentu saja! Anak ini mirip sekali dengan anak laki-laki kecil di sofa dalam penampakan sebelumnya. Hanya, yang ini nampak sudah besar. Beberapa saat ia asyik mengamati si remaja.

Tiba-tiba ia memekik, tubuhnya terjengkang! Si belia sekonyong-konyong berubah menjadi makhluk yang sangat mengerikan: bertubuh besar hitam legam, matanya merah darah, kepalanya bertanduk dua besar-besar, dua taring besar mencuat dari mulutnya, tangan dan kakinya berkuku panjang dan besar seperti cakar harimau, dan juga mempunyai ekor panjang dengan mata anak panah pada ujungnya, serta bersayap besar seperti kelelawar!

Makhluk itu berdiri cepat, mengacungkan tinju ke arah sang pengkhotbah sambil berteriak dengan lengkingan yang sangat mengerikan.... Kemudian tiba-tiba melesat terbang seperti angin ke arah pengkhotbah, masih dengan lolongan yang keras dan tinggi... Dicengkeramnya leher sang pengkhotbah, ditolaknya dengan kasar ke arah palang besar di belakang mimbar, dan...kemudian dicabik-cabiknya tubuh sang pengkhotbah dengan cakar-cakarnya secara membabi-buta sambil berteriak-teriak liar dengan suara yang seperti dari neraka!... Bengis dan jahat!

Tokoh kita menutup muka, menjerit-jerit histeris.... Ketika akhirnya ia membuka mata, keadaan di sekitarnya sudah berubah....

Sejauh matanya memandang, hanya lautan pasir gersang, langit tak berawan, dan sinar matahari terik menyilaukan yang terlihat. Untuk beberapa lama ia celingukan, bingung akan apa yang terjadi. Berangsur-angsur kebingungan berubah menjadi kegelisahan. Ia mulai berjalan menelusuri gurun. Setelah merasa sudah berjalan cukup jauh namun tidak menemui sesuatu atau seorang pun, kegelisahannya berganti ketakutan dan kecemasan.

Langkahnya dipercepat dan diperpanjang. Setelah dirasa sudah sangat jauh tanpa menjumpai apa dan siapa juga, serta ditaksirnya sudah lama sekali sejak ia tiba di gurun ini tanpa sedikitpun siang berganti senja, ia mulai diliputi ketakutan dan kengerian....

Iapun berlari ke arah tak menentu. Dipanggil-panggilnya sang awan. Namun sekalipun sampai habis nafasnya karena berlari, tetap tak suatu apa dan siapapun ia jumpai. Siang pun tetap, bahkan semakin terik, menyengat tubuh. Dan sekalipun sampai habis suaranya karena berteriak-teriak memanggil sang awan, tetap tak ada yang menyahut. Apalagi menampakkan diri....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun