Mohon tunggu...
samuel purba
samuel purba Mohon Tunggu... Administrasi - PNS, pemerhati sosial

Penikmat alam bebas dan bebek bakar; suka memperhatikan dan sekali-sekali nyeletuk masalah pendidikan, budaya, dan kemasyarakatan; tidak suka kekerasan dalam bentuk apa pun.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Perlunya Manajemen Risiko untuk Awam

2 Februari 2023   15:02 Diperbarui: 2 Februari 2023   16:24 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Saya ingin berbagai pengalaman. Beberapa bulan lalu saya baru saja pindahan rumah. Rumah sebelumnya merupakan rumah yang kontrak, sementara yang saat ini sudah milik sendiri. Namun ada beberapa peristiwa yang menjadi pelajaran bagi saya dan keluarga dalam masa perpindahan tersebut, yang merupakan kelalaian saya dalam mengantisipasi risiko-risiko yang berpotensi menjadi masalah bagi saya dan keluarga.

Dimulai saat dua minggu sebelum pindahan. Kami sedang fokus untuk finishing rumah baru.  Kami sudah merencanakan paling lama bulan depan sudah harus angkat kaki, mengingat masa kontrakan rumah sudah akan berakhir. Kami sudah menyampaikan jauh-jauh hari kepada pemilik rumah terkait hal tersebut.

Pada waktu itu menjelang akhir tahun 2022, dimana musim hujan sedang menuju puncaknya. Setiap hari dilewati dengan awan gelap, petir, dan hujan lebat yang bisa terjadi selama berjam-jam.

Kebetulan hari itu saya sedang kurang sehat dan tidak masuk kerja. Siang hari langit sudah gelap setelah saya menjemput anak-anak pulang sekolah. Hujan deras pun melanda. Setelah satu jam hujan belum juga berhenti. Saya masih beristirahat di kamar. Tiba-tiba anak sulung saya berteriak, "Papa atap kita bocor!"

Segera saya keluar kamar, dan melihat memang ada beberapa titik yang bocor. Saya sedikit heran kenapa koq bocornya lumayan besar. Sambil mengambil ember untuk menampung air, tiba- tiba muncul lagi titik kebocoran yang lain, dan kali ini semakin besar.

Beberapa detik kemudian, atap kamar mandi ruang tengah tiba-tiba ambruk. Lantas diikuti dengan ambruknya atap sebagian dapur dan ruang tengah. Air mengalir masuk seperti ditumpahkan dari atap rumah. Anak-anak berteriak ketakutan.

Segera saya memeluk dan menenangkan mereka. Saya langsung teringat untuk mematikan sekring listrik dan berharap saya tidak terlambat. Puji Tuhan semua masih aman pada saat itu. kami melihat pemandangan yang agak menakutkan, dimana atap rumah menimpa sofa, lemari, meja makan, serta lantai. Lantas air memenuhi ruang tengah, kamar mandi, dan ruang tamu. Saya hanya memeluk anak-anak yang tidak bisa menahan tangis.

Setelah hujan reda saya langsung berkoordinasi dengan tetangga serta pemilik rumah. Lalu saya meminta istri segera pulang dari tempat kerjanya. Karena sore itu hujan turun lagi, akhirnya kami memutuskan untuk menginap di hotel lalu menitipkan anak-anak di rumah adik ipar saya. Dan setelah itu saya segera ambil cuti dan mengurus pindahan ke rumah yang baru meskipun masih belum selesai 100 persen. Proses pindahan yang sangat mendadak ini benar-benar menguras tenaga dan stamina saya.

***

Seminggu setelah pindahan, rumah masih sedikit berantakan. Malam itu, tiba-tiba anak bungsu saya mengeluh sakit perut, tak lama kemudian suhu badannya ikut naik. Empat hari setelah berobat ke dokter demannya tak juga turun. Akhirnya kami membawanya ke UGD rumah sakit.

Dokter akhirnya meminta agar anak kami dirawat untuk diobservasi. Ah, inilah yang saya takutkan. Istri saya meminta cuti dari tempat kerjanya. Namun saya juga harus mendukunganya untuk menjaga dua kakaknya yang masih harus sekolah. Saya menyadari, mungkin selama proses pindahan tersebut, kami kurang memantau kebersihan dan kesehatan anak-anak. Mungkin juga karena banyaknya debu atau faktor kelelahan.

Malam ketika dirawat tersebut, saya sudah berpesan kepada dua orang kakaknya, "Mungkin Papa dan Mama akan di rumah sakit. Kalian tidur sendirian ya di rumah. Namun HP harus tetap dipegang. Volume HP harus maksimal dan dengar jika nanti ditelpon sama Papa atau Mama!" Mereka mengiyakan dan sepertinya sudah paham dengan instruksi tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun