Mohon tunggu...
Samudra Eka Cipta
Samudra Eka Cipta Mohon Tunggu... Lainnya - Pecinta Travel dan Jalan-Jalan

Jadikanlah Setiap Peristiwa Sebagai Guyonan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mempertanyakan "Indepedensi" MK Terkait dengan Pemberian Bintang Mahaputera Kepada 6 Hakim MK

13 November 2020   14:01 Diperbarui: 17 November 2020   17:50 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mahkamah Konstitusi menjadi salah satu lembaga negara yang mendapat sorotan miring dalam kinerjanya sepanjang 2016.(ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma, cnnindonesia.com)

Pemberian Penghargaan Bintang Mahaputera kepada 6 orang hakim MK, tentunya mengagetkan beberapa pihak, terutama kalangan buruh yang hingga detik ini memperjuangkan gugatan soal UU Ciptakerja. Pasalnya, tertanggal 6 November lalu Presiden Jokowi memberikan penghargaan kepada para hakim tersebut yang tentu saja menimbulkan sebuah pertanyaan, apakah betul MK akan 'netral' dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai suatu lembaga hukum tanpa adanya intervensi yang dilakukan oleh negara terkait dengan gugatan tersebut?. Terlebih MK tengah dihadapkan pada judicial review atau pengujian undang-undang yang dianggap kontroversial seperti UU Ciptakerja dan UU No. 19 Tahun 2019 tentang KPK. Berdasarkan kutipan dari artikel kompas.com dengan judul Bintang Mahaputera Hakim MK, Kekhawatiran akan Independensi dalam Pengujian UU Kontroversial, Pada artikel tersebut disebutkan bahwa Menurut Guru Besar Hukum Tata Negara Asep Warlan pemberian penghargaan tersebut kemungkinan bisa saja sarat akan bermuatan politis atau balas budi. Hal tersebut sebagai contoh beberapa tokoh yang mendapatkan penghargaan tersebut diantaranya Puan Maharani yang mengesahkan UU Ciptakerja, Airlangga yang merumuskan, sedangkan Luhut yang menginisiasi terbentuknya UU tersebut sehingga jelas maksud dan tujuan presiden ketika memberikan pengharagaan tersebut. Meskipun secara keseluruhan dari tokoh yang mendapatkan penghargaan tersebut karena memang betul-betul mendapatkan penghargaan tersebut karena jasa dan perjuangan. Sehingga wajar saja jika buruh curiga dan akan menganggap usaha para buruh dalam 'menggagalkan uu tersebut sia-sia.

Namun, sebaliknya berdasarkan sebuah artikel yang dikutip dari beritasatu.com dengan judul artikel MK Jamin Bintang Mahaputera 6 Hakim MK Tak Ganggu Konstitusi, seperti yang dikutip dari pernyataan Fajar Laksono yang merupakan Jubir MK menegaskan bahwa pemberian penghargaan itu merupakan hak dan kewenangan presiden yang tentunya bersifat objektif serta diatur dalam UUD 1945. Ia juga menegaskan, penganugerahan tanda kehormatan tersebut kepada enam hakim konstitusi tidak akan memengaruhi indenpendensi MK dalam memutus dan menyelesaikan suatu perkara, terkait dengan judicial review (JR) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang marak diajukan ke MK. Keenam hakim MK yang mendapatkan Bintang Mahaputra diantaranya Wahidudin Adam, Suhartoyo, Manahan, M.P Sitompul, Arief Hidayat, Anwar Usman, dan Aswanto. Pemberian penghargaan tersebut dianggap oleh Fajar Laksono sebagai suatu prestasi MK dalam menjaga netralitas maupun indepedensi MK.

Lagi-lagi apa yang telah disampaikan oleh Jubir MK tersebut, nampaknya publik sudah  merasa curiga atas apa yang telah dilakukan oleh presiden terkait dengan pemberian penghargaan Bintang Mahaputera sehingga jangan sampai MK hanya karena sudah diberikan gelar tersebut kemudian MK seakan pro terhadap pemberlakuan undang-undang yang dianggap sebagai kontroversial. MK seharunya, menjadi harapan terakhir dalam menentukan setiap putusan yang adil, jujur, dan netral sehingga usaha yang dilakukan oleh buruh dalam menolak UU Ciptakerja merupakan sebuah kemenangan yang wajib dimiliki sebagai pekerja. Sehingga kedepannya akan berpengaruh bagi kinerja Mahkamah Konstitusi dalam menjunjung tinggi indepedensi tanpa adanya intervensi dari pihak-pihak yang berkepentingan termasuk dari pemerintah sekalipun karena sejatinya MK adalah bagian dari elemen negara yang menciptkan hukum adil bukan alat negara untuk memuluskan kepentingan penguasa semata.

Samudra Eka Cipta (13 November 2020)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun