Mohon tunggu...
Samuel Partogi Simanjuntak
Samuel Partogi Simanjuntak Mohon Tunggu... Mahasiswa S1 Teknik Elektro di Institut Teknologi Padang

Sebagai seorang aktivis kepemudaan, saya senang berdiskusi tentang sosial budaya, politik, dan pemerintahan. Bagi saya, pemuda punya peran penting dalam membentuk masa depan bangsa. Melalui tulisan, saya ingin berbagi perspektif, mengajak berpikir kritis, dan bersama-sama mencari solusi untuk isu-isu yang kita hadapi.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Bukan Cuma Bullying!! Ini Alasan Netizen Indonesia Jadi 'Hakim' Tercepat di Jagat Maya

14 Februari 2025   02:52 Diperbarui: 14 Februari 2025   02:52 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Ilustrasi digital kontras menggambarkan cancel culture di Indonesia  (Sumber: Ilustrasi Ai Generator/Microsoft Bing))

Hai Sob! Kali ini mari kita bahas lebih dalam tentang "the power of netizen" yang jadi motor utama cancel culture di Indonesia. Dari kasus A Business Proposal sampai boikot PT Timah, kekuatan warganet ini bener-bener nggak main-main. Tapi, sekuat apa sih pengaruhnya? Dan apakah ini selalu positif?

Netizen sebagai "Hakim Digital" yang Cepat dan Massif

Kamu pasti ingat kasus film A Business Proposal yang langsung dihujani rating 1/10 di IMDb hanya karena komentar Abidzar Al-Ghifari dianggap merendahkan penggemar K-Drama. Ini contoh nyata betapa netizen Indonesia bisa memobilisasi opini dalam hitungan jam. Enda Nasution, pengamat media sosial, bilang, "Kekuatan netizen Indonesia memang sebesar itu. Mereka bisa meninggalkan ribuan komentar atau review negatif untuk memaksa perubahan".

Tapi, kecepatan ini seringkali nggak dibarengi verifikasi fakta. Misalnya, kasus Gofar Hilman yang dituduh plagiat, padahal akhirnya terbukti tidak bersalah. Sayangnya, reputasinya udah terlanjur hancur

Dampak Nyata, Dari Boikot sampai Kehilangan Pekerjaan

Kekuatan netizen nggak cuma berhenti di dunia maya. Contohnya, pegawai PT Timah yang dipecat setelah unggahan kontroversialnya viral. Atau kasus Saipul Jamil yang sempat kehilangan kontrak endorsemen karena skandal masa lalu . Tapi, dampaknya bisa terlalu ekstrem. Aktor Korea Lee Sun-kyun bunuh diri karena tekanan cancel culture, meski tes narkobanya negatif. Ini menunjukkan betapa "hukuman sosial" netizen bisa lebih kejam daripada kesalahan yang dilakukan.

Netizen Indonesia, Pemaaf tapi Pemilih

Meski terkenal cepat marah, netizen Indonesia juga punya sisi pemaaf. Enda Nasution bilang, "Kalau ada klarifikasi atau permintaan maaf yang tulus, banyak yang mau memaafkan". Contohnya, Abidzar Al-Ghifari yang akhirnya diterima lagi setelah minta maaf publik.

Tapi, maaf ini nggak berlaku universal. Kasus Ahok yang dipenjara karena penistaan agama menunjukkan bahwa isu sensitif (seperti SARA) cenderung ga bisa dimaafkan.

Budaya Unik, Cancel Culture ala Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun