Mohon tunggu...
Samuel Henry
Samuel Henry Mohon Tunggu... Startup Mentor -

JDV Startup Mentor, Business Coach & Public Speaker, IT Business Owner, Game Development Lecturer, Hardcore Gamer .........

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bela Negara Ala Mie Instan (Bagian 1 dari 2)

24 Oktober 2015   16:05 Diperbarui: 24 Oktober 2015   16:24 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini adalah artikel kedua saya dengan topik bela negara. Lanjutan dari artikel "Bela Negara Berbasis Teknologi". Kalau artikel pertama itu saya masukkan ke kategori Tekno, maka artikel ini lebih cocok masuk ke kategori humaniora. Alasannya sederhana saja. Bela Negara untuk Indonesia saat ini lebih cocok dibahas dari sisi sumber daya manusianya daripada masalah alutsista bukan?

Sebelum menuliskan pemikiran saya, perlu saya beritahukan bahwa tulisan ini didasarkan rasa keperdulian dan pengamatan saya terhadap perkembangan tanah air belakangan ini. Saya mencintai tanah dimana saya berpijak, dimana keluarga saya hidup dan dimana leluhur saya pernah tinggal.

Efek Mie Instan

Akhirnya program Bela Negara tetap dijalankan. Terlepas dari pro-kontra dari publik, hari Khamis 22 Oktober 2015 lalu, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu tetap meresmikan pendidikan bagi 200 calon pelatih inti bela negara untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya. Peresmian serupa juga dilakukan di 44 kabupaten/kota yang dipimpin oleh pimpinan kepala daerah.

Semangat bela negara ini memang penting. Terutama di tengah kondisi negara kita saat ini. Walau terkesan damai dan kondusif suasananya, kita memang tidak boleh lengah dan harus tetap waspada. Banyak kejadian yang berpotensi besar untuk merusak keutuhan Republik Indonesia. Sebagai warga negara biasa pun saya bisa melihat itu, Di berbagai daerah banyak terjadi masalah dan beberapa diantaranya meletus ke permukaan dalam bentuk konfik langsung. Contoh: Tolikara dan Singkil. Beberapa keresahan sosial lain masih membayangi. Tidak semuanya berbasis agama/kedaerahan. Malah kebanyakan berputar dari kesenjangan ekonomi dan sosial, penegakan hukum dan kelalaian negara.

Belum lagi masalah warisan tahun-tahun sebelumnya seperti kebakaran hutan yang terkesan tidak ditangani dengan sepenuh hati. Penyebaran narkoba yang masih terus merebak seakan kanker yang tidak bisa ditangani. Dan tentunya tidak kalah seru: sinetron ala pejabat yaitu banyaknya korupsi yang tetap berjalan. Yang saya sebutkan itu hanya sebagian dari contoh masalah dan menjadi titik perhatian masyarakat disamping masalah khusus lokal lainnya. Satu kesimpulan: semua menyetujui bahwa rakyat Indonesia sudah kelaparan akan solusi yang bisa membantu memecahkan masalah-masalah tadi.

Lalu muncullah program Bela Negara ala Kementerian Hankam. Selain muncul tiba-tiba, kejelasan isi dari pelatihan juga belum disosialisasikan dengan baik. Banyak kalangan merespon dengan rasa terkejut. Dilihat dari kacamata responsif, program ini sebenarnya bertujuan baik dan penting. Saya menganggap pemerintah, dalam hal ini diwakili oleh Kementerian Hankam, mencoba menjawab kebutuhan untuk berbagai masalah tadi. Sayangnya, rasa lapar tadi dijawab dengan pola menyajikan makanan ala mie instan. Mengenyangkan tapi tidak ada gizinya.

Pelatihan selama 1 bulan dengan berbagai materi yang diberikan ala penataran P4 menjadi bahan tertawaan banyak pihak. Bagaimana bisa menjamin munculnya pola kedisiplinan nasional dengan modal pelatihan ala P4 seperti yang disebutkan itu?

Soal pelatihan fisik? Mungkin beberapa hari setelah pelatihan selesai masih akan terasa dampaknya. Namun setelah beberapa bulan apakah masih dilakukan alumni pelatihan? Masih ingat dengan semua materi baik ideologi maupun fisik? WOW... kalau ingat.

Jadi, siapa yang "kenyang" dengan adanya pelatihan ini? Saya kira hanya beberapa pihak saja. Sebagian besar tentu kalangan Hankam. Setidaknya "sudah bekerja dan berupaya". Tapi saya yakin tidak semuanya. Sebagian hanya mengamini karena atasan sudah mengambil keputusan maka bawahan wajib melaksanakan.

Selain mereka tentu kalangan pemerintahan saat ini yang kekurangan bahan untuk bahan pembicaraan baik di tingkat formal maupun untuk pendukungnya. Mereka menjadi punya bahan "jualan" untuk media dan mengatakan bahwa negara perduli dengan kondisi rakyat. Benar memang perduli, tapi yang diharapkan rakyat adalah makanan penuh gizi sementara realitanya yang diberikan ya mie instan tadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun