Tak terasa, kita akan memasuki momen istimewa dalam kalender rohani yakni masa Prapaskah. Tahun ini, masa Prapasakah cukup spesial dikarenakan bersamaan juga dengan bulan Ramadan bagi umat Muslim. kedua periode suci ini berjalan beriringan, menciptakan harmoni yang unik di tengah keragaman iman. Bagi banyak orang, ini menjadi kesempatan untuk saling belajar mengenai Apa makna puasa Katolik? Mengapa Rabu Abu penting? Bagaimana perbedaannya dengan puasa Ramadan? Mari bersama kita selami jawabannya!
Mengenal Prapaskah dalam Gereja Katolik
Prapaskah, yang diawali Rabu Abu adalah masa 40 hari persiapan menyambut Paskah. Angka 40 ini adalah simbolis mengingatkan pada perjalanan Yesus di padang gurun, Musa yang berpuasa, atau Nuh yang menanti air bah. Bagi umat Katolik, ini adalah waktu untuk bertobat, introspeksi, dan memperdalam relasi dengan Allah.
Namun, praktiknya tak sekadar puasa fisik. Gereja mengajak umat melakukan tiga hal yakni berpuasa, berpantang, dan beramal. Puasa wajib hanya berlaku dua hari: Rabu Abu dan Jumat Agung, dengan aturan makan satu kali kenyang dan dua kali kecil. Sementara pantang (biasanya dari daging) dilakukan setiap Jumat selama Prapaskah. Tujuannya adalah untuk melatih pengendalian diri dan membuka ruang untuk solidaritas dengan yang lapar.
Puasa Katolik vs Puasa Ramadan, Apa Bedanya?
Kedua tradisi ini sama-sama menekankan disiplin rohani, tapi dengan cara berbeda.
- Waktu: Umat Muslim berpuasa dari fajar hingga maghrib (sekitar 13-14 jam), sementara puasa Katolik hanya mengurangi porsi makan tanpa pantang minum.
- Fokus: Bagi Muslim, Ramadan adalah bulan Al-Qur'an, pengampunan, dan ibadah malam (Tarawih). Sedangkan bagi Katolik, Prapaskah adalah ziarah batin menuju penyaliban dan kebangkitan Yesus.
- Tradisi: Jika Ramadan diakhiri dengan Lebaran, Prapaskah berpuncak pada Tri hari Suci (Kamis Putih, Jumat Agung, Sabtu Sunyi) dan dirayakan dengan sukacita Paskah.
Meski berbeda, keduanya berbagi nilai universal yakni empati pada yang miskin, pembersihan diri, dan upaya mendekat pada Yang Ilahi.
Pertanyaan yang Sering Muncul
Berikut adalah beberapa pertanyaan dan jawaban yang sering ditanyakan oleh umat Katolik awam atau teman-teman dari denominasi lain.
- Apa boleh minum kopi saat puasa Katolik?
Boleh! Puasa Katolik tidak melarang minum, hanya membatasi makan. Jadi, secangkir kopi pagi tetap aman! - Mengapa Rabu Abu pakai abu?
Abu di dahi simbol kerendahan hati: "Karena engkau debu dan akan kembali menjadi debu" (Kej 3:19). Ini pengingat bahwa hidup fana, tapi ada harapan kebangkitan. - Bisakah berpantang dari hal selain daging?
Tentu! Gereja mendorong inisiatif personal, seperti pantang media sosial, gosip, atau belanja online. Yang penting, itu membantu kita "berpuasa dari ego". - Apa pesan Paus Fransiskus untuk Prapaskah 2025?
Sri Paus mengajak umat Katolik untuk "berjalan bersama dalam pengharapan". Ia menekankan bahwa pengharapan bukanlah sekadar optimisme, melainkan keyakinan bahwa Allah selalu menyertai manusia, bahkan di tengah kegelapan. Pesannya mendorong umat untuk memperkuat solidaritas, terutama melalui doa, puasa, dan dukungan bagi mereka yang kehilangan harapan. "Dalam masa sulit ini, jadilah cahaya bagi sesama," ujarnya.
Keberirigan kedua ibadah ini adalah undangan untuk dialog. Umat Katolik dan Muslim bisa saling bertukar cerita, bagaimana rasanya berpuasa? Apa tantangannya? Bagaimana keluarga merayakannya? Di Indonesia, banyak gereja dan masjid yang mengadakan buka bersama lintas iman, ini adalah bukti bahwa perbedaan tak menghalangi persaudaraan.
Mari jadikan momen ini sebagai waktu untuk merenung, berbagi, dan tumbuh bersama. Seperti kata St. Fransiskus dari Assisi: "Di mana ada cinta, di situ ada terang."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI