Penulis masih ingat betul, menit-menit terakhir jelang deklasrasi pasangan calon, nama Mahfud MD dicoret dan digantikan Ma'ruf Amin.
Meski pada akhirnya Mahfud blak-blakan bahwa kegagalannya diakibatkan manuver politik yang dilakukan sejumlah petinggi Nahdlatul Ulama, atas perintah Maruf Amin. Namun, penulis melihatnya itu hanya sebagian kecil dari strategi politik partai pengusung. Maksudnya, dengan mencoret Mahfud digantikan Ma'ruf bisa lebih membuka peluang mereka pada Pilpres 2024.
Dalam hal ini masing-masing partai pengusung akan bisa mengusung calon yang sesuai dengan kepentingan partai masing-masing. Sebab, hampir dipastikan Ma'ruf Amin tidak akan mencalonkan diri karena usia lanjut.
Sebut saja Golkar, saat ini terpaksa merapat ke PDI Perjuangan untuk mengusung Jokowi, sebab mereka sadar tidak mempunyai kader mumpuni melawan petahana. Pun dengan Nasdem, PKB dan partai pengusung lain.
Namun, kemungkinan besar koalisi ini pada Pilpres 2024 bakal pecah. Mereka akan lebih berani mengusung calonnya masing-masing mengingat tidak ada lagi lawan berat.
Beda halnya kalau Mahfud MD yang dipasangkan dengan Jokowi. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini kemungkinan besar akan kembali mencalonkan diri. Dan, posisinya sebagai petahana akan sangat menguntungkan.
Sementara partai yang berpeluang meminang Mahfud adalah partai besar. Misal PDI Perjuangan dan Golkar. Gerindra hampir mustahil, karena telah mempunyai jagoan dalam diri Prabowo Subianto.
Dengan begitu, partai medioker terpaksa harus kembali mengekor. Karena memaksakan kader atau calonnya pun kemungkinan menangnya kecil. Terlebih regulasi presidential threshold masih 20 persen semakin mempersempit ruang gerak mereka.
Untuk menghindari hal tersebut maka disepakati bahwa pendamping Jokowi adalah Ma'ruf Amin. Orang yang hampir dipastikan tidak akan lagi mencalonkan diri. Selain itu, ia juga dibutuhkan untuk menjaga menjaga harmoni antara pemerintah dengan kalangan umat Islam khususnya santri.
Salam
Artikel ini pernah tayang di : Secangkir Kopi Bersama