Studi politik organisasi telah menjadi topik populer bagi banyak orang dan organisasi telah lama dianggap sebagai arena politik. Mintzberg (1983) politik didefinisikan sebagai perilaku individu atau kelompok yang biasanya disruptif, tidak sah dan tidak disetujui oleh otoritas formal, ideologi, atau keahlian yang tidak bersertifikat.Â
Namun, baru-baru ini para peneliti mengkonseptualisasikan politik bukan sebagai fenomena buruk atau baik, tetapi lebih untuk diamati, dianalisis, dan dipahami dalam rangka mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang organisasi dan bagaimana politik dilakukan.
Politik dapat dikonseptualisasikan sebagai cara informal yang mana orang mencoba mengambil pengaruh dalam organisasi melalui pengelolaan makna bersama (Sederberg, 1984).Â
Penelitian tentang organisasi menunjukkan bahwa politik organisasi adalah kebenaran mendasar dari kehidupan organisasi. Selanjutnya, mengingat ketidakpastian yang ada pada konteks organisasi kontemporer, sehingga berpolitik dalam organisasi adalah sebuah fenomena yang kemungkinan akan menetap.
Pertanyaannya bukan apakah organisasi secara inheren bersifat politis, melainkan bagaimana individu mengelola politik organisasi? Kami percaya bahwa individu-individu yang berhasil menavigasi melalui kebijakan dalam organisasi, dan yang mahir dalam pengaruh interpersonal, memiliki keterampilan politik.Â
Kemudian, Perrewe et. al. (2010) berpendapat bahwa keterampilan politik meliputi keahlian yang tidak hanya positif, tetapi juga penting dalam tenaga kerja saat ini (Ferris et al., 2005).Â
Konteks organisasi kontemporer dalam hal ini redesain dan restrukturisasi organisasi telah menciptakan lingkungan yang memaksimalkan interaksi sosial sebagai fitur utama pekerjaan.Â
Perubahan tersebut membuat Perrewe et al. (2010) mendefinisikan kembali arti 'pekerjaan'. Semula sebagai serangkaian tugas dan tanggung jawab yang statis menjadi sebuah 'pekerjaan' yang dinamis, cair, dan terus-menerus mengubah peran yang diperlukan untuk beradaptasi dengan turbulensi pada konteks organisasi (Cascio, 1995).Â
Akibatnya, pekerjaan terorganisir dalam tim, di mana individu bekerja secara kolaboratif dan saling tergantung untuk menghasilkan produk dan layanan. Dengan demikian, pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dibutuhkan untuk menjadi efektif dalam pengaturan ini semakin bersifat sosial dan disebut sebagai keterampilan politik.
Perrewe et. al. (2010) mendefinisikan keterampilan politik sebagai kemampuan untuk secara efektif memahami orang lain, dan menggunakan pengetahuan semacam itu untuk memengaruhi orang lain dalam bertindak, dengan demikian dapat meningkatkan tujuan pribadi dan atau organisasi. Individu yang terampil secara politik maka secara sosial cerdik, dan sangat menyadari perlunya bersikap dan bertindak secara berbeda dalam situasi dan orang yang berbeda (Perrewe et. al., 2010).Â
Oleh karena itu, individu tersebut memiliki kapasitas untuk menyesuaikan perilaku pada situasi yang berbeda dan berubah serta melakukan dengan cara yang tulus dan dapat dipercaya.Â