Mohon tunggu...
samuel purba
samuel purba Mohon Tunggu... Administrasi - PNS, pemerhati sosial

Penikmat alam bebas dan bebek bakar; suka memperhatikan dan sekali-sekali nyeletuk masalah pendidikan, budaya, dan kemasyarakatan; tidak suka kekerasan dalam bentuk apa pun.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Bekerja Demi Uang, Passion, atau Meaning?

12 Agustus 2019   11:35 Diperbarui: 12 Agustus 2019   16:18 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.alcrecruiting.com

Seberapa besar pengaruh passion untuk menghantarkan kita kepada suatu keberhasilan?  Mungkin sebagian besar orang akan mengatakan bahwa faktor passion tentunya menentukan keberhasilan seseorang. Hal itu sepertinya sudah menjadi sesuautu yang sering kita dengar, baca, bahkan kita yakini.

Saya pun orang yang berpandangan demikian. Hingga di tahun 2016 lalu saya membaca sebuah buku berjudul Don't Follow Your Passion karya Cal Newport. Setelah selesai membacanya, jujur buku tersebut berhasil mengusik dan memaksa saya mendefinisikan kembali arti passion yang selama ini saya pikirkan.  

Beberapa pandangan tentang passion dari buku tersebut menjadi refleksi pribadi saya. Pertama, passion ternyata bisa menjadi sebuah jebakan. 

Sama seperti banyak orang, saya sering kali mendengar konsep atau ajaran bahwa kita harus menemukan apa yang menjadi passion dalam hidup. Artinya kita harus mengerjakan apa yang benar-benar kita cintai. Itulah yang akan membuat hidup kita bahagia.

Namun faktanya mengetahui apa yang benar-benar menjadi passion kita bukanlah hal yang mudah. Mungkin kita punya hobby atau kesenangan dalam hal atau bidang tertentu. Tapi apakah hal tersebut serta merta menjadi passion kita?

Kedua, mendapatkan pekerjaan yang benar-benar sesuai dengan passion kita bukanlah hal yang mudah. Sekalipun kita sudah mendapatkannya, ada begitu banyak variabel, baik berupa faktor internal (berasal dari dalam diri kita sendiri) dan faktor eksternal  (suasana tempat kerja dan lain-lain), yang belakangan membuat gambaran awal akan passion tersebut memudar, bahkan hilang.

Selain mengalami sendiri, saya juga sering mendapat curhat dari beberapa teman, yang mana setelah bekerja cukup lama di tempat bekerjanya, tiba-tiba pengen resign dengan alasan tidak sesuai lagi dengan passion. 

Kesimpulannya, passion memang kerap menjadi bayang-bayang semu, dimana kita sering belum benar-benar memahaminya, dan dapat segera buyar akibat banyak faktor. 

Dalam hal ini saya setuju dengan Cal bahwa jangan terkecoh dengan mengikuti passion dalam mencari dan menggeluti sebuah pekerjaan.

Lebih jauh Cal dalam bukunya tersebut  bahwa alih-alih berusaha mengejar passion, yang terpenting adalah bagaimana kita menjadi expert dalam bidang pekerjaan yang saat ini kita geluti. Cal menyebutnya dengan istilah Pola Pikir Pengerja, yakni berfokus untuk menghasilkan produk terbaik atas pekerjaan tersebut.  

Pertanyaannya, bagaimana kita bisa menghasilkan produk terbaik jika kita tidak memiliki passion disana? Dalam hal ini Cal mengatakan bahwa kita harus memaksakan diri, melepaskan batas-batas pikiran yang kita buat sendiri, dan berani keluar dari zona nyaman. 

Pola pikir pengerja memaksa kita untuk terus belajar dan belajar tanpa henti sehingga menjadi orang terbaik dalam bidang pekerjaan tersebut.

Pola pengerja ini membantu kita melepaskan diri dari situasi atau lingkungan pekerjaan yang tidak sesuai dengan "passion" kita. Setelah berhasil membiasakan diri dengan pola pengerja ini, maka kita akan menjadi pribadi yang benar-benar mahir dan hebat sehingga orang-orang tidak bisa mengabaikan kita. "Be so good so they can't ignore you", demikian ungkap Cal.

Tesis yang disampaikan Cal adalah, jika seseorang sudah menguasai bidang pekerjaannya maka passion akan muncul dengan sendirinya. Passion tersebut kemudian menuntun kita untuk semakin mengembangkan kemampuan lebih luas dan lebih dalam.

Bagi orang yang menerapkan pola pengerja ini, jabatan (control) bukanlah hal yang cepat-cepat ingin dicapai. Benar, bahwa memiliki kuasa/ kendali adalah sebuah privilege yang cukup menggoda jika diperoleh. 

Namun memiliki control sering kali membuat kita sulit fokus untuk mengembangkan keahlian tertentu akibat banyaknya yang harus diurus, terutama terkait dengan kepentingan manajerial. Passion yag lahir sebagai hasil tipe pengerja adalah privilege yang sebenarnya dalam karir/ pekerjaan kita.

Bahkan memiliki control dengan modal keahlian yang terbatas justru sering membuat posisi kita tidak bisa bertahan lama. Konsekuensinya kecenderungan yang dilakukan adalah mempertahankan posisi tersebut dengan cara-cara lain di luar kompetensi dan keahlian yang kita miliki. 

Oleh karena itu jangan cepat-cepat tergoda dengan promosi jabatan. Fokuslah terlebih dahulu dengan peningkatan kapasitas dan keahlian, yang merupakan modal utama karir kita.

Setelah lebih dari satu dekade bekerja, saya banyak sepakat dengan ide dalam Don't Follow Your Passion tersebut. Namun bagi saya, dalam menjalani pekerjaan dan kehidupan ada yang sedikit berbeda (mungkin lebih) dari sebuah passion. 

Dalam hal ini saya juga teringat dengan konsep meaning yang pernah ditulis Rhenald Kasali di Kompas beberapa tahun lalu (Mereka Cari Jalan Bukan Cari Uang).

Mengutip Co-Founder Apple, Guy Kawasaki yang pernah berkata, "Kejarlah meaning. Jangan kejar karier demi uang. Sebab, kalau kalian kejar uang, kalian tidak dapat meaning, dan akhirnya tak dapat uang juga. Kalau kalian kejar meaning, maka kalian akan mendapatkan position, dan tentu saja uang." 

Orang yang mengejar meaning itu menjalankan sesuatu yang mereka cintai dan menimbulkan kebahagiaan. Bahagia itu benih untuk meraih keberhasilan. Orang yang mengejar gaji berpikir sebaliknya, kaya dulu, baru bahagia.

Orang yang bekerja untuk meaning berbeda dengan mereka yang bekerja demi uang. Sederhananya, mereka yang berorientasi uang adalah mereka yang pengen cepat-cepat kaya dan meraih banyak hal secara materil. Sayangnya menurut Kasali, justru mereka yang demikian di saat akhir karirnya banyak mengalami kendala keuangan. 

Mungkin di awal karir mereka terlihat cepat menanjak. Namun generasi muda terus berdatangan dengan keahlian dan kapasitas yang terus berkembang. 

Di sisi lain manajemen perusahaan/ instansi juga terus berubah. Lingkungan dan sistem bekerja terus berubah, sementara mereka enggan berubah. Singkatnya mereka yang bekerja dengan berorientasi uang tidak dapat bertahan lama.

Bagi saya passion dan meaning bukanlah dua hal yang musti dipertentangkan, namun justru saling melengkapi. Mereka yang bekerja dengan pola pikir pengerja, yang berorientasi menghasilkan yang terbaik dalam pekerjaannya, bagi saya mereka juga bekerja untuk sebuah meaning.

Keduanya berfokus kepada pemenuhan makna diri dan sebuah panggilan pengabdian terhadap nilai-nilai kebajikan. Orang-orang yang bekerja untuk meaning dan menerapkan pola pikir pengerja, mereka adalah orang yang tidak bisa diabaikan karena memiliki keahlian hebat, terus menerus belajar dan mengembangkan diri, dan menenggelamkan diri kepada sebuah tujuan yang mulia. 

Kalau sudah demikian, bagi orang-orang sedemikian, apakah rasanya masih relevan berbicara tentang mengejar uang, jabatan, dan kekayaan? Karena hal-hal tersebutlah yang kelak mengejar-ngejar mereka!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun