Mohon tunggu...
Samuel Henry
Samuel Henry Mohon Tunggu... Startup Mentor -

JDV Startup Mentor, Business Coach & Public Speaker, IT Business Owner, Game Development Lecturer, Hardcore Gamer .........

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

ASBUN: Seni Menampilkan Kebodohan Diri

3 April 2016   14:51 Diperbarui: 3 April 2016   15:09 713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Untuk ini muncul pertanyaan di benak saya: Seperti inikah model politikus partai? Lain dibibir lain dihati dan lain pula dikantong? Tidak pernah belajar dari kasus partai sebelumnya yang selalu membawa tema agama tapi dalam kenyataan banyak masuk bui?

Tokoh Selebritis

Dari kalangan bintang ada 2 yang sangat menonjol belakangan ini. Ahmad Dani dari industri musik dan Ratna Sarumpaet yang kini jauh lebih populer dibanding karirnya didunia teater dan film.

Mungkin industri berbasis pelaku selebritis seperti itu memungkinkan mereka untuk lebih ekspresif dalam menyampaikan suaranya. Tapi sayangnya sering keblinger dan terkesan bodoh. Silahkan tanyakan beberapa teman anda dan ukur sendiri bagaimana respon mereka. Saya tidak mengada-ngada. Saya mencoba menanyakan lebih dari 10 orang dan semuanya kebanyakan tertawa dan mencemooh. Wow.. mungkin di industri dimana mereka berasal mereka mempunya penggemar tapi tidak pada dunia politik.

Mencoba meniru kesuksesan berbagai tokoh selebritis di panggung politik Amerika misalnya, bukanlah menjadi jaminan kesuksesan di Indonesia. Apalagi dengan melontarkan pernyataan dengan gaya tudingan, kasar bahkan rasis. Apa yang didapat? Persetujuan publik? Hehehe... Memanfaatkan keseruan tema DKI1 bukanlah jalan yang tepat untuk populer. Ya, mungkin media senang hati meliput dan meneruskan ke publik tapi hasilnya apa? Pada kedua tokoh yang didapat adalah bahan tertawaan dan diremehkan (baca beritanya disini atau disini). Nampaknya memang urat malu kedua tokoh itu sudah putus. Ya monggo.. dilanjutkan saja.

Sebagai bagian dari publik, tentu kita melihat rekam jejak bukan? Lalu rekam jejak apa yang bisa kita dapatkan dari kedua tokoh ini? Hal baik dan mulia serta bermanfaat bagi khalayak ramai yang bisa diunggulkan?

Kantong kelebihan belum ada terisi malah sudah mengumbar kebencian terhadap tokoh lain. Terlepas dari benar atau tidak, orang akan menilai bahwa inilah kepribadian mereka. Inilah wajah asli mereka. Nanti ketika menduduki jabatan tertentu lalu siapa yang akan diserang lagi?

Tokoh Yang Merasa Dirinya Pakar

Hahaha... maaf kalau saya ikutan menyindir. Tapi sejak dulu saya sudah mengamati tokoh IT ahli penilai gambar artis telanjang ini. Sukses sebagai tokoh wakil ketua umum partai dan mantan menteri di era pemerintahan sebelumnya bukan jaminan untuk selalu digemari. Malah sejak dulu tokoh yang mengaku atau diakui ahli IT ini memang sudah kontroversi. Kami sendiri dari kalangan dunia IT sejak dulu menertawainya. Yah... lebih sering karena pernyatannya sih. Tapi no hurt feeling-lah.. tiap orang punya gaya masing-masing kok.

Masalahnya adalah ketika dia sampai sekarang masih belum bisa menyimpan rasa bencinya. Nampak ketika dia menyerang akun palsu dari anak Jokowi (baca beritanya disini). Segitunya bapak pakar IT? Hebatnya gaya ngelesnya itu lho.. keren banget. Tetap pede walau tidak ada yang percaya. Ya udah deh.. reputasi ASBUN sejak dulu memang sudah disematkan pada tokoh ini. Silahkan baca artikel Kompas itu dan jangan lupa bahwa dia juga pernah terkena tipu online shop.  Wow again... pakar bisa dikibulin jualan online abal-abal?

Kesamaan Dari Mereka

Mungkin contoh tokoh diatas belum memuaskan anda. Tapi saya membatasi kepada tokoh yang paling baru dari panggung politik agar artikel ini relevan dengan kondisi saat ini tentunya.

Saya mencoba melihat kesamaan diantara mereka. Sebagian besar memang anggota partai dan ada yang mencoba mendekatkan diri tapi masih gagal (bisa anda tebak siapa?).  Suka atau tidak, suara asbun mereka ini ikut serta menanamkan persepsi terhadap partai pengusungnya. Lihat kasus Sanusi misalnya.

Disisi lain, karir dan portofolio dari tokoh pun ikut dihitung tapi alih-alih mendukung malah menjelekkan diri sendiri. Lihat kasus hukum yang ditangani Yusril dan tudingan sebagai pengacara yang sukses melindungi tersangka koruptor. Atau Ahmad Dani dengan kasus anaknya dan perkawinan. Kenapa bisa terjadi? Ketika kita menuding dan menjelekkan seseorang maka otomatis akan muncul tudingan ke arah kita sendiri bukan? Nah, seharusnya sudah diantisipasi sejak awal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun