Mohon tunggu...
Samuel Benedickson
Samuel Benedickson Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha

Suka membaca, olahraga, bermain catur

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Gugatan Masyarakat terhadap KUHP Baru

7 Desember 2022   20:50 Diperbarui: 7 Desember 2022   21:25 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

7. Pidana Santet
Pasal 252 ayat 1, "Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV".

Pasal-pasal tersebut di atas, oleh berbagai kelompok masyarakat dianggap bermasalah dan kontroversial karena mengandung potensi multitafsir dalam implementasinya sehingga dianggap dapat disalahgunakan oleh penguasa atau pihak-pihak yang berkepentingan.

Mengapa DPR nekat mengesahkan RUU kUHP Baru ini?

Walaupun banyak kritikan dari masyarakat, namun DPR dan Pemerintah tetap mengesahkan RUU KUHP menjadi UU dalam rapat paripurna DPR RI.

Menurut Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly, ini merupakan momen besejarah dalam penyelenggaraan hukum pidana di Indonesia. Setelah bertahun-tahun menggunakan KUHP produk Belanda, saat ini Indonesia telah memiliki KUHP sendiri. Menurut Yasonna Laoly, "produk Belanda ini sudah tidak relevan lagi dengan kondisi dan kebutuhan hukum pidana di Indonesia".

Nampaknya DPR dan Pemerintah menganggap bahwa walaupun banyak kelompok masyarakat yang tidak setuju  terhadap RUU KUHP ini, yang penting selesai dahulu, disahkan dahulu. Yang penting jadi dulu, kalau ada masalah, itu belakangan. Apabila ada masyarakat yang menolak atau tidak setuju, silahkan ajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gampang  toh?

Padahal inti persoalannya bukan masalah boleh atau tidak boleh diajukannya gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Masalah yang paling utama adalah apakah pasal-pasal yang ada di dalam KUHP Baru ini sudah jelas, tidak multitafsir?

Apakah sudah dikaji secara mendalam dari segala aspek, sehingga dalam penerapannya tidak menimbulkan multitafsir yang dapat merugikan masyarakat dan demokrasi di Indonesia?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun