Romantika Safari BBM Satu Harga Menembus PedalamanÂ
Oleh : Sampe L. Purba
Desa Lampeong, Gunung Purei, hulu sungai  Barito. Diperlukan 12 jam perjalanan darat dari Palangkaraya untuk sampai di kecamatan ini.  Membelah jantung belukar pedalaman Kalimantan hingga perbatasan terluar Kabupaten Barito Utara dengan Provinsi Kalimantan Timur.Â
Hutan lindung Gunung Lumut, kawasan sakral yang dipercaya umat Kaharingan sebagai tempat persemayaman arwah, Â - telah diusulkan sebagai warisan budaya dunia world culture heritage -- masuk dalam kecamatan Gunung Purei.
Aspal yang mulus sebagai bagian dari ruas  trans Kalimantan, membuat  perjalanan darat seolah safari dengan lanskap atape yang berbeda, berimpitan dengan kelokan sungai Barito melewati 3 kabupaten hingga ke Muara Teweh.Â
Selepas jembatan Kahayan yang bak pelangi seindah golden gate bridge  San Fransisco di waktu malam,  kita akan menelusuri hutan rawa dan gambut sepanjang jalur Palangkaraya -- Buntok. Bibir aspal terkadang tergenang sungai yang pasang.Â
Saya bayangkan kalau dipotret dari udara, kawasan ini mirip dengan hutan amazon yang dihuni anaconda atau buaya rawa. Kita lebih banyak berpapasan dengan truk logistik, yang menunjukkan bahwa jalan raya telah berfungsi sebagai penggerak konektivitas ekonomi.
Tidak mudah membangun jalan di kawasan gambut dan rawa. Perlu pengerahan tanah keras dari tempat lain. Juga pemasangan turap dan tiang pancang di beberapa ruas jalan. Sebagian jembatan sangat panjang berkelok. Mirip jalan raya di atas hamparan kawasan rendah jalur evakuasi badai sepanjang sungai Missisipi di Lousiana.Â
Yang juga unik di sepanjang jalan adalah bahwa bangunan sarang burung walet lebih banyak dibanding rumah penduduk. Rumah rumah hanya ramai di persimpangan jalan dengan sungai. Ini menunjukkan bahwa sungai masih andalan dalam interaksi dan transportasi masyarakat. Tembok sarang walet ditulisi dengan berbagai harapan. Seperti -- Berkat doa ibu, Tiga Saudara, kongsi Badak dan sebagainya.Â
Mirip dengan keramaian tulisan di truk jalur Pantura. Hanya kali ini lukisan muralnya di tembok harapan penampungan air liur walet. Â Seperti biasa -- aroma Pemilu dan Sisa sisa Pilkada masih terlihat. Beberapa umbul umbul Partai dan foto Caleg tertempel di beberapa enclave pusat penduduk.
Selepas Buntok, di etape kedua, kehidupan mulai lebih menggeliat. Ada perkebunan sawit, konsesi pertambangan batubara dan juga areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Perlu kehati-hatian berpapasan dengan kendaraan kendaraan besar. Sebagian atap rumah penduduk di kiri kanan jalan dicat warna warni cerah kontras mirip mozaik potongan kue apem.Â