Mohon tunggu...
venan samudin
venan samudin Mohon Tunggu... Mahasiswa - pemulung

Cintai Terang Kebijaksanaan!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Akan Kembali

2 Mei 2021   18:53 Diperbarui: 2 Mei 2021   18:53 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 “Tenang aja Vin, aku pasti akan kembali bersamamu” demikianlah janji yang ku ucapkan di hadapan Vina. Hujan turun dengan lebatnya saat aku mengikrarkan janji itu. Pagi tadi aku mengajaknya untuk ketemuan di sebuah taman yang berada diujung kota dingin itu. Sebab di taman itulah untuk pertama kalinya aku berkenalan dengan Vina. Saat itu aku bepergian ke taman yang diujung kota dingin itu seorang diri. Sekedar untuk melepaskan kepenatan. Aku duduk pada sebuah bangku panjang yang terletak di ujung taman itu sembari menikmati keindahan taman dari sana. Ku edarkan pandangan ke setiap sisi taman, sungguh taman itu indah sekali.

“Tolong...tolong.... tolong...” sebuah suara minta tolong tiba-tiba menggema. Serentak kumembalikkan tubuh mencari sumber datangnya suara. Aku berdiri dan memastikan indera pendengaranku bekerja sebaik mungkin. Dan ternyata sumber  suara itu tak jauh dari tempatku duduk. Dan hanya dengan satu gerakan saja aku telah  tiba di tempat sumber suara itu. Di sana kujumpai seorang gadis berambut lurus nan panjang tengah menutup mata. Kakinya terus bergerak, sembari mengumandangkan syair minta tolong. “Hai nona ada apa?” tanyaku sepelan mungkin. “Aa,,aa ada tikus di bawah sini” jawabnya. Mendengar jawabannya aku sontak tertawa. “Hanya dengan tikus saja kok takutnya seperti ini” ujarku. Gadis itu kemudian menatapku dengan tatapan super tajam, bak serigala yang siap menelanku hidup-hidup. Ku ambil tikus yang disampingnya dan membiarkan  tikus itu berjalan menjelajahi semak-semak. Ku dapati gadis itu tengah menarik napas panjang bertanda legah. Setelah itu aku kembali dan meninggalkan gadis penakut itu. Rupanya bangku di ujung taman itu  masih menantiku dengan setia, buktinya tak seorang pun yang meletakkan badannya di atas bangku panjang itu. Aku pun kembali melanjutkan kegiatan yang tadinya sempat ralat. Kembali ku pandangi taman itu dengan saksama. Entah kenapa hatiku selalu damai bila sudah berada di taman itu dan untuk alasan itulah mengapa aku selalu mengunjunginya.

Aku tak menyadari entah sejak kapan gadis penakut tadi duduk di sebelahku. “Eehhh, kamu seperti setan saja, nongol tanpa permisi”. Merasa diejek akhirnya, ”Emangnya taman ini punya kakek kamu apa?” katanya. Aku berusaha untuk tidak menggubrisnya. Kupandangi gadis itu dan kudapati dia sedang tersenyum penuh kemenangan. Seorang pun tak bersuara, hening lalu menguasai situasi. Dalam rangka memecah keheningan yang menyelimuti kami, aku pun mulai membuka mulut.

“Namaku Trisno, kalau kamu siapa?” ku ulurkan tangan kepadanya. “Aku Vina” jawabnya sembari menggapai tanganku. “Ngomong- ngomong kamu ke sini dengan siapa?” tanyaku berusaha mengakrabkan suasana. “Sebenarnya aku ke sini bersama teman-temanku, tapi aku tidak tahu sekarang mereka pada kemana” jawabnya. “Oh,,,, iya terima kasih ya, untuk yang tadi”. Kukerutkan kening pertanda tengah bertanya-tanya tak mengerti alias bingung. Mendapati aku berkutat dengan kebingunganku ia pun berkata “Untuk bantuan yang tadi maksudku”. “Ohhhhh yang itu, sama sama” Jawabku. Suasana pun semakin akrab, ternyata Vina itu orangnya asyik juga, ia piawai bercanda. “Vin, ternyata kamu ada di sini” segerombolan gadis berlangkah ke arah kami. “Pantasan, ternyata ada pria ganteng di sini” kata salah seorang dari mereka. “Kalian ke mana aja sih, tega ninggalin aku sendirian” Vina memelas. “Ha ha haa” serentak teman-temannya tertawa. “Ngaku aja deh kalau kamu sebenarnya senangkan  kita ninggalin, karena ada si ganteng tuh yang nemanin kamu”. Kulihat wajah Vina serentak tampak memerah. Rupanya ia malu dikatain sama teman-temannya. Singkatnya seperti itulah kisah kami berawal, kisah antara aku dan si dia ‘Vina’.

            Setelah perjumpaan pertama di tempat itu, saya masih sering menjumpainya di tempat yang sama. Anehnya serasa kebahagiaan menjadi lebih mudah digenggam ketika berada bersama dengan Vina. Dan baiknya lagi hubungan kami menjadi semakin dekat saja. Dua bulan setelah perjumpaan pertama itu status hubungan saya dan Vina sudah berubah, bukan lagi sebatas teman biasa kami telah menjadi sepasang kekasih.

*********

Setelah berikrar janji ‘aku akan kembali’  kepada Vina, keesokan harinya aku melangkahkan kakiku ke kota seberang mesti dengan hati yang teramat berat. Aku bertekad untuk melanjutkan pendidikanku di tempat yang lain dan tempat yang baru sama sekali. Aku hendak mewujudkan seberkas harapan yang  telah ku rawat bertahun-tahun lamanya. Konsekwensinya sangatlah jelas, aku harus berjauhan dengan Vina. Namun demi menggapai impian dan demi memiliki masa depan yang cerah, mau tidak mau aku harus melakukannya.

 Satu bulan telah kami lewati, kami ternyata masih bisa membina kisah asmara meskipun terpisah oleh jarak dan waktu. Kami rajin bertukar kabar dan saling berbagi cerita tentang keadaan kami masing-masing. Jarak yang cukup jauh bukan menjadi alasan bagi kami untuk tidak saling berkomunikasi. Katanya, di sana ia sangat merindukanku, merindukan setiap pelukan hangat yang selalu ku berikan ketika masih menjejakan kaki di kota kami berasal, kota dingin. “Hati-hati yah, jangan sampai kamu jatuh cinta dengan gadis-gadis di sana lalu kamu mulai melupakanku”, pesan Vina. Hatiku berbunga-bunga saat ia mengingatkanku dengan kata-kata seperti itu, paling tidak itu adalah luapan isi hati yang barangkali telah menjadi beban yang harus dia pikul selama kami berjauhan tempat tinggal. Dan satu lagi, menurutku itu adalah bukti betapa besar rasa cintanya kepadaku. Kepadanya aku juga memberi pesan yang sama. Aku merasa legah dengan setumpuk jawaban yang ia berikan kepadaku,  ia berjanji bahkan berani bersumpah bahwa hal itu tentu saja tidak akan pernah dilakukannya. Untuk kedua kalinya ia berhasil menguatkan keyakinanku untuk tetap menjaga keharmonisan hubungan kami. Sampai bulan yang keenam menurut kalender hubungan jarak jauh kami, komunikasi selalu kami kedepankan. Tak pernah kubiarkan sedetikpun waktu berlalu tanpa memberi kabar kepadanya. Aku sengaja mendaftar tuk menjadi anggota dari beberapa organisasi di kampus, tujuannya tidak lain dan tidaklah bukan  demi menyibukkan diri supaya tidak ada waktu tersisa yang ku miliki lantas menjadi peluang bagiku untuk mencari dan menemukan pacar baru di kota itu. Aku sudah sangat yakin dengan hubungan kami.

Hari berganti minggu dan minggu berganti bulan, bencana datang menjengukku, aku sudah tak mendengar kabar dari Vina. Aku berpikir bahwa mungkin saja dia masih sibuk dengan jadwal kuliahnya yang begitu padat dan aku tak berani mengganggu apa lagi merusak kesibukannya. Memasuki bulan yang ke sembilan aku masih belum mendapat kabar darinya. Kenyataan ini sedikit membuatku kecewa, dan kemarahanku hampir mencapai titik jenuhnya. Namun syukurlah pada hari yang ke tujuh dalam bulan yang ke sembilan, ia mengabariku. Setelah menuai kabar darinya, setumpuk kemarahan beserta rasa kecewaku lenyap begitu saja. Dewa keberuntungan kini berpihak padaku. Aku merasa senang karena ia kini kembali memberikan kabar kepadaku. “Maaf No, aku sibuk sekali beberapa bulan belakangan, banyak tugas kuliah yang harus kuselesaikan segera. Aku kini menyesal karena selama ini telah berprasangka buruk dan berpikir yang bukan-bukan tentang Vina. Aku mengutuk diriku sendiri. Lagi-lagi aku kembali menemukan titik pijak untuk tetap setia menjaga keharmonisan hubungan kami. Aku lalu berjanji untuk tidak akan pernah menaruh curiga lagi kepada Vina.

Hari-hari dalam bulan yang kesembilan itu, tidak kami ijinkan untuk beranjak dan berlalu begitu saja. Kami selalu mengisinya dengan ketekunan untuk saling memberikan kabar  satu sama lain. Kerinduanku kini mulai terjawab, kesepian kini sudah tidak berani lagi datang mengunjungi hari-hariku, sebab telah ada Vina yang melawat dalam kehidupan ini. Aku jadi semakin mencintai Vina sekarang. Ku coba untuk membuang jauh-jauh segala pikiran yang buruk tentang Vina.

Kepada Vina aku berjanji bahwa pada tahun ke empat kami berada di bangku kuliah, aku akan datang ke rumahnya. Menemui kedua orangtuanya, dan memberitahu mereka tentang rencana kami untuk membina hubungan kami selangkah lebih jauh dan lebih serius. Aku bertekad untuk melamarnya tepat pada ulang tahun hari jadian kami yang ke enam. Aku sudah mempertimbangkan semua itu dengan matang. Dan perihal rencana itu Vina sendiri sudah sangat setuju.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun