Mohon tunggu...
M.e.l.i. -
M.e.l.i. - Mohon Tunggu... -

www.kampungfiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

7 Hari Prosa Pendek Cinta [Keempat: Panglima Merah]

5 Desember 2011   12:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:48 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

: samudera

"Selamat pagi, Panglima Merah."

"Kenapa harus merah?" tanyamu.

"Kenapa tidak merah?" jawabku. "Masih ingat ketika di SD, guru pendidikan moral dan perjuangan bangsa sering menjelaskan arti warna bendera negara kita, merah tanda berani, putih berarti suci. Kubilang, merah itu semangat. Tidak jauh beda dari berani."

Seperti inilah kamu adanya bagiku. Merah. Seorang panglima merah, yang mendamba pembaharuan, tidak takut menyuarakan kejujuran. Meski itu berarti tidak sepakat dengan mayoritas. Meski itu berarti menjauh dan memilih jalan sunyi.

Merah. Panglima. Selalu semangat. Selalu merah.

"Tapi merah itu banteng, sedang kuning adalah kesetia kawanan, sesuatu yang aku yakini filosofinya."

"Bagiku, kamu itu panglima merah. Tidak peduli kamu memakai baju zirah kuning atau emas sekalipun."

"Meski aku menyukai warna putih, atau bahkan biru?" tanyamu lagi.

"Bagiku, kamu panglima merah, yang meski tidak berkuda, tetapi menggerakkan pasukan melalui kata-kata.  Suatu hari nanti, kamu akan memenangkan pertempuran ini, mengibarkan bendera semesta dan menyairkan cinta di negerimu. Hanya cinta. Hanya damai."

(tetap semangat, panglima merah!)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun