Mohon tunggu...
Ganda Samson
Ganda Samson Mohon Tunggu... Ilmuwan - Hidup Matinya Seorang Penulis

Lahir di Pematang Siantar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Batavia

22 Juni 2021   09:41 Diperbarui: 22 Juni 2021   10:25 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

BATAVIA 

Adalah penyerbuan Falatehan terhadap Sunda Kelapa dan mengubah namanya menjadi Jayakarta, yang membuat seseorang terkesima sehingga menjadikan 12 Rabiul Awal itu sebagai tanggal lahir sebuah kota bernama Jakarta. Siapakah Falatehan? Menurut Muh. Yamin dia adalah seorang ulama Banten terkenal pada masanya, yang tindakannnya melebihi seorang raja. Wallahuallambissawab...

Menurut informasi terpercaya, kota ini sebenarnya diperuntukkan bagi maksimal 900.000 jiwa. Lebih dari itu, pasti menimbulkan malapetaka. Apalagi saat Jakarta sudah berpenduduk 14 juta jiwa (malam) seperti sekarang ini, masalah sosial pasti muncul dan mungkin suatu kewajaran akibat urbanisasi. Tetapi soalannya, apakah masih mungkin memberi solusi?

==========

Saat ditunjuk Soekarno sebagai gubernur tahun 1966, Ali Sadikin dipesankan agar menata kota ini sebagai etalase Indonesia  (Demi Jakarta, 1992). Ali Sadikin melaksanakan tugas itu dengan sungguh, tetapi tanpa anggaran yang tersedia dengan cukup. 

Alhasil Ali Sadikin mengelola pelacuran dan perjudian untuk mencapai dana bagi perbaikan kota. Saluran-saluran air diperbaiki, begitu pula pendirian taman-taman budaya, TIM dan Gelanggang-gelanggang Remaja. Meski tak mampu mengurangi jumlah penduduk, paling tidak Sadikin masih berusaha keras menjadikan kota ini sebagai cagar budaya. 

Ketika saya menjadi penduduk kota ini (1993), Jakarta sudah berpenduduk 8 Juta jiwa, tetapi orang masih suka menjadikan terminal Grogol sebagai tempat pemutaran sembarang. Begitu pula Tanah Abang. 

Pasar Senen masih berupa proyek dan kriminalitas terjadi hampir setiap malam. Padahal sebelumnya Gubernur Wiyogo Admodarminto mencanangkan kota ini sebagai BMW (Bersih Manusiawi dan Wibawa). Orang Indonesia memang suka jargon. Tahun 1979 saya masih sempat menyaksikan bagaimana pembangunan rel kereta Cikini "diangkat" ke atas, menyisakan sebuah pasar yang tetap semrawut sampai sekarang. Taman Ria masih berada di Monas, dan Presiden Barack Obama pernah pula menjadi penduduk Jakarta (1967).

Mungkin kawasan menteng (Jl. Diponegoro) tidak pernah disentuh, kecuali sebuah pojokan yang menjadi rumah dinas gubernur dan rumah dinas wakil presiden. Rumah dinas Hatta dan KSAL masih sama seperti dulu, juga pasar antik di Jl. Surabaya. Dan akhirnya saya harus menjelaskan bahwa sejak 1996 (kudatuli), segalanya diubah. Apalagi sejak Pak Harto turun, Jakarta mengubah wajahnya.

===========

Itu artinya batas-batas Jakarta sejak kerusahan rasial abad XVIII hingga akhir abad XX memang berubah, tetapi tidak dengan pembangunan kota yang semakin manusiawi. Kali Ciliwung masih saja kotor dan dijejali pemukiman masif. Orang-orang masih membuang sampah sembarangan ke sungai itu dan tahun 1997 banjir besar melanda kota ini, menjadi siklus 4 tahun. 

Orang-orang harus terlebih dulu memikirkan dirinya tinimbang memikirkan benda-benda berharga. Teman saya banyak yang kehilangan Ijazah, mungkin hanyut terbawa air sungai, terutama mereka yang tinggal tidak jauh di bibir sungai. Itulah sebabnya, pada rapat sambil makan-makan di Plaza Hias Rias, mereka memilih Ahok sebagai wakil gubernur -- yang kemudian menjadi gubernur.

Sedangkan kawasan Monas sejatinya bukanlah tempat berdemonstrasi. Maka Gubernur Soerjadi Sudirdja menutupnya dengan alasan yang lain. Tetapi Gilbert Lumoindong kemudian memakainya sebagai tempat ibadah Paskah, selain demo berjilid-jilid yang konon katanya berhasil mengumpulkan 7 juta massa. Dengan kata lain, Jakarta memang telah merupakan etalase politik nasional, bahkan jauh sebelum gubernur yang sekarang merencanakan balapan Formula E di tempat yang sama.

Tidak usah heran jika saat ini terjadi polemik tentang kawasan bersepeda. Selain soal jalurnya tanpa perencanaan, lebih dari separuh warga Jakarta memang tidak mampu membeli sebatang sepeda. Bukan karena inflasi melanda negeri, tetapi karena setelah Gubernur Tjokropranolo konsep pembangunan kota ini memang tanpa konsep. Dari Gubernur Bang Yos kita ketahui bersama bahwa anggaran untuk Jakarta sebesar 1 Milyar rupiah. Pada zaman yang serba teknologis ini, Ahok berusaha supaya kebocoran anggaran tidak terjadi lagi, tapi eeh... dia keburu bermasalah dan kalah.

Begitulah, semua grup musik pernah melangsungkan konser di kota ini, kecuali ABBA dan The BeeGees.

===========

Jadi siapakah yang seharusnya bertanggungjawab terhadap kota ini? Gubernur atau presiden? Sejak JP Coen menyerbu kota ini kurang lebih empat abad yang lalu, silih berganti orang-orang sudah mencicipi bagaimana rasanya menjadi seorang gubernur kota dan yang paling berkuasa di Nederlandsche Indie (termasuk Indonesia). 

Bahkan ketika Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Agung menyerbu Jayakarta sekaligus memberi lebih dari 5000 orang makan, kota ini sebenarnya telah dibentuk oleh berbagai dinamika sosial yang menyejarah. 

Termasuk ketika De Graeff menjelaskan bahwa Orang Betawi dulunya adalah budak-budak , tetapi kemudian dibantah oleh Ridwan Saidi. Firman Lubis, dalam catatannya mengatakan bahwa sejak 1950an dan 1970an kota ini berkembang pesat sekali, bahkan melampaui apa yang penduduknya bayangkan semula. Dan sebentar lagi Jakarta akan pindah. Kita lihat saja.

Selamat Ulang Tahun ke 494, Jakarta!            

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun